2. Dia Langit

4.6K 350 10
                                    

Aku masuk ke dalam pesawat dan segera mencari nomor kursi yang akan aku duduki. Aku mendapati orang yang lebih dulu menempati kursi di sebelahku.

"Permisi" aku berusaha meminta jalan agar bisa duduk di kursi yang kebetulan ada di dekat jendela pesawat

Tanpa melihatku terlebih dahulu, orang itu langsung memberi jalan, aku lalu duduk di kursi ku. Suasana pesawat sudah mulai terisi dengan banyaknya penumpang, tinggal tunggu beberapa saat lagi, pesawat ini pasti akan lepas landas.

Perlahan pintu pesawat ditutup, riuh penumpang lain perlahan mereda karena pramugari yang memandu seluruh penumpang dengan dua bahasa, aku hanya memperhatikan sekilas.

Aku termasuk orang yang suka membaca situasi di sekitar, aku mulai berbalik ke sebelah kiri ku dimana ada dua kursi lainnya yang aku tak tahu siapa yang duduk, tepat di sebelahku ada anak lelaki yang memberiku jalan tadi, usianya sebaya denganku, lalu kedua dari kiri ku ada lelaki parubaya yang sudah cukup tua, aku tidak tahu apakah anak lelaki dan pria disampingnya ada hubungan, tapi setahu ku anak lelaki ini datang sendiri, sebelum pria disampingnya menyusul.

Setelah pramugari selesai memberi tahu penumpang segala peraturan dan tips keselamatan selama di dalam pesawat, mesin pesawat mulai dinyalakan dan pesawat perlahan jalan. Aku mengencangkan sabuk pengaman ku, harap-harap cemas.

Pesawat tiba-tiba melaju dengan kecepatan lebih kencang dari sebelumnya, membuat jantung ku berdetak dengan cepat. Aku memeluk tas ransel ku erat, masih grogi. Ini bukan pertama kali aku naik pesawat, tapi tiap kali pesawat akan lepas landas atau mendarat, aku tetap saja tidak bisa menyembunyikan keteganganku.

Aku merasakan pesawat perlahan naik, naik, dan naik meninggalkan tanah, posisi miring saat ini bisa kurasakan. Tiap berada di posisi seperti ini aku selalu membayangkan bagaimana jika tiba-tiba saja pesawat yang setengah naik ini mesinnya mati, oh baiklah sepertinya aku berlebihan.

"Naik, naik, naik" ucapku pelan tidak berani melihat jendela yang berada di sebelah kanan

Pesawat akhirnya berjalan stabil di ketinggian, dengan posisi normal seperti sebelumnya, pramugari menginfokan sabuk pengaman sudah dapat dibuka.

Aku bernafas lega "Akhirnya" sambil merenggakan tangan yang sedari tadi memeluk tas ransel dihadapanku.

"Lebay, tau ga" mataku menyipit mendengar suara yang sepertinya berasal dari orang yang dekat denganku, aku berbalik ke kiri, mendapati pria tua kedua dari kiriku tengah asik terlelap sementara cowok yang berada tepat disamping ku memandang ku dengan tatapan menilai. Tidak salah lagi, pasti dia yang mengejek ku dengan sebutan 'lebay'.

"Baru pertama kali naik pesawat yah?" ucapnya lagi dengan nada merendahkan, aku bahkan belum menjawab, orang disamping ku ini bahkan sudah mengejek ku dengan kalimat keduanya.

Aku menarik napas berusaha meredam kesal "Maaf ya, gue emang gitu kalau pesawat lagi take off, dan ini bukan pertama kali, gausah sok tahu!" jawabku tak mau kalah

Cowok tadi mengeluarkan ipod dan headshetnya "Bukan sok tahu, emang kenyataannya lo berlebihan"

"Bukannya wajar yah kalau orang grogi? ini tuh salah satu respon alami dari tubuh" jawabku masih berusaha mempertahankan argumen, tapi cowok itu malah memasang headshetnya dan menghadap ke depan seolah-olah aku berbicara sendiri

"Sialan" umpat ku lagi dan segera membuka tas ransel yang penuh dengan camilan, aku mengambil sebungkus dan segera memakannya.

Tidak seharusnya juga aku mengeluarkan kalimat yang jelas-jelas menandakan aku khawatir, lihat? orang asing disampingku bahkan mengejekku berlebihan. Ah iya aku lupa, sekararang aku sedang tidak bersama dengan Bunda, Ayah dan Zahra. Kalau ada mereka pasti daritadi aku ditenangkan, bukan malah diejek.

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang