Cerita 10 - Elealion

239 15 0
                                    

Tanggal 1 bulan 9.

Hari yang sudah kutunggu-tunggu.

Hari saat statusku berubah menjadi siswa di sekolah.

Hari saat aku bisa melangkah ke dunia luar.

Untuk menyambut hari ini, sejak aku menerima surat itu, aku terus mempersiapkan diri. Memang biasanya di hari pertama sekolah tidak ada yang perlu dipersiapkan, tapi aku merasa aku perlu mempersiapkan banyak hal. Kalau dihitung secara total, usiaku kini 32 tahun. Kira-kira sudah 28 tahun berlalu sejak aku duduk di bangku kelas 1 SD. Ya, mungkin sekolah di Venus berbeda dengan SD di Bumi, tapi aku rasa hal yang dipelajari dalam kelas paling dasar itu sama. Bahasa Manusia dan menghitung.

Sihir belum dipelajari karena anak normal pada umumnya baru bisa mengeluarkan mana sekitar umur sembilan atau sepuluh tahun. Dengan kata lain, yang dipelajari ialah ilmu pengetahuan yang paling mendasar. Dan aku harus bisa menyesuaikan diri agar tidak terlalu menonjol diantara murid-murid yang lain. Aku tidak boleh membuat orang-orang curiga kalau aku sebenarnya sudah dewasa. Karena terus memikirkan hal ini, aku pun merancang semua 'akting' yang akan kulakukan di sekolah nanti, mulai dari hal apa saja yang aku tahu, kemampuan baca-tulis, sampai kemampuan sihir.

Setelah kembali mengecek ulang persiapanku, aku memasukkan dua buah buku kosong dan sebuah pena ke dalam tasku. Tasku terbuat dari kulit Skum, monster kerdil tingkat E yang komposisi tubuhnya hanya terdiri dari kepala, tangan, dan kaki. Tanpa badan. Aku tahu karena John pernah bercerita kalau Skum ialah monster yang paling sering ia temui saat bekerja. Monster kecil yang selalu kesana-kemari merusak apapun yang mereka temui. Kalau dibandingkan dengan binatang biasa, mungkin Skum ibarat tikus. Senang berada di tempat yang gelap dan kotor. Tapi yang membuat Skum lebih menyebalkan ialah insting mereka untuk 'berbuat jahil' terhadap Manusia lebih besar. Meskipun rumahku jauh dari desa, tapi tak jarang ada Skum yang datang ke sini untuk mencoba menggerogoti dinding rumahku.

Jika melihat Skum, John biasanya hanya mengusirnya, ia selalu berpikir bahwa membunuh monster seperti itu hanyalah buang-buang waktu. Meskipun kita membunuh seekor Skum, besok pasti akan ada Skum lain yang datang. Tapi seminggu yang lalu akhirnya ia membunuh seekor Skum. Itu juga pertama kalinya aku melihat John membunuh monster. Dari gerakannya ia benar-benar terlihat seperti ahli tombak. Setelah membunuhnya, ia menguliti dan memberikannya pada Lisa. Kulitnya dijahit dan dibuat menjadi tas yang aku pakai saat ini, sementara dagingnya dimasak untuk makan malam.

Tenang, meskipun mereka tinggal di tempat yang kotor, bentuknya tidak menjijikkan seperti tikus, jadi aku rasa aman-aman saja. Seperti ikan lele. Lagipula, Manusia di Venus juga memang sudah biasa memakan daging Skum, seperti orang Bumi memakan daging ayam. Yang berbeda ialah kulitnya yang cukup keras dan tidak akan menjadi empuk meskipun sudah dimasak, karena itu biasanya hanya dijadikan tas atau sampul buku.

Setelah aku selesai bersiap-siap, aku, John, dan Lisa pergi bersama menuju sekolah. Tentu saja dengan berjalan kaki. Dari rumahku sampai pintu gerbang desa Chtala hanya memakan waktu sekitar satu setengah jam. Mungkin aku belum pernah menyebutkannya sebelumnya, tapi Chtala ialah desa kecil yang bisa dilihat dari jendela rumahku. Juga tempat dimana John bekerja menjaga gerbang. Dari sana, hanya tinggal berjalan 25 menit lagi untuk sampai ke sekolah yang berada di kota Elealion, Ibukota kerajaan Asura.

Kami bertiga berjalan menelusuri jalan setapak di tengah padang rumput. Tidak ada pemandangan lain yang bisa dilihat selain desa Chtala dengan latar belakang pegunungan di depan, dan rumahku di belakang.

Perjalanan yang membosankan.

Sudah lima tahun sejak terakhir kali aku benar-benar berjalan keluar dari rumah, tapi tidak terjadi apa-apa. Aku tahu, tidak terjadi apa-apa adalah hal yang bagus, tapi aku sudah terlahir di dunia penuh monster dan sihir seperti ini, paling tidak dalam pengalaman pertamaku menjelajahi dunia ini aku ingin mencoba bertarung melawan monster. Monster kecil dan lemah sekalipun tak apa, yang penting aku bisa merasakannya. Sayangnya sampai kami sampai di gerbang desa Chtala tak ada satu pun monster atau makhluk lain yang menyerang kami. Perjalanan kami bernar-benar berlangsung dengan aman.

Kehidupan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang