Part 29

1.4K 90 3
                                    

Malam itu seseorang menyelundup dalam sebuah gubuk kecil. Dengan memastikan semua orang sudah tertidur dengan tenang. Orang itu kembali keluar dari rumah dan mengambil beberapa jerigen.

Dia kembali masuk dan menyiram seluruh ruangan dengan cairan yang ada di dalam jerigen tersebut. Dan kembali ke luar kini menyiram seluruh rumah dengan cairan di dalam jerigen tersebut.

Sebuah pematik api ia keluarkan dari saku jaket hitamnya dan melemparkan pada rumah itu.

"Good bye..." sebuah seringai keluar dari bibir orang itu.

"Bagaimana?" Tanya sebuah suara dari earphone yang menempel di telinganya.
"Sukses besar. Aku jamin mereka tidak bisa kabur dari kobaran api itu kek." Balas orang itu.

"Bagus, kau urus sisanya oke?"

"Siap kek."

***

Fumi mendapat telpon dari tetangganya di desa kalau rumah dan juga keluarganya telah habis rerbakar. Fumu benar-benar syok mendengar hal itu. Fumi jatuh tersungkur di depan kamarnya.

Dia benar-benar tidak menyangka keluarganya yang baru dia temui kemarin kini sudah tidak ada. Dia sudah jadi orang yang sebatang kara.
Yusha yang baru saja keluar dari kamarnya kaget melihat Fumi yang terduduk di depan pintu kamarnya dengan air mata yang sudah deras mengalir di pipinya.

"Fumi kau kenapa sayang? Apa yang salah? Apa Eri menghubunginmu lagi? Apa dia mengancammu?" Tanya Yusha khawatir, Fumi menggelengkan kepalanya.

"Bukan Ma, keluargaku Ma. Ayah, ibu dan juga adik-adikku sudah tiada.. mereka meninggal Ma. Meninggal Rumahku dibakar dan mereka ikut terbakar Ma." Fumi menangis histeris dalam pelukan Yusha.

"Fumi. Fumi. Dengarkan Mama sayang." Yusha mengguncang bahu Fumi keras.
"Mama tau keluargamu sudah tiada, tapi kau harus ingat masih ada Mama disini. Mama sudah seperti ibunu sendiri, jadi jangan pernah bilang kalau kau sendirian atau sebatang kara karena Mama sampai kapanpun akan selalu bersamamu." Fumi mengangguk dan berhenti menangis.

"Sekarang apa kau mau pergi ke pemakaman keluargamu?" Tanya Yusha yang dijawab dengan anggukan Fumi.

***

Fumi dan Yusha sudah sampai di tempai keluarga Fumi akan dimakamkan. Kelima orang yang sudah tidak dapat dikenali lagi identitasnya hanya dikuburkan bersama tanpa nama.

Fumi kembali menitikkan air matanya saat berdiri di depan makam seluruh keluarganya.

"Maafkan kami Fumi-chan, kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan keluargamu."

"Tidak apa paman Goto. Itu semua sudah takdir. Keluargaku mati dengan cara seperti ini." Ucap Fumi, dia berusaha tersenyum walau air matanya tetap keluar. Paman Goto menepuk bahu Fumi seolah memberi kekuatan pada gadis itu.

"Hei apa kau tau penyebabnya?"

"Tidak, kupikir konsleting listrik."

"Tidak mungkin, kalau konslet rumahku pasti akan mati listrik"

"Apa ibu Fumi lupa mematikan kompor?"

"Mungkin-"

"Kalian lihat tidak tadi malam?"

"Kenapa?"

"Tadi malam aku lihat ada orang menggunakan pakaian serba hitam berdiri di depan rumah itu."

"Yang benar?"

"Iya benar, karena aku yang pertama lihat kobaran api itu. Sewaktu ku mau panggil suamiku dia sudah pergi."

Yusha yang sedaritadi mendengarkan itu mulai tertarik.

"Maaf bu, apa ibu bisa jelaskan ciri-ciri orang itu?"

"Saya tidak lihat dengan jelas bu, tapi saya yakin rambutnya pendek, perawakannya agak kurus, tapi tidak terlalu kurus, dia juga tinggi dan pakaiannya serba hitam." Jelas ibu itu.
Yusha memikirkan sesuatu yang tidak bisa dia percaya. Eri. Hanya satu nama itu yang ada di dalam otaknya.

"Terima kasih bu. Saya permisi." Yusha meninggalkan gerombolan ibu-ibu itu dan kembali ke Fumi yang masih betah berdiam di depan makam keluarganya
.
"Kau tidak ingin pulang?" Tanya Yusha saat sudah berada disamping Fumi.

"Aku akan pulang Ma." Jawab Fumi dengan tatapan kosong.

"Kau akan pulang sekarang, sama Mama." Tegas Yusha.

"Tidak Ma, aku bisa pulang sendiri."

"Fumi, Mama tau kau bisa pulang sendiri, tapi tidak sekarang. Ayo, kita bisa kunjungi makam keluargamu nanti"

"Kau harus istirahat Fumi." Bujuk Yusha.

Akhirnya Fumi berdiri dan berjalan dengan gontai menuju mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari makam.

***

Perjalanan menyesakkan itu akhirnya berakhir saat mobil Yusha berhenti disebuah rumah kecil, tempat selama ini Fumi dan Yusha tinggali.

"Fumi, kau ingin makan malam apa, malam ini?" Tanya Yusha sesampainya di rumah.

"Aku tidak lapar Ma, aku ingin beristirahat maaf Ma" Fumi masuk kedalam kamarnya dan mengunci dirinya dalam kamar. Yusha hanya bisa pasrah melihat tingkah anaknya.

***

"Eri! Sayang!" Panggil Yui saat mereka tengah menonton film di kamar keduanya.

"Kenapa sayang?" Tanya Eri masih tidak mengalihkan matanya dari film yang terputar.

"Ih, tatap aku dong sayang." Yui menarik wajah Eri menghadap kearahnya.

"Iya sayang, ada apa?"  Eri bertanya ulang pada Yui.

"Kau akan kembali ke sekolah kakek kan?" Tanya Yui sambil bergelayut manja pada leher Eri.

"Tentu saja sayang. Bukannya hanya kau belahan jiwaku. Aku tidak bisa bernafas tanpa adanya dirimu disampingku." Gombal Eri yang tentu saja berhasil membuat Yui luluh.

"Ih kamu gombal terus deh." Yui menggelitik perut Eri memmbuat Eri menggeliat kegelian menerima itu. Eri menangkap kedua tangan Yui yang jail menggelitiknya, tapi dengan cepat Yui melumat bibir merah Eri yang menggodanya.

"Kau ingin melakukan olahraga lagi sayang? Apa tadi malam aku belum cukup memuaskanmu?" Tanya Eri dengan pandangan menggoda.

"Tadi malam ya tadi malam, sekarang ya sekarang Eri." Yui kembali mencium Eri dengan ganas.
Pergelutan itu berujung pada keduanya berakhir di bawah selimut.

"Kau memang luar biasa Eri." Ucap Yui dengan nafas tersengal setelah permainan panas mereka.

"Tentu saja. Bukan Eri namanya kalau tidak hebat dalam urusan itu." Eri tersenyum bangga. Yui menyentuh pipi Eri yang kemaren sempat ditampar Yusha.

"Apa masih sakit?" Tanya Yui, Eri menggelengkan kepalanya.

"Aku hanya kesal pada ibu-ibu yang menamparku kemaren. Dia siapa sih? Berani sekali menampar tuan muda." Geram Eri.

"Dia ibumu, apa kau tidak mengingatnya?" Tanya Yui bingung.

"Tidak, yang kuingat hanyalah perasaanku kepadamu itu saja." Jawab Eri.

"Tapi aku tidak suka melihatnya menamparmu kemaren sayang. Di depan banyak orang lagi."

"Apa kau mau aku membalasnya?" Tanya Eri yang dijawab anggukan dari Yui.

"Aku akan menghancurkan mereka berdua, apa kau setuju sayang?"

"Sangat setuju."

"Baiklah kau tunggu saja tanggal mainnya baby. Sekarang tidurlah, atau kau ingin melanjutkan ke ronde berikutnya."

"Mesum, aku lelah Eri. Lagian kau membuatku klimaks sampai aku puas baby." Yui mencium bibir Eri dan beranjak untuk menyelimuti tubuhnya.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang