11. Ganbatte!!

40K 1.4K 70
                                    

Multimedia : Bahagia by Gamaliel Audrey Cantika

Multimedia : Bahagia by Gamaliel Audrey Cantika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

p a r t eleven


Sejak empat puluh lima menit yang lalu api semangat meletup-letup di dada Abigail. Penyebabnya tidak lain karena hari ini adalah hari pertamanya kuliah—maksudnya baru memasuki tahap orientasi alias ospek. Dari membuka mata, Abigail sudah menyiapkan segalanya.

Keperluan yang harus dia bawa dan dia pakai hari ini akhirnya siap, yang perlu Abigail lakukan sekarang hanyalah turun ke ruang makan, mengisi perut untuk bekal menjalani hari lantas pergi menyongsong kehidupan baru. Abigail senang bukan main, dia bukan lagi anak SMU yang memakai seragam putih abu-abu. Abigail sudah naik tingkat.

Masuk ke ruang makan, Abigail yang pagi itu mengenakan atribut lengkap berupa kemeja putih lengan panjang, kalung rafia yang terkait dengan potongan kardus bertuliskan namanya, tas selempang dari kain, serta tatanan rambut dikuncir empat—dua kunciran di kanan dan kiri atas, dan yang dua berada di bawah telinga memamerkan gigi-giginya pada empat anggota keluarganya yang sudah lebih dulu berada disana.

Penampilan Abigail yang aneh sesuai perintah kakak senior—hasil pertemuan pertama sebelum hari ini terjadi—memantik perhatian Ethan dan Elena. Ethan sampai tersedak susu yang baru dia sesap dan Elena batal memasukkan potongan telor ke mulutnya.

Kakak beradik itu menatap aneh sosok gadis di seberang meja. Ujung bibir Ethan tertarik ke atas. Berbeda dengannya, Elena yang sudah berusaha menahan tawa terpaksa gagal karena apa yang dia lihat terasa menggelikan.

"Australia negeri wool—" Elena spontan menyanyikan bait pertama dari lagu anak berjudul Katanya yang dinyanyikan oleh Trio Kwek-Kwek lebih dari sepuluh tahun yang lalu.

Dan tanpa ada yang memprediksi, Ethan malah melanjutkan seperti ini, "Katanya katanya—"

Terpancing, Elena lagi-lagi bernyanyi. "Aborigin sukunya—"

"Katanya katanya—" Ethan menyahut lagi.

"Boomerang senjatanya—"

"Wow wow—"

"Kanguru—hahaha! Eh, sumpah sumpah, gue nggak kuat ya Tuhan. Hahaha," tawa Elena meledak. Tidak lagi peduli bahwa Erina mengajarkan untuk tidak tertawa keras ketika acara makan berlangsung.

Ethan di sebelah Elena ikut tertawa, dengan obyek yang sama, yaitu Abigail. Lengannya rela dipukuli beberapa kali oleh Elena saking dia tahu adiknya tidak kuat menahan geli.

"Ethan, Elena, kalian ini kenapa sih ketawa nggak jelas gitu?" sahut Erina sambil meletakkan garpu.

"Abi, Ma. Hahaha," jawab Elena sembari menunjuk-nunjuk Abigail.

"Aku kenapa, Kak? Oh, cantik ya? Duh, makasih lho. Hehe," dengan polosnya, Abigail malah tersipu malu. Tangannya memeriksa kunciran di bagian atas sebelum menarik kursi dan duduk.

Feeling High ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang