CHAPTER 7

1 0 0
                                    

Pagi ini ada yang lain. Biasanya aku yang membuat sarapan untuk ibuku. Tapi kali ini ibuku sudah memasakkan nasi goreng dan telur mata sapi untukku. Aku hanya diam dan mulai makan.

"Itadakimatsu." Ucapku sebagai orang Jepang.

"Itadakimatsu" Ibuku menimpali.

Aku langsung berangkat seperti biasa. Di depan rumah ada 2 sepeda berjajar. Siapa. Tak ada seorangpun yang muncul. Aku berjalan menuju sepeda itu.

"Ryu. Ayo berangkat dengan ku." Hani muncul dengan kucir lucu di kepala.

"Aku naik sepeda ini? Ini sepeda siapa?" tanyaku.

"Ini sepeda Ryu. Tadi dia berangkat dulu jalan kaki. Katanya kau lama." Kata Hani menjelaskan. Kulihat lagi dengan seksama. Benar, itu milik Ryu. Aku ingat pagi itu aku duduk di sana.

"Ryu.! Ayo." Hani sudah naik dan siap di atas sepedanya.

"Hai." Aku langsung naik dan mulai mengayuh.

Seperti inikah rasanya ketika Ryu naik sepeda ini. Aku terus mengayuh hingga sampai sekolah. Kuparkir sepeda Ryu di samping sepeda Hani. Kami berdua meninggalkan tempat parkir. Berjalan menuju kelas.

"Ryu. Kau tahu?" kata Hani.

"Tidak. Aku tidak tahu. Kenapa?" kataku.

"Ahh,bukan itu. Maksudku kau harus tahu bahwa Ryu tak pernah meminjamkan ataupun menaiki sepeda itu dengan dan pada orang lain. Aku bahkan belum pernah sekalipun." Hani menjelaskan.

"Hah? Benarkah? Lalu kenapa dia membiarkanku menaiki sepeda ini dua kali?" aku berbicara terlalu panjang sepertinya.

"2 kali? Kapan yang pertama? Kapan kau naik sepeda ini?" hani penasaran.

"Ha? Ahh. Bukan maksudku nanti aku kan juga harus mengembalikan sepeda ini padanya."aku menjawab kikuk.

"oh iya. Tentu saja. Kecuali kalau dia mengambilnya ketika pulang. Dan kau harus jalan kaki." Hani menjawab.

Aku penasaran dengan kata-kata Hani mengenai sepeda Ryu yang tak pernah dipinjamkan pada siapapun. Pinjam saja tak boleh apalagi menaiki. Aku merasa spesial tapi juga merasa tak enak dengan Hani. Aku tak menanyakannya lebih lanjut. Kami berjalan terlalu dekat dengan kelas, aku menghentikan pembicaraan tepat di depan Ryu. Dia duduk di kursi biasanya. Aku dan Hani duduk di samping kursinya. Kami mulai membicarakan ekstra musik kemarin. Ternyata Ryu juga datang kemarin. Tapi aku tak melihatnya sama sekali. Aku ingin menanyakannya tapi terlalu takut dan malu tentu saja setelah pembicaraanku dengan Hani tadi. Tapi Ryu biasa saja dengan pembicaraan kita bertiga. Aku merasa lega.

<__>

Acara Lomba Public Speaking sudah dekat. Kami mulai banyak latihan. Terutama aku. aku yang tak bisa apa-apa dengan alat musik diberi tanggungan untuk menjadi manager selama latihan hingga pentas nanti. Menyebalkan. Tapi apa boleh buat. Ternyata kami akan menampilkan sebuah lagu Jepang dari The Briliant Green. Secara otomatis band mulai dibentuk. Sudah kuduga bahwa Nick pasti jadi Vokalis dengan seorang anak perempuan dari kelas XI. Suara mereka cocok dan begitu harmonis menurutku. Lalu Ryu sebagai gitaris. Drum dipegang oleh seorang anak lelaki dari kelas X tapi tidak sekelas dengan ku. Ternyata si kembar juga ikut serta dalam band ini. Mereka sebagai pemain peran dalam perform band kami nanti. Hari-hari penuh latihan berlangsung penuh kesulitan dan semangat menyelesaikan kesulitan itu. Dan hari berlalu tanpa kusadari.

<__>

Pagi sehari sebelum pentas. Aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara pentas besok pagi. Semua barang-barang yang akan kami butuhkan di sana seperti kostum make up dan lain-lain ada padaku dan akan kubawa ke sekolah pagi ini. Barang-barang ini begitu banyak dan berat. Sebenarnya aku merasa keberatan dengan tugas ini, sebagai manager sekaligus sebagai penata kostum, make up, dan konsumsi yang paling penting. Tetapi aku menerima karena tak ada seorangpun yang mau melakukannya.

NEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang