Sebuah bangunan besar dengan dinding dipenuhi tanaman rambat menjadi satu-satunya bangunan yang berdiri di hadapan Cassie. Bangunan itu tampak mengerikan, langit gelap dan suara burung gagak seakan menambah kesan menyeramkan. Tak ada siapa pun di sekeliling si perempuan berambut ikal, membuat dia merasa sedikit merinding. Desiran angin menggerakan rok hitamnya, tetapi angin itu semakin lama semakin kencang sampai-sampai topi yang dipakai Cassie terbang. Ia pikir mengejar topi bukanlah perkara yang harus diselesaikan, rumah asing nan seram di hadapannya ini lebih menarik untuk dikunjungi. Perempuan itu juga yakin kalau sebenarnya ada manusia yang menghuni bangunan itu.
Samar-samar, Cassie mendengar suara perempuan melantun merdu. Persis seperti lagu pengantar tidur yang biasa ia dengar sewaktu kecil, tetapi suara itu tampaknya lemah, lebih seperti orang sakit yang bernyanyi. Karena rasa penasaran, perempuan berambut cokelat melangkahkan kakinya ke teras bangunan. Pintu utama warna hitam dengan gagang bundar bercorak bunga terbuka sedikit. Begitu Cassie mendekat, ia bisa menangkap suara lantunan berasal dari dalam. Seakan terhipnotis, perempuan itu masuk ke dalam bangunan.
Kesan pertama yang terbayang tentang bagian dalam bangunan adalah menyeramkan. Dindingnya diwarnai hitam, seolah belum puas dengan kegelapan yang dihasilkan oleh tembok, perabot-perabot di sana pun berwarna gelap. Kebanyakan cokelat tua atau biru tua, hanya bingkai lukisan yang berwarna emas mengilap. Cassie menengadah, lampu gantungnya terbuat dari kristal hijau, tetapi kristal itu tak memiliki fungsi sebagaimana kristal ajaib yang ada di Seprapia pada umumnya. Ruangan gelap di sana hanya disinari oleh lilin dan api dari perapian.
Sebenarnya, Cassie agak ragu untuk melangkah lebih jauh. Namun, kedua kakinya seakan-akan menolak mengikuti keinginannya. Perempuan itu terus melangkah semakin jauh ke dalam, sampai ia bisa melihat sebuah tangga dengan karpet merah seperti darah menutupi setiap anak tangga. Di ujung atas, mata hijau Cassie melihat seorang pria berdiri membelakangi, tetapi samar-samar ia bisa mendengar namanya dipanggil.
"Cassie ... Cas ... sie ... Cas ...."
Lantai atas terlihat gelap, jadi si perempuan memutuskan untuk mengambil tempat lilin di meja terdekat. Dengan gugup dan sedikit rasa takut, Cassie melangkahkan kaki di anak tangga pertama. Di saat yang bersamaan, pria itu memutar tubuh. Awalnya si perempuan tak sadar, tidak sampai ia menginjak anak tangga teratas. Netra hijaunya membelalak tatkala pria yang tadi memanggil ternyata ayahnya.
"Ayah? Ya Tuhan!" pekik Cassie sembari memeluk pria itu. Dia senang sekali akhirnya bertemu Krigg. Namun, euforia si perempuan lenyap saat Krigg menatapnya dengan berlinangan air mata. "Ayah? Ada apa?"
"Cassie ... tolong aku," lirih Krigg sembari mengulurkan kedua tangannya.
Mata perempuan berambut cokelat membesar, mulutnya menganga dengan napas tercekat. Tangan kanan Krigg telah berubah hitam, sementara yang kiri hanya telapak tangannya saja menghitam.
"Apa yang terjadi padamu?!" Cassie menarik tangan kanan Krigg menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya masih memegang tempat lilin.
"Tolong aku, Cassie. Tolong aku menghancurkan perjanjiannya," sahut Krigg dengan nada bergetar.
"Perjanjian? Apa maksudmu?"
"Dengar, Nak. Kau harus menghancurkan perjanjiannya." Krigg memegang pundak putrinya dengan tatapan sedih bercampur ketakutan. "Waktuku tak banyak, Shadows akan datang."
"Tapi ayah—"
"Pokoknya, hanya ini caraku untuk mengunjungimu. Hancurkan perjanjian ...." Krigg terdiam, mata hijau miliknya melebar. Ia lantas menarik si perempuan ke arah lorong gelap yang penuh dengan lukisan berbingkai emas. "Lari, Cassie!"
Namun, perempuan berambut cokelat tidak mengerti. Dia tidak mau meninggalkan sang ayah, setidaknya sampai pria itu mau menjelaskan maksud perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadowglass Covenant [TERBIT]
Fantasy(Sebagian isi telah dihapus untuk kepentingan penerbitan. Bisa dipesan di Tokopedia dan Shopee) "Saat kau memasuki Shadowglass, kau akan menemukan rahasia gelapnya. Tapi, perlu kau ingat bahwa seseorang yang masuk ke kota itu tidak pernah keluar dar...