Pagi.aku terbangun ketika ibuku membuka gorden kamarku dan menepuk kakiku dua kali. Begitu mudah aku terbangun dari tidur dan juga begitu mudah aku tertidur di manapun itu. aku mandi dan bersiap ke sekolah. Ibuku menyiapkan kue buatannya tadi pagi untuk Hani dan Ryu dan tentunya untuk teman-teman sekelasku. Aku berangkat naik sepeda yang dipinjamkan tetangga sebelah setelah tahu aku habis sakit. Ternyata barang yang ku bawa terlalu banyak dan ribet di bawa. Tapi dengan susah payah aku bisa sampai sekolah dengan semua bagian tubuh dan yang ku bawa utuh tak kurang apapun.
Sampai di sekolah.
"Ryu.... apa yang bisa ku bantu?" salah seorang dari teman sekelasku yang bernama Oni datang dan merebut barang bawaanku.
"Ahh. Arigatou. Ada apa pagi-pagi kau sudah ada di sini?" tanyaku padanya.
"Hehehe. Aku ada sesuatu yang harus ditunggu dan ternyata sudah datang." Aku mulai mengerti apa yang ia tunggu. Dia ternyata menungguku. Pasti ada sesuatu yang membuatnya rajin menjemputku.
"Ayo aku bawakan ke kelas.heheehe." Oni berlari menuju ke kelas dengan membawa semua kue yang dibawakan ibuku untuk mereka semua. Ternyata....
Sampai di kelas, dugaanku 100% benar. Mereka semua sudah menghabiskan bawaanku tadi. Ahhhh..teman-temanku yan....kalian menghabiskannya tanpa menyisakan sedikit untukku.
"Ryu. Kau mau? Ini masih ada 2 potong." Santi mengatakannya dengan senyuman aneh dan seperti enggan melepas kue itu. aku mendekat dan menerima kue itu, tapi, tangannya seperti tak mau melepas piring kue terakhir itu. emmmm. Akhirnya aku langsung mengambil kue itu dengan tanganku dan membiarkannya mengambil piringnya.hehe.
Bel berbunyi.
Aku tak melihat Ryu dan Hani. Mungkin mereka terlambat. Beberapa menit berlalu hingga pelajaran usai. Aku mulai tak tenang. Aku berinisiatif menanyakannya pada yang lain tapi sepertinya tak ada yang menyadari mereka tak hadir. Akhirnya kuputuskan untuk mengirim sms pada Hani.
Hani. Kau dimana? Ada yang terjadi pada kalian atau ada yang sakit?
Lama kutunggu dan ada sms balasan.
Maaf Ryu aku tak mengabarimu. Ibuku meninggal...aku sekarang di Jepang. Maaf.
Aku seperti tersambar petir. Apa ini...
Aku sama sekali tak berkonsentrasi dengan semua pelajaran yang ada. semuanya kejadian ditempat Hani terulang tanpa ada satupun yang terlewat dipikiranku. Aku akhirnya memutuskan untuk pulang dan menemui ibuku. Kukayuh sepeda tetanggaku hingga menetes peluhku. Aku tak peduli. Sampai di rumah aku berlari menuuju kamar Okaasan.
"Okaasan, sumimasen. Aku ingin berbicara sesuatu yang penting mengenai temanku yang pertama kali datang kesini kemarin. Masih ingatkah Okaasan pada mereka berdua?" kataku cepat tanpa tanda titik atau pun koma. Lepas semuanya begitu saja.
"Iya. Ada apa, Magi-chan?" Okaasan dengan santai menanyakan masalahnya secara langsung.
"Apakah Okaasan tidak merasakan sesuatu pada mereka yang berbeda dari yang lain?" tanya ku memancing.
"Maksud mu apa Magi-chan? Okaasan merasa mereka anak yang baik dan....." Okaasan terhenti di tengah jalan dan mulai menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Okaasan ada apa? Cepat katakan! Aku merasa ada yang sama antara kita dan mereka. Semuanya seperti dulu." Aku mulai merasa tka sabar.
"Magi-chan. Okaasan tak ingin mengingat itu. sebisa mungkin kita harus menghindari pembicaran seperti ini. Kau tahu, ini berbahaya untuk kita." Okaasan mencegahku.
"Okaasan. Aku sebenarnya sakit bukan karena terlalu capai saat itu. aku merasa tak tenang sejak aku berada di rumah Hani. Sore itu aku ke rumah Hani dan melihat foto mereka yang benar-benar membuatku menggigil setelah mendengar cerita itu dari Hani. Semua peristiwa yang ia ceritakan sama persis dengan apa yang ayah dan kakek-nenek alami di Jepang. Lalu aku bertemu ibunya tepat sebelum aku pulang karena merasa mereka berbeda bukan seperti kita. Dengan melihat ibunya saja semuanya langsung jelas. Dia diserang, Okaasan. Mereka semua pindah karena mereka di serang di sana. Apakah semua itu tidak cukup untuk itu????" aku menceritakannya dan menegaskan sikap Okaasan. Tapi Okaasan tetap diam tak berkata-kata. Ia tetap duduk dengan tenang seperti itu adalah hal yang biasa baginya.