CHAPTER 6

1 0 0
                                    

Senin.

Upacara bendera mulai jam 8. Aku agak terlambat bangun. Hari ini ekstrakurikuler musik akan dimulai. Aku menyiapkan bekal roti untuk makan siang. Berangkat sekolah terpaksa dengan berlari. Di tengah jalan kulihat Ryu baru berangkat. Ia keluar dari rumahnya dengan sepeda. Aku berhenti sejenak mengatur nafas. Agak sakit kaki dan perutku. Jarang sekali aku berlari.

"Ryu, ayo naiklah." Ryu sudah disampingku diatas sepedanya. Bagaimana aku bisa naik. Tak ada tempat untukku. Aku diam.

"Naiklah disini." Menunjuk palang di depan tubuhnya. Bagaimana mungkin aku akan duduk disana. Tapi akhirnya aku naik dan berpegangan pada stang sepeda. Ryu mulai mengayuh sepeda.tubuh kami bergoyang mengikuti geerakan sepeda. Seketika lagu itu terngiang di kepalaku. Aku mulai merasa nyaman. Entah apa yang terjadi. Aku bisa merasakan nafasnya, detak jantungnya, merasakan kulitnya. Agak terasa aneh.

Sampai di gerbanng sekolah aku diturunkan. Dan dia berlari menuju tempat parkir. Aku segera menuju halaman sekolah. Dan disana sudah banyak yang berbaris perkelas. Aku berada di barisan paling belakang. Kurang satu orang. Ryu.

Tak lama Ryu datang dan masuk ke barisan. Aku melihatnya sejenak.

"He?" dia menampakkan muka bertanya.

Aku menggelengkan kepala. Lalu ku ucapkan terimaksih tanpa suara. Dan ia mengangguk. Upacara masih berlangsung hingga pukul 9. Pelajaran pun berjalan seperti biasa. Tak ada yang spesial.

Sore pukul 3. Ekstrakurikuler hampir dimulai. Aku bergegas menuju ruang musik. Banyak anak-anak kelas X. Tapi hanya beberapa yang kelas XI dan XII. Aku masuk dan mencari tempat duduk. Seseorang melambai padaku. Nick. Bagaimana dia bisa ada disini. Aku melangkah menuju tempat duduknya. Tepat disampingnya kuletakkan gitarku.

"Hai. Kau ikut kelas ini juga?" tanya Nick padaku.

"Hai. Aku memilih ini daripada yang lalin." Aku menjawab seadanya.

Awal kelas ini hanya membahas beberapa acara yang akan diisi oleh kelas musik. Setelah itu baru diberikan jadwal latihan. Kebanyakan dari kami adalah penyuka musik. Aku menyukai musik, tapi aku tak bisa memainkan alat musik apapun. Gitar yang kutenteng setiap hari hanyalah pelengkap dan pelega hasrat musikku. Dirumah akupun punya keyboard dan piano tapi tak pernah sekalipun kupakai karena aku tak bisa memainkannya.

Kelas musik usai pukul 5.30 sore. Aku bergegas pulang setelah berbicara sebentar dengan Nick. Aku berjalan menyusuri koridor. Aku berniat berjalan memutar agar aku tak melewati pohon itu. Bukan takut, hanya saja aku tak mau. Kuputar lagu di ipod ku. Beberapa lagu hanya akan menidurkanku. Sampai lagu itu berputar. Ada rasa aneh yang datang. Kulihat ke atas mendung bergulung. Angin mulai berhembus kencang membelai tubuhku. Perasaan itu datang lagi. Kali ini mengingatkanku ketika aku dan Ryu berboncengan dengan sepeda kemarin. Apa ini. Aku terus berjalan hingga keluar dari gerbang sekolah. Aku memikirkan banyak hal di jalan. Mulai dari Hani, Ryu, Nick, dan Okaasan. Mereka semua akhir-akhir ini menjadi berbeda. Aku merasa lebih tahu sedikit tentang mereka. Sedikit. Ya. Hanya sedikit.

NEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang