Hari valentine tinggal seminggu lagi. Miu, ditemani Beni berjalan menuju sebuah rumah dengan halaman luas dan satu pohon jambu yang dipasangi ayunan. Miu menatap Beni sekejap lalu mengetuk pintu rumah itu. Lama sekali baru ada suara langkah kaki tergesa-gesa. Yang membukakan pintu adalah seorang ibu-ibu dengan tubuh yang maish langsing untuk orang tua seusianya.
Ibu-ibu itu begitu melihat Miu langsung membuka mulutnya tak percaya. Miu dipeluk erat-erat. Miu kaget bukan main, apalagi ibu-ibu ini bau sabun cuci piring. Beni terheran-heran melihat ibu-ibu itu mendekap Miu, menciumi rambutnya dan menangkup wajah Miu.
"Ini mimpi paling nyata!" seru ibu-ibu itu.
"Maaf tante, ini bukan mimpi." Kata Miu yang rambunya acak-acakan.
Ibu-ibu itu heran, ia mencubit lengannya dan kaget bukan main. Ini nyata! Pekiknya dalam hati. Di tangkupnya lagi wajah Miu lalu ia seperti tersadar. Ia berdiri sambil meminta maaf.
"Kita temennya Miming." Kata Miu setelah ibu-ibu itu mundur selangkah.
Raut wajah ibu itu menunjukkan ketidaksenangan, ia melirik kiri-kanan mencari-cari Miming.
"Ada perlu?" ia bertanya pada Miu dengan nada lembut.
Miu melirik Beni, Beni mengangguk.
"Boleh kita ngobrol di dalam?"
Ibu-ibu itu mengangguk lalu menyilakan Miu dan Beni masuk. Mereka duduk di ruang tamu yang sejuk. Miu melihat-lihat poto-poto yang tergantung di dinding dan matanya melebar ketika melihat seorang gadis kecil yang wajahnya mirip dengannya dengan ikat rambut berlonceng. Yang membedakannya hanyalah sebuah tahi lalat di dagunya. Miu sadar kenapa ibu-ibu tadi bertingkah seperti tadi. Beni tak kalah kaget. Ia berdiri memperhatikan poto itu dekat-dekat.
"Kalian saudaraan? Kok aku baru tahu?" Tanya Beni.
"Bukan, kita Cuma sama aja kok."
"Dia meninggal 5 bulan yang lalu." Kata ibu-ibu itu.
Raut wajah Miu dan Beni mulai tak enak. Melihat hal itu, ibu-ibu itu duduk di depan Miu. Menggengam tangannya lembut dan bertanya ada apa.
Miu mengambil napas. "saya mau tante bisa nerima Miming lagi ke rumah ini. Bagaimanapun, dia anak ibu."
Ibu-biu itu melepas tangan Miu . "Jika dia mau berprilaku baik. Dengan senang hati ibunya ini akan menerimanya lagi. Tapi sebenarnya aku ingin ia pulang secepat mungkin." Ibu-ibu itu mulai berkaca-kaca.
"Bisa ibu cerita? Miming selalu mengatakan kalau dia diusir karena sering berkelahi."
"Tidak banyak yang bisa diceritakan. Miming lalai menjaga adiknya. Saat aku dan ayahnya pergi untuk berbelanja, Miming meninggalkan adiknya di dapur. Memasak. Miming tak bisa mencium bebauan karena mengalami kecelakaan. Ia tak mencium bau gas dan meninggalkan adiknya di dapur untuk memasakkannya sarapan sedangkan ia pergi entah kemana. Ia pulang ketika adiknya sudah dibawa ke rumah sakit." Ibu-ibu itu menangis sekarang. Miu yang sekarang menggenggam tangannya erat.
"Pasti Miming punya alasan lain. Ada cerita lain yang tak ibu dengar." Kata Beni lembut.
"Aku tak tahu. Bisa kalian bawa dia kesini?"
"Belum bu, dia tak akan mau." Kata Miu. "Aku akan bicara padanya."
Ibu-ibu itu menatap Miu lekat. "Apa kau dan Miming akrab?"
Miu mengangguk. "Beruntungnya dia. Ia bisa melihat adiknya yang lain."
Miu tersenyum. "Siapa namanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
HumorKita pernah suka dengan orang yang terlalu dekat dengan kita. Tapi, terkadang saat kita terlalu memandang jauh ke yang lain, yang dekatpun tak pernah terlihat. Walau hanya sedetik.