8. Dunia Berhenti

3.5K 283 15
                                    

Aku berkedip sekali lagi berharap aku salah lihat, tapi sepertinya tidak. Seakan sekelilingku berhenti dan hanya aku dan dia yang membentuk lingkaran tersendiri.

Jantung ku mulai berdetak dengan kecepatan tidak seperti normalnya, aku sadar ini bukan mimpi tapi orang yang ku lihat di depanku seperti ilusi. Aku memperhatikan tiap inci dari orang itu, sneaker yang sama ketika kami bertemu di pesawat, celana jeans hitam serta kaos khas panitia penyelenggara pameran. Bukan, itu pasti bukan Langit.

Indra pendengaran ku sangat tajam dan mendengar dengan baik orang di ujung sana memanggilnya dengan sebutan Azka, bukan Langit. Bisa saja dia kembaran Langit bukan? oh baiklah aku mulai bertingkah konyol.

Kami beradu tatap kurang lebih 5detik dan aku berani taruhan, dia sama kagetnya dengan ku saat melihat satu sama lain, ia maju beberapa langkah, berusaha menghampiri, aku terdiam dan menegang di tempat.

"Jadi.. apa yang membuat orang yang ga ngerti fotografi datang ke tempat ini?" ucapnya sambil menatap iris mata ku tepat, kalau tatapannya adalah pisau, aku yakin sudah tidak bisa berdiri saat ini

Aku masih memandangnya dan terus beradu tatap, ragu dan akupun bersuara "Lo Langit kan..?" tanyaku akhirnya

Dia tertawa dan dalam satu kali lihat aku tahu dia memang Langit, lesung pipi di sebelah kanan pipinya yang aku hapal betul, dan senyum yang selalu saja aku tak tahu artinya.

Senyum yang sama ketika ia pertama kali meninggalkan ku di Bandara.

"Orang yang buat lo naik darah waktu di pesawat, emangnya siapa?" ia bertanya seperti sudah tahu jawabannya

Aku melirik id card bertali hitam yang tergantung di lehernya, tulisan 'AZKA' terlihat jelas, sejurus kemudian aku kembali memandangnya "Jadi nama lo Azka? bukan Langit?"

"Terus foto ini..?" aku berbalik menunjuk foto yang aku lihat baru saja

"Belum cukup satu minggu dan sepertinya lo emang punya banyak pertanyaan yah?" ucap Langit disaat kepala ku hanya dipenuhi dengan 'kenapa, kenapa dan kenapa'

Tiba-tiba seseorang menepuk pundak ku pelan dan ternyata Kak Zidan

"Biru, Azka? kalian saling kenal?" tanya Kak Zidan, ekspresi ingin tahunya terlihat jelas

Langit menatap Zidan dan sejurus kemudian mereka melakukan highfive "Wih Zidan, temen lo?" tanya Langit dengan pandangan menatap kearah ku

Kak Zidan mengangguk "Iya dia adek kelas gue"

"Kalau gitu boleh gue pinjam sebentar?" tanya Langit sekali lagi sementara aku menatapnya tidak suka, pinjam? memangnya aku barang?

Baru bertemu dengan Langit, dan sepertinya menyebalkan akan menjadi satu-satunya hal yang kuketahui dari Langit, maksud ku Azka, ah terserah.

"Gapapa, gue terserah Biru aja, masih banyak nih belum gue lihat, keren banget bro" puji Kak Zidan sambil mengacungkan jempolnya tanda puas akan pameran foto yang menurut Kak Zidan itu keren, menurut Kak Zidan yah

Langit tersenyum "Hahah thank's. Oiya anak-anak lagi pada disana, siapa tau lo mau ketemu mereka" Langit mengarahkan dagunya ke sudut aula dimana ada beberapa panitia yang tengah berkumpul

Aku yakin Kak Zidan dan Langit sudah saling mengenal karena mereka yang berada pada bidang yang sama, fotografi. Dan aku juga yakin akan sangat mudah bagi Kak Zidan bersosialisi dengan yang lain meskipun mereka berada di lingkungan sekolah yang berbeda. Tentu saja tidak heran jika seorang Zidan memiliki lingkaran pergaulan yang luas.

Kak Zidan mengganguk tanda mengerti "Yaudah, gue kesana dulu ya" pamit Kak Zidan dan berlalu dan meninggalkan Aku dan Langit

Langit lalu menatap ku, tatapan intimidasi yang membuat aku ingin cepat-cepat turun dari pesawat saat itu, tapi melihat tatapan itu sekali lagi membuat ku senang, karena akhirnya bisa bertemu dengan Langit, aku berhasil memandang wajahnya tanpa suara mesin pesawat.

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang