BAB 1

259 49 7
                                    

Angin yang bertiup membuat bunga-bunga di taman keluarga Darwell bergerak seolah menari. Akhir-akhir ini embusan anginnya terasa agak kencang, meski begitu langit di Eriwald tampak cerah dengan suhu panas yang mulai sedikit naik. Cassie duduk bersandar di pohon sembari menulis sesuatu di buku hariannya. Ia sengaja memilih tempat itu karena dirinya tidak akan terkena terik matahari. Bagian bawah gaunnya yang berwarna hijau tampak sedikit kusut, dan kotor. Namun, perempuan berambut cokelat ikal tidak terlalu memedulikannya.

Tangan Cassie bergerak dengan lihai, menorehkan kata demi kata di atas kertas putih. Bukan kejadian yang ia tulis di buku hariannya, melainkan sebuah lirik lagu. Sambil sesekali memandang ke arah hamparan bunga di depan, gadis bermata hijau bersenandung pelan mencoba mencocokkan nada dengan liriknya. Pena bulu yang warnanya serasi dengan gaun diletakan setelah lirik lagunya selesai. Senyum puas terukir di wajah Cassie.

"Coba kita lihat," ucap si perempuan sambil mengangkat tinggi-tinggi buku harian. Kepala bergerak ke kanan kiri mencari ranting pohon yang jatuh. Setelah menemukannya, Cassie memegang ranting itu.

Ia menghela napas sebelum memulai bernyanyi. Diiringi embusan angin yang menggerakkan helai-helai rambut, sehingga menghalangi pandangannya. Di saat yang bersamaan, sebuah pendar hijau mulai keluar dari telapak tangan Cassie. Pendar itu kemudian berubah menjadi sulur-sulur cahaya yang menyelimuti ranting, mengubahnya menjadi lebih besar. Namun, saat daun-daun hijau mulai tumbuh di ujung ranting, seorang wanita tua berpakaian pelayan berlari ke arahnya seraya memanggil. Konsetrasi si perempuan bermata hijau kacau seketika, dan ranting itu kembali layu seperti semula.

"Ah, Nona Cassie, maafkan saya." Pelayan itu terkejut melihat ekspresi murung nonanya. "Saya datang ke sini untuk memberikan surat dari Tuan. Baru datang hari ini."

Dalam sekejap, ekspresi murung si perempuan gaun hijau berubah. Buru-buru ia meletakan buku harian, dan berdiri menghampiri si pelayan. Surat itu terlihat lecek, tetapi tulisan tangan bersambung masih bisa terbaca di sana. Saat si perempuan berambut cokelat membalikkan surat, ia bisa melihat dengan jelas nama Krigg Darwell tertulis di pojok. Surat itu menjadi hal yang paling ia tunggu dari ayahnya, setidaknya semenjak sang ayah pergi ke luar kota untuk berbisnis.

"Terima kasih banyak," kata Cassie seraya kembali duduk bersandar di pohon.

Pelayan wanita itu sudah pergi ke dalam rumah, meninggalkan gadis bermata hijau tersenyum bahagia membaca isi surat. Selembar kertas putih dipenuhi kalimat bertinta hitam. Namun, jika diperhatikan, semakin ke bawah tulisan itu semakin terlihat berantakan. Tampaknya Krigg menulis itu dengan terburu-buru. Cassie tak mempermasalahkan itu.

Shadowglass, 28 Juli

Dear Cassiopheia Darwell

Bagaimana kabarmu, Nak? Kuharap kau sehat selalu dan tidak sedang bertengkar dengan Wezen lagi. Aku yakin di rumah semua baik-baik saja, kan? Aku di sini sedikit lelah, tapi jangan khawatir dengan keadaanku.

Sebelumnya, aku minta maaf karena tak bisa memenuhi keinginan tentang pernak-pernik khas daerah utara Seprapia. Ada kendala yang tak bisa kujelaskan detailnya, tapi aku harap kau tidak masalah jika kukirim surat saja. Sudah berapa lama aku tidak mengirim surat? Seminggu? Dua minggu? Ah, aku lupa. Yang penting surat ini sampai padamu.

Cassie, ada sesuatu yang ingin kusampaikan. Aku ingin kau memberitahu Wezen untuk menggantikan posisiku. Kalau kau tanya kenapa? Aku tidak yakin kapan akan kembali, dan banyak urusan yang perlu diselesaikan oleh keluarga kita. Aku percaya Wezen sudah siap untuk itu, lagi pula sejak lama ia selalu menantikan untuk bisa sepertiku. Sudah saatnya kau dan Wezen tidak bertengkar seperti anak-anak lagi. Aku yakin, ibumu ingin sekali melihat kalian bisa akur. Jangan buat ibumu menangis di alam sana.

Shadowglass Covenant [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang