Chapter 11

313 31 2
                                    


"Kenapa kau diam saja?"

Seolri tak menjawab pertanyaan Mingyu. Ia sibuk mengunyah permen karet di mulutnya. 

"Kau marah karena ajumma itu mengatai kita suami-istri?" tanya Mingyu.

"Kenapa harus marah karena hal itu? Aku bahkan dikatai pelacur pun tak masalah!"

"Haha... siapa tahu kau malu karena disebut istri seorang pria gay!" celetuk Mingyu.

"Fokus saja pada jalanan, bodoh! Kau tidak lihat itu sudah lampu hijau?" omel Seolri pada Mingyu. Pemuda itu hanya menyengir lalu menjalankan mobilnya menembus lampu hijau. "Ngomong-ngomong..." Seolri tiba-tiba penasaran akan sesuatu. "Sudah hampir dua minggu kau tidak bekerja. Kau juga sudah keluar dari perusahaan mantan pacarmu itu, lalu darimana kau mendapatkan banyak sekali uang?"

"Wae? Kau mau memerasku?"

"Apa aku terlihat seperti gadis pemeras?"

Mingyu mengangguk santai. Seolri segera melemparnya dengan kotak tissue yang terbuat dari kertas. "YA!"

"Hei, ingatlah kalau aku sedang menyetir!" omel Mingyu.

Dan sejenak, keheningan pun merajalela di mobil Mingyu.

"Kau sendiri... kenapa tak bekerja?" tanya Mingyu beberapa saat kemudian.

"Tak ada yang mau menerimaku... lagipula aku tak bisa melakukan apapun. Aku tidak bisa masak, berhitung, atau apapun. Yang bisa kulakukan hanya clubbing!"

"Memangnya tidak ada hal yang kau sukai sama sekali?"

Seolri mengeryitkan dahinya, "Ada... aku suka kecantikan! Aku ingin punya salon pribadi tapi itu mustahil!"

"Ayahmu? Kedua orangtuamu?"

"Ibuku sudah meninggal sejak aku masih kecil. Dan ayahku..." Seolri terdiam sejenak. "Kau mau tahu siapa ayahku?"

Mingyu menoleh ke Seolri, "Siapa?"

"Lee Byungman..." jawab Seolri santai.

"Heol! Lee Byungman pemilik Rolee Groups itu? Dia begitu kaya dan kau bahkan membayar uang sewa kamarmu pun kesusahan?"

"Sebenarnya aku tak mau menyebutnya sebagai ayahku lagi. Berhubung aku tak punya apapun yang bisa kupamerkan padamu kecuali dia..."

"Tunggu... aku kenal ayahmu. Perusahaan kami pernah bekerja sama dengannya. Dia tak pernah menikah tapi dia terkenal suka main perempuan. Apa itu penyebab kau tak mengakui dia sebagai ayahmu?"

"Dia bahkan hampir meniduriku..." gumam Seolri pelan yang tak didengar oleh Mingyu. "Sudahlah... aku tak mau membicarakannya lagi. Dan... ngomong-ngomong soal ibuku, besok adalah hari peringatan kematian ibuku. Kau mau ikut aku ke Daegu?"

"Daegu? Itu kampung halamanmu?"

"Eung..."
.

.

.

.

.   



Hari ini adalah malam terakhir Byeol dan Wonwoo berada di Jeju-do. Besok siang mereka akan kembali ke Seoul, kembali ke aktivitas mereka. Wonwoo sudah meninggalkan banyak sekali pekerjaan di perusahaannya. Satu per satu telepon dari sekretaris pribadinya terus menganggu liburan singkatnya.

 
Di sisi lain Byeol sedang melakukan kebiasaannya. Menikmati pemandangan dari balkon kamar mereka.

"Besok aku sudah kembali ke Seoul..." kata Wonwoo di telepon. Dia baru saja masuk ke dalam kamar. Suaranya memecahkan keheningan di kamar tersebut. "Ya, besok aku akan langsung ke perusahaan begitu aku tiba di Seoul..."

Wonwoo mematikan telepon. Pandangannya tertuju pada Byeol. Kakinya pun membawanya melangkah menghampiri wanita itu, "Kenapa kau begitu suka merenung di depan balkon kamar?"

Byeol menyunggingkan senyuman kecil meresponi pertanyaan Wonwoo, "Apa kau yang memasang perban di kakiku semalam?"

"Ah, aku baru ingat. Bagaimana kakimu? Masih sakit?"

"Boleh aku bertanya kenapa kau tiba-tiba berubah peduli padaku?"

Wonwoo terdiam.

"Atau kau melakukannya karena kita sedang berada di rumah nenekmu?"

"Byeol-ah..."

"Sekarang tidak ada dia. Kau boleh bersikap seperti biasanya..." kata Byeol.

"Kenapa kau berpikir seperti itu..."

"Kalau begitu apa kau kasihan padaku?" tanya Byeol lagi. "Kau tidak perlu mengasihaniku, Jeon Wonwoo. Aku sangat kuat menghadapi pria sepertimu selama satu tahun ini. Seperti yang kukatakan kalau aku hanya menunggu sampai bayi ini lahir. Setelah itu kau boleh menceraikanku dan kembali pada pria itu..."

Byeol mengatakannya dengan mata berkaca-kaca. Wanita itu sedang menahan tangisan. Di mulutnya dia mengaku jika ia kuat tapi sebetulnya hatinya sangat lemah. Apalagi selama ini hatinya selalu dibuat rapuh oleh pria di hadapannya. Byeol yang merasa sudah tidak bisa menahan tangisannya pun memilih pergi dari Wonwoo.

Sementara Wonwoo hanya bisa mematung merenungkan setiap perkataan Byeol. Bukan. Bukan ini yang ia inginkan. Tujuannya menunjukkan kepeduliannya pada Byeol bukan karena dia sedang berada di rumah neneknya, atau karena dia kasihan pada gadis itu. Wonwoo mulai peduli pada Byeol karena hal lain.
.
.
.
.
.
.
[ Keesokan harinya... ]

-Gimpo International Airport-

Pesawat yang ditumpangi Byeol dan Jeon Wonwoo baru saja tiba di Seoul. Rombongan penumpang dari Jeju-do pun satu per satu keluar dari pintu ketibaan. Byeol dan Wonwoo sendiri sedang menunggu bagasi mereka tiba.

Because of Love (Sequel of Between Love and Gender)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang