Cerita 11 - Ramalan

201 16 0
                                    

"Jangan pulang dulu ya, saya mau bicara dengan kamu dan orang tuamu."

Itulah yang dikatakan Pak Arthur sebelum hari pertama sekolahku berakhir.

Di hari pertama ini kelas belum dimulai. Setelah perkenalan, Pak Arthur hanya menjelaskan bagaimana peraturan di sekolah ini dan jadwal sekolah. Tidak terlalu panjang, hanya berlangsung satu jam setelah perkenalan selesai. Intinya, peraturan dasar di sekolah ini ada tiga. Pertama, kelas dimulai jam 8:00 dan aku harus datang sepuluh menit lebih awal. Kedua, di sekolah ini tidak perlu memakai seragam, asalkan pakaian yang dikenakan sopan, itu tidak masalah. Terakhir, penggunaan sihir di dalam sekolah hanya boleh saat kelas sihir dan sesuai dengan pelajaran, di luar itu, penggunaan sihir sekecil apapun akan mengakibatkan skors atau dikeluarkan dari sekolah.

Aku rasa selama aku bisa menahan diri untuk tidak menggunakan sihir, tidak akan terjadi masalah. Aku tidak mau kegiatan sekolah yang sudah kutunggu-tunggu ini berakhir begitu saja karena aku tidak sengaja mengeluarkan sihir.

Setelah kelas selesai, semuanya pulang kecuali aku. Aku dan Lisa diantar oleh Pak Arthur menuju ruangannya.

"Ini masih hari pertama, tapi kamu udah bikin masalah."

Lisa berbisik memarahiku. Aku hanya tertunduk tak berani berkata apa-apa. Aku malu karena masalah yang aku buat adalah membuat diriku sendiri terlihat seperti banci di mata teman-temanku yang lain.

Setelah kami sampai di ruangan Pak Arthur, kami dipersilahkan duduk di sofa yang sepertinya memang disediakan untuk tamu. Ruang kerjanya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Paling tidak cukup untuk memuat tamu sampai sekitar 4-5 orang.

Pak Arthur menarik kursi dari meja kerja pribadinya dan duduk di hadapan aku dan Lisa. Ia menghela nafas lalu menatap Lisa dan mulai berbicara.

"Nyonya Lisa, maaf kalau saya tidak sopan di hari pertama sekolah Gils. Belum lagi ini pertemuan kita setelah sekian lama."

"Haha. Tenang saja Arthur. Bagaimana kabarmu? John menitipkan salamnya padamu."

"Ah, aku baik-baik saja. Mohon kirimkan kembali salamku kepada Tuan John."

Tuan? Nyonya? Ada apa ini?

Sepertinya Pak Arthur dan orang tuaku sudah saling mengenal. Aku ingin menanyakannya, tapi suasananya sedang tidak sesuai untuk menanyakan hal seperti itu. Aku sedang dalam masalah.

"Apakah nyonya tahu apa yang dikatakan Gils tadi saat perkenalan?"

"Eh? Saya tidak tahu, saya hanya menunggu di luar dan tidak mendengar apa-apa. Orang tua siswa yang lain mengambil posisi paling depan, bahkan mengintip ke dalam saja aku tak bisa."

"Kalau begitu, saya akan bertanya langsung menuju topik utamanya. Apakah Gils benar-benar anak nyonya?"

"MAKSUDMU APA, BERTANYA SEPERTI ITU!?"

Lisa seketika berdiri dengan murka. Ia menaruh tangan kirinya di bahuku seakan berkata, "Mundur, nak. Hati-hati dengan orang ini."

"...Maaf, saya tidak sopan. Sebenarnya saya bertanya ini karena tadi di kelas saat perkenalan, ketika saya panggil namanya, dia menjawab 'Ahya'. Apakah mungkin ia pernah mendengarnya di suatu tempat?"

"...!!!"

Lisa terkejut mendengarnya. Ia bahkan langsung menarik tangannya dari bahuku dan memandangku dengan tatapan khawatir dan seakan-akan ia tak mau dekat-dekat denganku. Wajahnya sama seperti teman-teman di kelasku tadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah 'Ahya' benar-benar nama yang segitu menjijikkannya sampai-sampai ibuku sendiri tak mau menyentuhku setelah mendengarnya? Atau apakah banci di dunia ini benar-benar dikucilkan? Tapi kalau benar seperti itu, wajar saja teman-teman sekelasku sampai menangis mendengarnya tadi.

"Gils, apakah kamu benar-benar bilang seperti itu tadi?"

"I... ya... Tadi aku lagi nggak fokus, terus tiba-tiba namaku dipanggil sama Pak Arthur. Karena kaget, jadi bilang 'Ah ya' gitu."

Lisa menatapku dengan wajah serius. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Aku hanya tahu kalau ini bukanlah sesuatu yang baik. Melihatnya seperti ini, aku hanya bisa menjawab jujur dengan gugup.

"... Arthur, sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Saya dan John tidak pernah menceritakan tentang 'Dia' kepada Gils. Meskipun Gils senang membaca buku di rumah, tapi kami tidak punya buku yang menyebutkan tentang keberadaan 'Dia'."

'Dia'? Jadi apakah benar-benar ada seseorang yang bernama Ahya? Kalau begitu teman-temanku dan Lisa tidak mengiraku sebagai seorang banci, tapi mengira kalau aku adalah orang bernama Ahya ini. Tapi kenapa mereka semua sampai terkejut seperti tadi, aku masih belum paham.

Setelah Lisa menyelesaikan kesalahpahaman ini, akhirnya kami diizinkan untuk pulang. Selama perjalanan pulang, Lisa terus memasang wajah khawatir. Aku juga jadi ikut khawatir melihatnya. Aku beranikan diri untuk bertanya kepada Lisa, dan ia pun menjelaskan kepadaku tentang Ahya.

Ternyata di dunia ini ada sebuah ramalan yang menyatakan bahwa di masa depan akan ada perang besar. Perang yang benar-benar besar antara ras Iblis melawan seluruh ras di Venus lainnya. Di masa tersebut, meskipun ras Iblis memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding ras-ras lainnya secara individu, tapi jika berperang melawan seluruh ras lainnya yang ada di Venus, mereka tidak mungkin menang. Tapi, di ramalan tersebut juga dikatakan bahwa akan lahir seorang pemimpin yang sangat hebat yang datang dan memimpin pasukan ras Iblis untuk melawan ras-ras lainnya. Kehebatannya dikatakan sampai bisa menghancurkan seluruh dunia ini sendirian. Pemimpin yang dimaksud itu bernama Ahya.

Sampai sekarang dunia masih aman dan tentram. Belum ada tanda-tanda akan terjadi perang dengan ras Iblis. Apabila memang Ahya tersebut sudah lahir, dengan kehebatannya itu, paling tidak sudah ada desas desus kelahirannya yang sampai ke Asura. Tapi karena sampai sekarang desas desus itu belum terdengar, semuanya masih merasa aman. Oleh karena itu, mendengar ada seseorang yang menyebut dirinya bernama Ahya secara tiba-tiba, ditambah di sebuah kelas di sekolah yang berisi anak-anak berumur enak tahun, wajarlah jika semuanya terkejut bahkan sampai menangis.

Nama Ahya juga sering dipakai oleh orang tua untuk menakut-nakuti anaknya yang berbuat nakal, oleh karena itu sebagian besar anak-anak sudah mengetahui betapa menyeramkannya Ahya itu. Tapi, John dan Lisa tidak pernah menakut-nakutiku seperti itu. Atau mungkin mereka tahu aku tidak bisa ditakut-takuti dengan cara seperti itu. Entahlah, tapi yang pasti karena hal ini, aku belum pernah mendengar nama Ahya atau betapa berbahayanya dia sampai saat ini.

Kini aku paham. 'Ahya' ibarat 'Dia-yang-namanya-tak-boleh-disebut' dari kisah Harry Potter. Bahkan menyebut namanya pun bisa membuat semua orang ketakutan. Aku rasa mulai sekarang aku harus berhati-hati dalam menggunakan bahasa lain selain bahasa Manusia Venus meskipun secara tak sadar.

Dankarena mendengar kisah ini, aku pun lupa menanyakan hubungan Lisa, John, danPak Arthur. Ya sudahlah, saat ini suasananya sedang tidak enak. Akan kutanyakandi lain waktu.    

***

Kehidupan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang