Cerita 7 - Pedang

287 16 0
                                    

Satu minggu setelah aku berhenti mempelajari sihir dari Lisa, aku bosan.

Ya, sangat bosan.

Seorang penyihir tingkat Menengah sepertiku menggunakan sihir hanya untuk menyuci piring dan menyapu rumah. Mendengar ceritanya saja, siapa pun pasti akan bosan, apalagi melakukannya!?

Biasanya penyihir tingkat Menengah sudah menjadi prajurit kerajaan, petualang, guru, atau pekerjaan-pekerjaan lainnya yang bisa dibanggakan. Mungkin di dunia ini hanya aku satu-satunya penyihir tingkat Menengah yang menggunakan sihirnya hanya untuk membersihkan rumah setiap harinya.

Aku mulai memikirkan cara untuk menghabiskan hari-hariku secara produktif.

Aku pergi ke halaman rumahku dan mulai berlatih sihir sendiri. Tentu saja setelah aku selesai membersihkan rumah dan di saat Lisa sedang tidak ada pasien. Meskipun rumahku sebenarnya berada di tengah padang rumput, tapi ada jarak sekitar lima sampai enam meter dari dinding sampai pagar rumahku. Bagian ini yang aku anggap sebagai halaman. Hanya tanah kosong dan dua buah pohon apel di sisi kanan halaman rumah ini.

Sepertinya meskipun ini dunia yang berbeda dengan bumi dan banyak makhluk hidup yang belum pernah aku lihat sebelumnya, tapi ada beberapa yang sama seperti di bumi seperti pohon apel ini.

Aku tidak mau melatih sihirku dekat pohon tersebut, aku takut tidak sengaja merusak pohonnya. Aku berjalan ke sisi kiri halaman dan mulai berkonsentrasi mengendalikan manaku secara perlahan.

Sebenarnya aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku latih. Aku hanya mencoba mengendalikan sihir-sihirku secara asal. Tidak ada yang berubah. Kemampuanku masih sama seperti terakhir kali Lisa melatihku.

Aku berhenti sejenak dan mulai berpikir bagaimana sebaiknya aku melatih diriku sendiri.

Untuk mengeluarkan sihir, aku harus membaca mantra terlebih dahulu. Seperti yang aku jelaskan sebelumnya, orang-orang di sini percaya bahwa setiap elemen dalam sihir memiliki Dewa-nya masing-masing. Dan untuk meminjam kekuatan sihir pada Dewa tersebut, kita perlu membaca mantra. Mantra ini ibarat do'a, jika kita tidak melakukannya, maka para Dewa tidak akan meminjamkan kekuatannya. Semakin tinggi tingkatan sihirnya, semakin panjang mantra yang harus diucapkan.

Aku sempat berpikir untuk berlatih menggunakan dua sihir sekaligus. Tapi ketika aku sedang menggunakan sebuah sihir dan mencoba membaca mantra sihir lain, sihir yang pertama akan lenyap. Ini yang menjadi masalahku saat ini. Bahkan aku pun tidak bisa melakukannya. Aku memang tidak terbiasa multi-tasking, tapi bukan ini alasannya. Karena elemennya berbeda, sihir-sihir tersebut saling menolak satu sama lain. Intinya, aku tidak bisa melakukannya.

Aku harus memikirkan cara lain...

"Gils!!"

Tiba-tiba aku mendengar suara John. Sepertinya ia baru saja pulang dari pekerjaannya. Ia membawa pedang di punggungnya.

Eh..?

Bukankah John pengguna tombak? Kenapa ia membawa pedang?

Bahkan tombak yang biasa ia pakai pun tidak pernah ia bawa pulang ke rumah. Ia selalu menggunakan tombak pinjaman dari prajurit Asura untuk menjaga desa.

"John! Kamu sudah pulang? Kok cepat?"

Lisa langsung keluar rumah menghampiri John.

"Iya. Tadi aku berhasil menangkap monster yang mencoba masuk ke dalam desa. Itu monster level C, kalau sampai masuk ke desa, akan sangat berbahaya. Aku sudah menghubungi prajurit Asura, tapi mereka sedang pergantian shift, sehingga tidak ada yang datang membantu. Aku bersusah payah mengalahkannya sendirian dan akhirnya berhasil. Kepala desa berterima kasih dan memberikanku pedang ini sebagai tanda terima kasih. Aku rasa aku akan mulai berlatih menggunakan pedang. Haha"

Kehidupan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang