Cerita 5 - Belajar (Bagian 2)

337 18 0
                                    

Keesokan harinya.

Aku terbangun karena mendengar suara yang cukup keras.

John dan Lisa Sepertinya sedang bertengkar akan sesuatu. Ini pertama kalinya aku mendengar mereka bertengkar sejak aku bereinkarnasi menjadi Gils. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka perdebatkan dari kamar. Aku turun dari kasurku, berjalan sempoyongan ke arah pintu karena masih mengantuk, dan keluar dari kamar untuk mencoba mendengarkan dengan lebih jelas.

Tapi sepertinya suara pintu kamarku membuat mereka sadar kalau aku ada di situ. Meskipun aku sudah mencoba untuk membuka pintunya dengan perlahan, tapi sepertinya masih menimbulkan suara yang dapat mereka dengar dari luar. Setelah aku membuka pintu, mereka yang berada di ruang tamu berhenti berbicara dan menengok ke arahku.

Mereka tersenyum melihatku. Tapi aku tahu itu senyum yang dipaksakan.

Sepertinya mereka tidak mau aku melihat mereka bertengkar. Atau mereka tidak mau aku tahu apa yang mereka perdebatkan. Atau mungkin keduanya. Yang jelas, muka mereka menunjukkan kekhawatiran di balik senyum yang mereka paksakan itu. Senyum pahit itu terlihat jelas dan tak dapat disembunyikan.

"Kamu udah bangun, nak? Ayo sarapan dulu."

Lisa mendekat dan mencoba menggiringku ke dapur.

Aku baru saja terbangun, jadi aku hanya menurut dan berjalan sedikit terhuyung ke dapur. Meskipun aku sempat berpikir untuk menolaknya karena aku belum lapar, setelah aku melihat mata Lisa yang basah seperti mau menangis, aku tidak jadi menolak dan tetap berjalan ke dapur.

Belum sampai di dapur, aku teringat kejadian kemarin. Aku gagal menggunakan sihir angin dan terjadi ledakan.

...

Ledakan!

Aku langsung memeriksa tanganku. Tidak ada luka atau lecet sedikit pun di tanganku. Lalu bagaimana dengan ruangan Lisa? Apakah buku-bukunya rusak? Aku tidak mau itu terjadi, aku masih belum menguasai sihir satupun. Masih ada juga buku-buku yang belum kubaca. Selain itu, itu buku Lisa. Bukan milikku. Kalau sampai rusak, meskipun aku hanya anak kecil yang mungkin tidak akan dimarahi dengan keras, tetap saja aku akan merasa bersalah.

Ah, tidak. Ada masalah yang lebih genting. Kalau Lisa sampai tau aku membaca buku-buku milik dia seenaknya, memraktekkan sihir yang cukup berbahaya dalam bukunya tanpa pengawasan, dan bahkan merusakkannya, identitasku sebagai orang yang bukan berasal dari dunia ini bisa terancam.

Sampai saat ini, orang tuaku belum pernah mengajariku cara membaca dan menulis. Oleh karena itu, mungkin memang di dunia ini orang seumuranku rata-rata belum bisa membaca ataupun menulis. Secara logika juga tidak mungkin ada anak kecil berumur tiga tahun dapat belajar membaca dan menulis secara otodidak, bahkan mencoba mengeluarkan sihir sendiri.

Orang tuaku pasti akan sangat curiga padaku.

Aku harus kembali ke ruang baca itu dan mengecek apakah aku meninggalkan bukti-bukti yang dapat membuat mereka curiga.

"Ah, ibu, aku mau ke toilet dulu."

Tanpa menunggu jawaban Lisa, aku segera berlari ke lantai dua menuju ruang baca. Aku pun lupa akan raut wajah Lisa yang terlihat hampir menangis tadi, dan pergi dalam sekejap. Toilet di rumahku ada dua, satu di lantai dua, dan satu lagi di kamar orang tuaku di lantai satu. Aku selalu pergi ke toilet lantai dua karena aku merasa tidak sopan masuk ke kamar sepasang suami-istri hanya untuk memakai toiletnya. Meskipun mereka orang tuaku, tetap saja aku yang sudah berumur 30 tahun ini merasa tidak enak mengganggu mereka.

Aku berlari menaiki tangga dan langsung menuju ruang baca.

"... A, ah..."

Pintu ruang bacanya terbuka, buku-bukunya sudah kembali rapi di lemari. Setelah kejadian kemarin, buku-bukunya seharusnya masih ada di lantai setelah kubaca. Aku ketahuan telah membaca buku Lisa tanpa izin.

Kehidupan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang