Sore hari di depan sekolahku. Hani sudah menungguku. Aku berjalan mendekatinya dan memantapkan hatiku.
"Hai Hani. Kita jalan atau naik apa ke rumah mu?" tanyaku basa-basi.
"Emm. Sebenarnya cukup dekat dari sini. Tapi kalau kau mau naik kereta juga bisa." ucapnya konyol. Wth.
"Baiklah. Ayo jalan kaki. Berapa kilo dari sini?" tanyaku lagi.
"Emmm. Mungkin 15 menit. Kau suka jalan kaki kan? Maksudku kau tak apa-apa jika jalan kaki?" katanya memastikan.
" Tak apa. Ayolah. Aku tak sabar untuk segera tahu rumahmu. Jalan kaki lebih menyenangkan." Kata ku mendesaknya untuk segera berangkat.
"Yosh. Ayo jalan kaki." Katanya.
Kami mulai mengawali perjalanan dengan obrolan tak jelas. Tapi pikiranku melayang ke arah yang sudah tahu tujuannya. Keturunan siapa Hani dan Ryu. Apa hubungannya dengan kami dan apakah jika kami saling mengetahui satu sama lain akan baik-baik saja. Aku terkadang tak memperhatikan kata-kata Hani. Aku berpikir.
"Ryu, kau kenapa semangat sekali ke rumah ku?" katanya menginterogasi.
"Ah. Tidak. Aku harus tahu rumahmu, soalnya aku tak tahu satupun rumah teman se kelasku. Kau tahu kan." Kataku menyamarkan alasan utamaku. Semuanya akan jelas ketika kita sampai rumah mu Hani. Kataku dalam hati.
Hanya sekitar 15 menit kami sudah sampai rumah Hani.
"Ini dia rumahku. Ayo masuk!" Hani mengajak masuk.
Rumah Hani tidak terlalu besar. Tapi sepertinya cukup banyak orang bisa tingal di sana. Tipe-tipe rumah jepang tapi agak modern jadi tidak terlalu terlihat tradisional. Terasnya besar. Kira-kira teman sekelas bisa duduk dengan nyaman di sana tepat di depan ruang tamu. Pot tanaman banyak ditempatkan di sudut-sudut ruangan. Aku mulai melihat-lihat rumah ini lebih detail. Apakah ada sesuatu yang ganjil atau mungkin berhubungan dengan Ryu. Ketika aku masuk, sebuah foto besar menyambut. Aku menduga itu adalah foto keluarga Hani. Di sana ada ayah dan hanya seorang wanita dan anak kecil bersama kakek dan neneknya kukira.
" Itu ibuku, aku, kakek, nenek, dan pamanku. Foto itu diambil ketika pertama kali datang ke Indonesia." Hani tiba-tiba ada di belakangku.
" Ah. Kenapa ayahmu tak ada di sana?" aku tak memikirkan apa yang kutanyakan.
" Ayahku..... dia kecelakaan. Waktu itu kami semua akan pindah ke Indonesia dari China. Ayahku dari Jepang menemui orang tuanya. Tapi diperjalanan menuju China dia mengalami kecelakaan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk pindah ke Indonesia atas pesan dari ayahku dan tinggal bersama keluarga Ryu di Jakarta. Kemudian kami mendapat rumah di sini dan keluarga Ryu juga pidah bersama kami dan mendapat rumah di dekat sekolah kita. Semuanya sebenarnya mendadak tapi aku bersyukur memiliki saudara seperti Ryu yang mengerti keadaan kami dan memberi penjelasan padaku bahwa ini untuk kebaikan kami. Aku akhirnya paham dan mulai menerima keadaanku waktu itu." Hani terdiam dan mulai duduk di kursi tamu.
"Maaf aku tak tahu. Aku...." aku agak tidak enak karena bertanya hal yang menyinggung Hani.
" Tak apa. Kau memang harus tahu. Kau kan temanku. Jadi kau harus tahu agar memahamiku. Kau mau minum apa?" Hani mengalihkan pembicaraan.
" Emm. Aku teh saja. Terimakasih." Aku merasa benar-benar tak enak padanya.
Hani berjalan masuk rumah. Aku mulai melihat-lihat lagi. aku mulai menduga apa yang sebenarnya terjadi pada ayah Hani. Apakah ia berada pada klan yang sama dengan kami atau tidak. Di foto itu kakek dan nenek Hani tidak terlihat seperti orang Jepang sama sekali, lebih terlihat seperti orang China atau Korea. Berarti Hani tak ada hubungannya dengan ini.
"Ryu, teh mu. Ayo duduk. Kau seperti tertarik sekali dengan rumah ku." Hani meletakkan nampannya.
"Iya, aku seperti berada di Jepang sekaligus di Indonesia. Ngomong-ngomong tadi kau bilang bahwa ayah mu di Jepang kala itu. tapi kenapa kakek dan nenekmu tidak seperti orang Jepang?" tanyaku langsung.
"Yang di foto itu memang kakek dan nenek dari ayahku. Yang berada di Jepang kala itu adalah kakek nenek dari ibuku. Mereka meninggal di Jepang setelah ayahku meninggal kira-kira 2 bulan secara bersamaan dalam kecelakaan mobil." Hani sedikit menampakkan kesedihannya.
"Sou desu ka." Aku merasa ada titik terang di sini.
Kami berdua kemudian ngobrol kesana kemari tak jelas. Tak seorangpun penghuni rumah itu yang menemuiku. Aku tak tahu mengapa. Aku sebenarnya ingin melihat album dan foto seluruh keluarganya. Tapi aku harus segera pulang aku terlambat terlalu malam. Ibuku tak menghubungiku tapi aku tahu dia pasti khawatir. Akhirnya aku pamit pada Hani. Hani mengiyakan dan masuk sebentar ke dalam rumah dan keluar lagi menggandeng seorang wanita yang sebaya dengan ibuku kira-kira. Aku tertegun.
"Ibu. Itu temanku yang namanya Ryu yang tadi kuceritakan padamu. Dia pamit pulang." Kata Hani sambil menyentuhkan tangan ibunya padaku.
Ibu Hani meraba tanganku dan mukaku. Dia buta. Apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya. Tangannya penuh bekas sayatan yang bisa kuduga bahwa itu sayatan yang sudah sangat lama. Kemudian matanya juga, ada sedikit goresan pada ujung matanya. Apakah yang sebenarnya terjadi pada wanita ini. Tanganku bergetar hebat, tubuhku serasa tak bisa bergerak. Sementara tangan wanita itu masih meraba mukaku. Semuanya seperti tergambar jelas di sana. Apakah wanita ini, ibu Hani adalah istri ayahku yang dulu, dan Hani adalah adikku.