11. Ah, Bunda

3.6K 279 8
                                    

"Jadi lo boncengan ama Langit?!?"

"Jangan bilang lo berdua peluk pelukan gitu idih!"

Aku mengalihkan pandangan dari buku paket matematika di hadapan ku, memandang Citra dan Tami dengan tatapan malas bercampur pasrah. Salah ku juga mengupdate lokasi ku di path kemarin dan alhasil Tami dan Citra menghujani ku dengan pertanyaan.

Sebenarnya aku tidak ingin menjawab pertanyaan Citra beberapa menit lalu yang mengatakan 'Lo ke Papa Sam Pizza sama siapa, Ru' dan dengan spontan aku menjawab 'Langit', kemudian giliran Tami yang bertanya 'Naik apa?' dan ku jawab 'Motor'. Oh baiklah, lupakan aku yang tidak bisa menjaga sesuatu yang sudah seharusnya aku rahasiakan dari Tami dan Citra, karena aku tahu, begini gakibatnya.

"Lo berdua bisa diam ga sih? ini matematika gaada yang masuk di otak gue sama sekali" aku berujar sambil kembali fokus pada buku matematika di hadapan ku, mengingat ulangan geografi baru saja berakhir beberapa menit yang lalu dengan aku yang cukup yakin dengan jawaban ku sendiri, meskipun tidak terlalu intens belajar kemarin, tapi aku termasuk orang yang cepat tanggap jika hanya berurusan dengan materi hapalan.

Entah apa yang Tami dan Citra perundingkan kembali, sesaat kemudian Citra meminta handphone ku dan tanpa berpaling dari buku, aku lalu memberikannya.

"Masa ga foto bareng, Tam" Citra setengah berbisik tapi aku dapat mendengarnya, bagi ku rumus matematika di hadapan ku ini lebih penting daripada aksi Tami dan Citra yang mengotak atik handphone ku.

"Sumpeh lo? buka LINE coba" respon Tami pada Citra

"Nama Langit kok gaada? oa, oa, oa, grup kita, grup kelas, oa, azka" Citra menyebut satu persatu nama yang aku yakin ia baca dari sederatan chat yang masuk.

"Azka?" Tami dan Citra saling berpandangan "Azka siapa, Rah?"

Sementara aku yang masih bisa mendengar pembicaraan mereka tersenyum kecil, aku tahu mereka berdua tengah meluncurkan aksi ingin melihat wajah Langit, tapi aku sama sekali belum berfoto dengan Langit bahkan sejak kemarin. Langit juga tidak memasang potret dirinya sebagai foto profil di LINE sehingga hal ini membuat aku lega.

"Langit"

Tami dan Citra ber-oh ria meninggalkan aku yang kembali tenggelam dalam buku paket yang perlahan-perlahan membuat otak ku panas. Tidak usah tanyakan mengapa Tami dan Citra terlihat sangat santai di musim ujian tengah semester ini, itu karena mereka cukup sukses dalam memproduksi pelampung atau yang lebih dikenal dengan contekan, bahkan terkadang mereka bisa lolos dari guru killer yang mengawas sekali pun. Dasar manusia laknat.

"Yah Tam, doi ga pasang foto juga" Citra berujar pasrah dan memberi alih handphone ku pada Tami

Tami menerima pemberian Citra dan berusaha memastikan, jari jemarinya terlihat bergoyang kesana kemari bersamaan dengan mulutnya yang komat-kamit membaca pesan "Apa-apaan chatnya biasa banget, gaada sayang-sayangan"

Tiba-tiba Citra seakan sadar akan sesuatu dan segera merampas benda tipis yang ada di tangan Tami "Gue punya ide!"

Kemudian tidak terdengar lagi celoteh dari mereka berdua, hanya kekeh kecil yang sesekali terdengar. Aku makin larut dalam beberapa soal yang berusaha aku selesaikan.

"Sin 45 derajat berapaㅡ"

"Anjing Ru, ini Langit?!" Citra menyodorkan handphone ku tepat di hadapan ku, membuat aku yang tengah mengingat sin dari 45° spontan kaget dengan foto yang Citra perlihatkan, dengan cepat aku merampas handphone ku dari genggaman Citra dan melihat apa yang sebenarnya dua manusia laknat ini lakukan.

Anindisya : Langit, lo lagi di sekolah?

Azka : Kenapa? kangen ya lo?

Anindisya : Iya kangen banget:(

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang