Cerita 12 - Sang Jenius

247 22 1
                                    

Hari ini adalah hari keduaku untuk pergi ke sekolah. Kali ini baik John maupun Lisa tidak ikut menemaniku ke sekolah. John bilang ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Sedangkan Lisa, ia sudah ada pasien dari pagi, sehingga keduanya tidak bisa menemaniku.

Mekipun rumah kami jauh dari sekolah dan ada kemungkinan aku akan menemui monster liar di perjalanan, tapi John bilang kalau ia percaya padaku karena aku sudah bisa menggunakan sihir sampai tingkat menengah. Mendengarnya, aku sendiri jadi cukup percaya diri untuk pergi sendiri.

Setelah mandi dan sarapan pagi, aku berangkat ke sekolah dengan menyelempangkan tas kulit Skumku di bahu. Meskipun masih pagi, suhu udaranya cukup panas, tapi karena hari ini cukup berangin, aku masih bisa merasakan sejuknya pagi hari.

Aku menelusuri jalan yang ditunjukkan oleh John dan Lisa kemarin. Melalui Desa Chtala dan terus sampai ke Kota Elealion. Singkat cerita, aku sampai di sekolah dan mulai belajar seperti layaknya sekolah biasa.

Teman-teman sekelasku terlihat masih sedikit takut kepadaku karena peristiwa kemarin. Aku rasa akan sulit membuat teman untuk sementara waktu.

Hari ini Pak Arthur memulai dengan pelajaran membaca dan menulis. Aku sudah menguasai ini di luar kepala, tapi aku berpura-pura baru belajar agar tidak dicurigai. Setelah 1-2 jam, aku mulai bosan dengan pelajaran seperti ini. Pikiranku mulai melayang-layang dan...

"Gils!!"

"Iya, Pak!"

Aku terkejut dan langsung berdiri. Untung saja kali ini aku tidak menyebut nama Ahya. Tapi sampai dikejutkan dalam dua hari berturut-turut, aku rasa aku harus benar-benar berhati-hati.

"Kemarin masih hari pertama, jadi masih bisa dimaafkan. Tapi sekarang kamu bengong lagi. Sebagai hukumannya, maju ke depan dan tuliskan huruf-huruf dari A-J!"

"Baik, Pak."

Aku beruntung hukumannya hanya menulis di papan tulis. Tapi aku tetap harus lebih berhati-hati.

Seperti yang aku bilang sebelumnya, huruf bahasa Manusia di sini tidak jauh beda dengan di Bumi. Ada 26 huruf seperti alfabet dan cara bacanya juga sebagian besar mirip. Memang bentuk hurufnya berbeda dengan alfabet, tapi urutannya sama. Oleh karena itu, di sini aku mengibaratkannya dengan alfabet agar lebih mudah dimengerti. Yang berbeda hanya sedikit, seperti huruf yang mirip dengan huruf 'U' di Bumi, tapi di sini dibaca seperti 'Hu' sambil sedikit mengeluarkan suara serak di tenggorokan. Awalnya aku juga sulit membaca huruf-huruf di sini, tapi kini aku sudah terbiasa.

Setelah aku maju dan menuliskan huruf A-J, Pak Arthur hanya terdiam melihatku. Ia menaruh tangannya di mulutnya seperti sedang berpikir.

"... Aku dengar dari Kepala Sekolah kalau kau sudah mulai bisa membaca dan menulis, oleh karena itu kau bisa masuk sekolah meskipun usiamu masih lima tahun. Tapi yang kudengar adalah kau baru 'mulai' bisa membaca dan menulis. Bukannya sudah 'lancar' membaca dan menulis."

"Eh?"

Pak Arthur menekankan kalimatnya pada kata 'mulai' dan 'lancar'. Aku langsung berkeringat dingin dan segera menengok ke tulisanku di papan tulis.

Pak Arthur benar. Aku menuliskannya dengan sangat rapi. Aku lupa berpura-pura menulis tulisan jelek dan besar-besar seperti anak yang baru belajar menulis. Gawat. Ini semua gara-gara aku tadi bengong. Kalau begini terus bisa-bisa aku benar-benar akan terancam ketahuan.

"Plok... Plok... Plok..."

Tiba-tiba aku mendengar suara tepukan tangan yang pelan dan perlahan dari belakang. Aku menengok dan anak lelaki yang duduk di bagian tengah kelas berdiri sambil bertepuk tangan dengan perlahan. Mukanya terlihat seperti kagum melihat tulisanku di papan tulis.

Kehidupan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang