07.

1K 58 21
                                    

Hujan Kedua, Siapa Dia?

Biru laut adalah tema pakaian Bela hari ini. Aman atau tidak, cerah atau hujan, panas atau dingin, intinya hari ini sangat diinginkan Bela untuk menyusuri pantai bersama Rian. Laki-laki yang sudah membuat sedikit hatinya terbuka. Laki-laki yang berpikiran sama dengannya, menganggapnya sebagai perempuan yang layak untuk membuka hatinya juga. Ketika sama-sama merayap dalam hal-hal semu yang sebelumnya tidak terpikirkan keduanya, dengan awal kebencian Rian terhadap Bela karena kecelakaan waktu itu, sekarang semua menjadi lebih jelas. Ditambah Bela yang dirasa Rian sangat membutuhkannya setelah papanya tiada. Lebih-lebih Bela menganggap Rian sebagai laki-laki yang dibutuhkannya untuk mencapai titik kebahagiaan yang utuh bersama.

Bela kini menganggap Rian adalah matanya, membantunya melihat dunia yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dari Bela yang menunduk dan hanya bisa berdiam saat Rian memakinya karena tingkah bodohnya telah menabrak Rian sampai masuk rumah sakit, diam dengan segala umpatan tentang papanya yang keluar mulus dari mulut Rian, menjadi Bela yang lebih ceria di samping Rian, menjadi sosok hangat meski dia menyukai hujan.

Sayangnya, Bela masih menyukai hujan walaupun Rian tidak. Bela masih merengek minta ditemani Rian saat hujan turun dan membasahi tanah di bumi. Bela masih menengadah ke langit menyambut hujan yang sengaja membasahinya walaupun Rian sudah melarangnya. Dan Bela masih berlari menuju hujan walaupun Rian sudah menariknya masuk ke dalam rumah. Pembelaannya pada hujan sering tidak disetujui oleh Rian, walaupun dia masih bersikuku. Setiap kalimatnya mengandung arti yang tidak pernah bisa Rian terjemahkan dengan baik karena banyak kata kiasan tentang hujan di dalamnya.

Bagi Bela hujan dan Rian adalah miliknya. Suatu hal yang dianggapnya miliknya tanpa memberitahu si objek tersebut. Hujan membawanya menuju surganya, dunianya yang tidak bisa dirasakan siapa pun. Hujan selalu membawanya pergi ke sana dengan mudah dan selalu membuatnya bahagia tanpa akhir. Sedangkan Rian baginya adalah hal yang sekarang sedang diraihnya dan ingin diajaknya bersama-sama menuju titik kebahagian dalam dunianya. Rian adalah laki-laki yang bisa membuat keadaannya menjadi baik-baik saja. Bahkan selepas semua rentetan kejadian itu, Rian seakan mengulang pertemuan mereka menjadi suatu awal yang baik dan menyenangkan. Semua perlakuan Rian di mata Bela adalah indah.

Dan hari ini, Bela sudah berjanji mengajak Rian ke pantai untuk sekedar bersantai selepas ujian. Tapi Rian berkata pada Bela dia mengajak seseorang temannya.

"Sudah lama?"

Bela menolehkan kepalanya menuju arah suara. Rian dan teman laki-lakinya berdiri tepat di belakang dia duduk. Bela tersenyum dan menyambut mereka berdua.

"Nggak sih. Cuma takut kamu nggak datang aja."

"Ini Ata, temanku main basket," ucap Rian sambil memperkenalkan teman yang dia ajak, bernama Ata, pada Bela.

Bela dan Ata berjabat tangan.

"Dia suka karakter kamu, katanya," ucap Rian lagi.

"Maksudnya?" tanya Bela.

"Oh! Nggak, tadi Rian sedikit cerita tentang kamu. Ya lucu saja kalau kalian ini pacaran. Rian nggak suka sama hujan dari dulu, tapi pacarnya menggilai hujan sampai pernah pingsan," jawab Ata.

Begitu mendengar kalimat itu alis Bela bertaut. Dia melirik Rian yang berpura-pura tidak melihatnya.

Bela tersenyum dan berkata, "aku sama Rian nggak pacaran." Ucapan yang sedikit ragu-ragu dari bibir Bela. Ucapan yang seharusnya tidak diutarakannya saat ini.

Rian hanya melirik Bela.

"Oh jadi nggak pacaran." Ata mengangguk-angguk.

"Kita dekat karena sama-sama nyaman, tapi nggak pacaran, At. Tenang aja, kamu yang juga suka hujan bisa aja dekati Bela. Haha," ujar Rian.

Sederet kalimat itu membuat Bela menatap Rian lekat. Mempertanyakan bagaimana bisa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya dengan ditambah tertawa garing seperti itu. Bela kaget dengan apa yang Rian utarakan. Bela hanya bisa merasakan kekakuan rahangnya usai mendengar semua itu, dan membiarkan jantungnya bekerja upnormal menjadi lebih cepat berdegup.

Rian yang merasa ditatap oleh Bela hanya tersenyum.

"Kenapa, Bel?" tanya Rian.

"Kamu habis bicara apa? Menjelaskan ke Ata seperti tadi maksudnya apa?" tanya Bela balik.

Rian diam.

Ata ikut diam.

"Lagi-lagi aku harus merelakan hatiku yang patah kemarin untuk lebih patah ke kamu. Sebenarnya siapa kita, sampai kalimat tadi keluar?"

Rian masih diam.

"Kamu mataku, yang membuatku bisa melihat hal yang indah. Kamu kendaliku, yang pernah mengubahku pada arah bahagia seperti hari ini. Tapi sekarang kamu seakan menawarkanku ke orang lain padahal kamu bilang kita sama-sama nyaman," lanjut Bela.

"Nabela," ucap Rian.

"Baru kali ini kamu panggil aku Nabela, kenapa? Kamu aneh, Ri."

"Kamu yang aneh, Nabela. Kamu hanya mementingkan kemana arah kamu bahagia, sedangkan di sisi lainnya ada yang sekarat sambil menanti malaikat mencabut nyawanya, ketika dia bersama kamu. Kamu sedang meraih Rian, mengajaknya ke dunia kamu. Kamu menjadikannya sumber bahagiamu, tapi kamu sama sekali nggak mengerti bagaimana dia. Lucu sekali." Ata angkat bicara.

Rian diam.

"Selama ini dia menahan semuanya sendiri tanpa perlu kamu tahu, tanpa mau kamu tahu. Sejak kecelakaan yang kamu perbuat, ternyata otak Rian mengalami penurunan fungsi yang semakin hari semakin parah. Diagnosa awal dokter semuanya nggak ada masalah. Tapi Rian tiba-tiba terjatuh saat kami main basket. Dan hasilnya tadi, fungsi otaknya menurun. Kejadiannya saat papamu meninggal, Bel," lanjut Ata.

"Rian bilang, jika aku yang sama-sama menyukai hujan seperti kamu bisa lebih memudahkanku untuk menjagamu, maka dia akan baik-baik saja," lanjut Ata lagi.

"Ata benar. Semuanya benar."

"Ri..." lirih Bela.

"Tante Karin tahu, tapi aku larang untuk kasih tahu kamu," sahut Rian. "Hatiku sudah terbuka untuk kamu, sayangnya waktuku cuma sebentar untuk memasukkanmu ke memori otakku. Dokter memperkirakan otakku akan bekerja hanya sampai minggu depan karena penurunan fungsi otakku sangat signifikan dan makin parah. Terkadang aku ingat saat-saat ini, juga saat-aaat bersama kamu, tapi terkadang semua hilang dan otakku terasa kosong. Aku seperti orang yang terlahir kembali dan nggak bisa melakukan apa-apa kecuali berkedip, aku nggak bisa mengendalikan tangan atau kakiku, nggak bisa mengatakan sesuatu, nggak bisa mengingat apapun."

"Jadi, selama aku nggak ada, Ata bisa temani kamu main-main sama hujan. Sudah nggak ada yang larang kamu main sama hujan. Ata akan jadi hujan kedua yang kupastikan bisa membahagiakan hujan pertama milikku, kamu," jelas Rian.

Tangis Bela pecah.

Bersambung

Hujan Bawa Aku Menangis [11/11 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang