BAB 5

73 19 1
                                    

Kyle sama sekali tidak percaya dengan ucapan sepupunya, ia merasa kalau perkataan itu terlalu nekat dan gegabah. Ia tahu jika Cassie begitu menyayangi Krigg, tetapi pergi ke tempat itu bukanlah ide yang bagus. Meski Shadowglass dianggap legenda, dari semua informasi yang diterima Kyle, meyakinkan dirinya bahwa kota itu bukan kota biasa. Saat ini, ia hanya berharap keyakinannya dipatahkan. Sebelum dia melontarkan kalimat untuk menentang ide sepupunya, Kyle harus memikirkan terlebih dahulu kata-kata yang pas agar perempuan itu tidak tersinggung. Mendadak saja keraguan mengutarakan pendapat muncul, menyebabkan si pria rambut cokelat harus menahan suaranya untuk keluar.

"Nona Darwell, bukannya aku tidak menyetujui idemu, tapi ... tempat itu terlalu jauh," celetuk Tuan Morran sembari bersedekap. Di saat yang bersamaan Kyle mengembuskan napas pelan, merasa lega karena pendapatnya telah diwakilkan.

"Aku tetap akan pergi, Tuan Moran. Aku punya uang dan tidak akan merepotkan orang lain," timpal Cassie dengan nada terdengar kesal. Wajah perempuan itu bahkan berubah muram dengan tatapan yang dialihkan. "Aku permisi."

Langkah si perempuan rambut cokelat terdengar buru-buru saat meninggalkan toko buku, membuat dua pria di sana saling bertukar pandang. Kyle hendak membuka mulutnya untuk meminta maaf atas perilaku sepupunya, tetapi Tuan Moran mendengkus pelan sambil memasangkan peta di dinding belakang meja kasir. Hal ini membuat Kyle jadi ragu, ujung-unjungnya pria dengan netra cokelat bergerak tak nyaman. Kakinya melangkah ke rak buku terdekat, berpura-pura melihat buku yang diletakan di sana.

"Dia tidak bisa pergi sendirian," ucap Tuan Moran. Sontak Kyle langsung menoleh, memperhatikan pria rambut hitam. "Meski Shadowglass tidak ada, tapi hutan kabutnya nyata."

"Jika Cassie ingin pergi, aku tak bisa menahannya." Kyle mengedikkan bahu, mata cokelat kembali memandangi judul buku di hadapannya.

Tuan Moran mengembuskan napas lelah sebelum memutar tubuh, menghadap Kyle yang masih memperhatikan buku. "Saran dariku jika Nona Darwell mengotot ingin ke sana, setidaknya dia harus punya sihir yang cukup kuat. Kudengar hutan kabut itu melenyapkan siapa pun yang masuk ke sana."

Perlahan-lahan kepala si pria rambut cokelat menoleh pada pemilik toko, matanya membesar tatkala kalimat terakhir itu terngiang-ngiang di kepala. Ia tahu Tuan Moran baru saja memperingatinya, dan apa pun yang tersembunyi di balik kabut misterius akan menjadi tantangan terbesar Cassie. Kyle tidak bisa membiarkan sepupunya dalam bahaya, tetapi ia juga tak mau terlibat petualangan dengan kemungkinan penuh bahaya. Baginya, ini keputusan yang sulit.

❇❇❇

Sambil memperhatikan jam saku emas setengah telapak tangannya, pria rambut cokelat lantas mendengkus pelan. Beberapa saat yang lalu, ketika ia keluar dari toko Tuan Moran, Cassie sudah menghilang. Namun, kereta kuda masih terparkir di depan toko buku. Kyle mencoba mencari kemungkinan tempat yang akan dikunjungi si perempuan, dan dugaannya adalah bank. Sepupunya itu menyinggung kalau dia punya uang sendiri untuk pergi ke Shadowglass, berarti saat ini ia pasti berada di sana.

Tangan Kyle memasukkan jam saku ke balik jas. Pria itu memutar tubuh untuk masuk ke dalam bank, tetapi tak jadi karena yang dicarinya sudah muncul. Perempuan dengan gaun dan mantel ungu berjalan keluar dengan tas kecil yang tampak penuh. Ia sepertinya tak menyadari kehadiran Kyle yang berdiri tepat di samping tangga masuk, sehingga perempuan rambut cokelat berjalan melewati sepupunya.

"Cassie, tunggu!" seru Kyle sambil menyusul. Yang dipanggil menghentikan langkah dengan kepala bergerak ke kanan kirinya mencari si pemanggil. "Aku tahu kau pasti ke sini."

"Memangnya kenapa?" tanya Cassie dengan nada dingin.

"Kau serius akan pergi ke hutan kabut itu? Oh, ayolah Cassie, terlalu berbahaya. Bukan masalah misteri kotanya, tapi—"

Shadowglass Covenant [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang