03.

1.4K 87 20
                                    

Bersama Bela di Bawah Hujan

Sepulang dari rumah sakit bersama Bela, raut wajah Rian berubah menjadi lebih hangat. Laki-laki itu menjadi lebih banyak menanggapi pertanyaan dari lawan bicaranya, Bela. Sepanjang perjalanan pulang Bela bertanya tentang keadaannya pasca kecelakaan. Dan Rian menjawabnya dengan baik.

Hampir setengah jam mereka berbicara di dalam mobil. Jarak rumah Rian dengan rumah sakit yang jauh membuat mereka berlama-lama di perjalanan. Tapi setelah Rian memberikan jawaban terakhirnya, Bela bungkam. Bukan karena jawaban Rian, tapi karena matanya bisa melihat jalanan mana yang sedang dia lewati. Jalan itu, perempatan itu. Dia bahkan lupa bagaimana mobilnya menabrak Rian sampai laki-laki itu masuk rumah sakit.

Hening. Keduanya diam saat melewati perempatan itu. Bela tidak mau membuat mood Rian jelek padanya. Rian pun tidak mau membahas masalah itu lagi.

"Omong-omong, besok ada acara sekolah," ucap Bela.

"Aku tahu."

"Ikut acara apa? Bazar? Fotografi? Atau lukis?" tanya Bela.

"Musik," jawab Rian singkat.

Bela mengangguk-angguk. Diam adalah pilihan selanjutnya. Hatinya sedikit nyeri dengan jawaban singkat itu. Apa mood Rian gampang berubah? Batin Bela.

Kaca mobil depan terlihat mengembun. Dari langit turun rintikan air. Dari mata Rian, dia melihat langit sedang mendung. Kaca depan mobil juga sudah basah oleh rintik hujan yang baru dimulai. Langit sedang menangis, pikirnya. Tapi apa harus sekarang langit menangis pada tanah bumi?

"Hujan..." ucap Rian.

Bela menoleh.

Tubuh Rian langsung direbahkan. Kepalanya disandarkan seolah dia sedang malas.

"Kenapa?" tanya Bela.

"Aku benci hujan."

"Padahal hujan adalah saat yang tepat untuk menangis. Menangis di bawah hujan, nggak akan ketahuan, 'kan?" ujar Bela.

Rian melirik perempuan yang sedang mengemudikan mobil yang dia tumpangi itu. Memutar bola matanya sebal. "Mulai dari mendung sampai hujan, aku benci semuanya. Saat kamu menabrakku suasananya mendung. Sampai aku sendirian suasananya hujan."

"Kenapa?"

"Aku bukan kamu. Kamu bukan juga aku yang tahu aibmu. Jangan tanya kenapa," jawab Rian.

Bela terdiam. Mobilnya melaju cukup hati-hati mengingat hujan sudah mengguyur bumi. Jalanan yang dilewati sudah semakin dekat dengan rumah Rian. Tapi saat di persimpangan jalan, Bela membelokkan mobilnya ke arah yang lain. Rian yang sadar akan itu langsung terbangun dari rebahannya.

"Kamu bawa aku ke mana?" tanya Rian.

"Taman. Aku mau senang-senang sebentar."

"Ini hujan. Jangan gila, deh, Bel," ucap Rian dengan sedikit membentak.

Tanpa menghiraukan Rian, Bela hanya melajukan mobilnya menuju taman yang dituju. Taman dengan banyak bunga tulip dan mawar. Sekarang tengah basah oleh air hujan yang berasal dari langit mendung.

Mereka sampai di taman.

"Lihat. Semua basah. Kamu mau apa di taman itu?" ejek Rian.

Bela membuka pintu dan keluar dari mobil. Tanpa membawa tadah hujan seperti payung atau barang yang lain. Dia hujan-hujan menuju taman. Rian melihat itu dengan jelas. Manik matanya melihat bayangan Bela yang berlari menembus hujan tanpa peduli bajunya basah kuyup. Rian bisa melihat semua itu, membuatnya menyungging senyum tipis yang tidak akan diketahui Bela di luar sana.

"Tolol banget." Tangannya mencoba mencari payung di dalam mobil Bela. Setelah ketemu, dia membuka pintu mobil lalu membuka payung. Payung kecil yang cukup untuk satu orang. "Apa-apaan ini," ucapnya kesal.

Di bawah payung biru bening itu, Rian berjalan menembus hujan untuk menghampiri Bela yang sedang bersenang-senang dengan hujan. Laki-laki itu berjalan pelan-pelan untuk tidak menimbulkan cipratan air dari langkah kakinya. Matanya melihat Bela. Perempuan itu terlihat senang. Mungkin.

Dia lalu berhenti pada satu titik. Melihat sekelilingnya. Air hujan ini cukup dingin. Dia bisa merasakannya dengan mengulurkan jemarinya di luar payung. "Apa nggak kedinginan?" gunamnya.

"Bela!" panggil Rian. Bela menoleh.

Perempuan itu berlari kecil menuju Rian mengakibatkan cipratan-cipratan yang membahagiakan baginya. Sementara Rian hanya menunggi Bela sampai padanya. Begitu sudah berdiri di depannya, Rian menyerahkan payung yang sudah menutupi tubuhnya dari hujan pada Bela.

"Nggak usah aneh-aneh hujan-hujan. Nanti kalau sakit, aku yang tanggungjawab." Payung itu diarahkan menutupi kepala Bela, membuat kepala beserta tubuhnya terkena air hujan.

"Aku mau hujan-hujan. Payungnya buat kamu aja," ucap Bela. Lalu dia berlari lagi menuju tetesan yang lain yang lebih banyak di sana.

Rian menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung Bela. Tapi dia segera sadar badannya menjadi basah. Payung yang masih dia pegang, diarahkannya menutupi tubuhnya.

"Kenapa kamu bisa membuatku terkena hujan padahal aku sangat membencinya?"

Rian menunggu Bela hingga selesai bermain huja di dalam mobil. Acara pulang dari rumah sakit menjadi berantakan gara-gara Bela. Rian yang ingin tiduran di tempat tidur kamarnya sambil menikmati susu hangat menajdi gagal. Demi menuruti keinginan bodoh Bela, dia rela menunggu di dalam mobil seperti saat ini dan rela melupakan segala rencananya.

Di dalam mobil dia bisa melihat hujan yang mulai reda. Mungkin setelah ini Bela akan usai, pikirnya. Dia mengeluarkan earphone dari tasnya, memasangnya di kedua telinganya. Dia memutar lagu-lagu kesukaannya sampai beberapa menit. Sampai hujan reda Bela belum juga kembali ke mobil.

Mata Rian mengedar mencari sosok Bela di sekitar taman. Dia keluar mobil. Tidak ada tanda-tanda Bela. Suaranya pun tidak terdengar. Dengan berbekal payung yang sudah terlipat di tangannya, Rian menyusuri taman yang masih basah karena hujan untuk menemukan Bela. Dengan napas yang mulai tidak teratur, dia berjalan menyusuri taman. Pikirannya kemana-mana. Dia cemas.

Sesuai dugaannya. Mata Rian membelakak melihat tubuh Bela tergeletak begitu saja di tanah. Rian langsung berlari menuju Bela. "Bela!"

Digoyang-goyangkan tubuh Bela, tidak ada respon. Dibalikkan tubuh itu. Rian bisa melihat hidung Bela yang mengeluarkan darah. Tanpa ambil pusing, Rian langsung menggendongnya menuju mobil. "Bel, kamu kenapa?"

Rian membawa mobil itu menuju rumah sakit terdekat.

Bela langsung dibawa ke ruang UGD untuk dilakukan pemeriksaan. Bela pingsan di taman dengan hidung berdarah. Muncul kepanikan dari Rian. Berkali-kali dia mondar-mandir di depan pintu UGD menunggu dokter yang memeriksa Bela.

Ponselnya berdering.

"Halo, Tante."

"Kalian sekarang di mana?"

"Rumah sakit Medika Jaya, ruang UGD, Tante."

"Tante ke sana sekarang."

Harap-harap cemas. Tangan dingin dan napas memburu. Itu yang dirasakan Rian. Rasa khawatirnya pada Bela meningkat dua kali lipat. Dia tidak lagi memikirkan siapa Bela. Sudah lupa dengan apa yang kapan hari dilakukan Bela padanya.

"Dia, hujan dan aku bukan kombinasi yang tepat."

Bersambung

Hujan Bawa Aku Menangis [11/11 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang