Tami memukul meja dengan cukup keras, buru-buru menelan es teh manis yang baru sampai di kerongkongannya "Biru demi apa?! lo kok ga minta id line atau apa gitu?"
Beberapa murid yang berada dekat dengan meja ku berbalik karena respon dari Tami yang bisa dibilang berlebihan "Heboh banget lu sat" jawab ku pada Tami
Citra memasukkan sendok terakhir dari bubur ayamnya dan meminum air mineral dalam botol yang selalu ia beli "Untuk pertama kali, gue setuju dengan Tami" ucap Citra
"Weh denger ya, ngapaiin gue minta kontak dari Langit coba? yang ada tuh dia nantinya ke-ge-er-an" jawab ku dengan menekankan kata per kata dari kalimat terakhir
"Alah lo mah jaim, nanti juga kangen ama Langit, ew" jawab Tami diikuti anggukan dari Citra
Setelah semalaman menahan diri untuk bercerita secara langsung dengan Tami dan Citra, respon dari mereka ternyata tidak sesuai ekspektasi. Maksud ku, seharusnya Tami dan Citra merasakan kekesalan ku karena Langit, bukan malahan menyalahkan ku karena tidak meminta kontak dari cowok itu. Setelah kemarin Langit pergi begitu saja meninggalkan ku di Bandara, aku seperti orang aneh yang bahkan lupa untuk menghubungi Bunda yang sudah harap-harap cemas, karena sibuk mencari koper yang tak kunjung terlihat.
"Permen karet dari Langit masih ada ga, Ru?" tanya Citra kemudian
"Tau" jawabku malas sambil mengangkat bahu
Tami tertawa "Napa emangnya Cit? lo mau ya? Biru mana mau kasi, dari orang spesial. Ya gak, Ru?"
Aku mengaduk jus semangka di hadapan ku dengan tatapan enggan kemudian menatap malas ke sekitar kantin yang sedang ramai-ramainya, Tami dan Citra benar-benar membuat ku badmood.
"Weh! Kak Zidan!" bisikku pada Tami dan Citra yang berada dihadapan ku
Tami dan Citra berbalik mengikuti arah tatapan ku, disana ada Kak Zidan yang sedang duduk dengan teman sekelasnya.
Biar ku perkenalkan kakak kelas ku yang satu ini, Zidan Adiyatmono, cowok jangkung yang ramah dan senang tertawa, tampang bisa dibilang diatas rata-rata, ia duduk di kelas 12 MIPA 5, yang aku tahu dari Kak Zidan ialah dia sangat menyukai fotografi, tahun lalu ia merupakan ketua dari TUSAFI atau Tunas Bangsa Fotografi, yang merupakan ekskul fotografi di sekolah. Sejauh ini belum ada catatan merah dari Kak Zidan, tidak pernah terlihat bolos, kedapatan merokok, tawuran atau hal yang bad lainnya. Kak Zidan sangat ramah dan itu membuat aku, Tami, dan Citra sering iseng menyapanya, padahal kami tidak ada hubungan sama sekali. Lagi pula siapa yang tidak suka cowok ramah?
"Kita langsung ikutan duduk ama dia pun, doi pasti ga bakal marah haha" kata Citra
"Ye pantat gajah, Kak Zidan pasti ga marah, tapi kalo lo dikatain ama temen-temennya, mau?" jawab Tami
Aku tertawa masih memandang ke arah Kak Zidan "Seandainya semua cowok kayak Kak Zidan yah"
Tami dan Citra memandang ku aneh "Ru, lo udah ada Langit, Kak Zidan udah gue booking ya" respon Citra
"Enak aja lo!" Tami langsung protes
Aku meminum jus semangka di hadapan ku, terbiasa dengan momen dimana dua orang diantara kami akan ber-argumen tentang cowok. Percayalah, yang membuat masa SMA kalian lebih berwarna yaitu 1 kata 5 huruf, cowok.
"Ru, Ru, bayangin deh gue diajar fotografi ama Kak Zidan, tangan gue dipegang-pegang gitu pas liat hasil jepretan hahaha" Citra mengeluarkan tawanya yang khas, cewek hijab ini memang selalu punya imajinasi yang tinggi, kelewat tinggi biasanya.
"Mending gue lah Cit, jadi model foto Kak Ziㅡ"
"Kak Zidan"
"Oh, Hei" Kak Zidan tersenyum, membalas sapaan ku, aku menyapa Kak Zidan yang kebetulan lewat disamping meja ku, Tami dan Citra tentu saja tidak tahu karena ia sedari tadi membelakangi meja Kak Zidan.
Beberapa langkah Kak Zidan meninggalkan kantin, ekspresi kesal dari Citra dan Tami terlihat jelas "Sokab lo Ru! najis tau ga" umpat Tami, "Ih maunya nyapa sendiri! ga solid" tambah Citra
Aku tertawa terpingkal-pingkal "Biarin, lagian khayalan lo pada jangan ketinggian, gue masih pagi udah dapat senyum dari doi, babay!" Aku tertawa sambil beranjak meninggalkan Tami dan Citra.
ו×
Aku membuka pintu rumah dan segera masuk, mengambil segelas penuh air dingin dan meneguknya sampai habis. Cuaca siang ini sangat panas, sangat. Terlebih transportasi satu-satunya aku menuju sekolah hanya menggunakan kaki, yap, jarak rumah dan sekolah ku cukup dekat, hanya berjarak ±200 meter, terkadang saat aku melupakan sesuatu aku akan pulang ke rumah untuk mengambilnya, enak memang. Tapi jika ada tugas kerja kelompok, percayalah, rumah ku selalu menjadi sasaran empuk.
Aku mencuci gelas yang ku pakai minum tadi dan segera menaruhnya kembali di rak piring, aku lalu masuk ke kamar dan segera berganti pakaian, menyalakan air conditioner pada suhu terendah.
Ku lirik jam di handphone ku menunjukkan pukul 3 kurang 10 menit, sehabis makan siang di warteg dekat sekolah membuat ku mengantuk, tapi aku urung untuk tidur siang, kalau aku tidur siang, nanti malam aku akan begadang dan esok pagi aku akan terlambat ke sekolah. Ada Bunda saja aku sering terlambat bangun, apalagi kalau Bunda tidak ada di rumah.
Mata ku berhenti di meja belajar, permen karet dari Langit masih ada disana. Di pesawat, Langit memberi ku dua permen karet, satunya ku makan dan satunya lagi ku simpan, bukan simpan, hanya tidak mood untuk memakannya. Ah lagi-lagi Langit! siapa yang peduli dengan cowok itu? biar ku tebak, detik ini dia pasti sedang memandang orang lain dengan tatapan anehnya, atau sedang mengeluarkan kalimat menyebalkannya, bisa jadi ia mendengarkan musik seolah-olah tertidur.
Tapi aku penasaran, siapa Langit sebenarnya? kami sekarang berada di kota yang sama, Langit sekolah dimana? kelas berapa? tinggal dimana?ㅡbukan, aku sedang tidak memikirkannya, hanyaㅡpenasaran. Dimana Langit sekarang?
ו×
Hola! kasian yha biru penasaran hm, karekter langit emang lebih ke misterius yang entah berantah seluk beluknya. Oiya ada karakter baru namanya zidan, nanti bakal tau deh guna zidan ke depannya apa hehe btw mayan lah nyuri poto org di ig trs jadiin cast buat zidan wqwq buat yg penasaran bisa langsung cek ig danish, doi anak speech loh♥ tapi ig nya uda ga aktif:<
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru
Short Story[16/16 END] Apa jadinya berada dalam satu pesawat dengan cowok bernama Langit, cowok yang senang memberi tatapan intimidasi dan melontarkan kalimat menyebalkan. Bagi Biru, hari dimana ia berpisah dengan Langit adalah hari terindah dalam hidupnya, at...