Chapter 8: Mengejar Lord Kaizen

26 3 2
                                    

"Para demon itu ..." Geram Ingga saat melihat mereka dari kejauhan sedang berjalan mendekat sambil merusak dan membakar apa pun yang menghalangi jalan mereka: ilalang, pagar-pagar, rumah-rumah, termasuk para peri bunga yang berlalu-lalang menghalangi pandangan para demon itu.

"Kiki, Ingga, kemampuan armor release yang kalian gunakan kemarin sudah aku tambahkan ke dalam kemampuan gelang perak yang kalian kenakan, katakan saja armor release, atau armor seph untuk menariknya kembali." Jelas Maria tanpa menoleh, ia masih melihat para demon yang kini sedang mendekat ke arah desa Madya.

"Maria, sejak kapan kau mampu menggunakan sihir yang bisa kau berikan kepada orang lain? setahuku, tidak ada peri yang mampu melakukan itu." Pitcher yang mendengarnya bertanya, setengah tidak percaya.

"Aku sendiri juga bingung bagaimana menjelaskannya, Pitcher. Sudah begitu, kita tidak ada waktu untuk hal itu, lihatlah mereka." Jawab Maria.

Para demon itu sudah semakin mendekati desa. Para peri dan semua yang berada di desa Madya semakin waspada. Bozcha menghimbau kepada para penduduk agar jangan gegabah dan menghadapi ini secara bersama-sama. "Ingat, kerjasama kita adalah kuncinya, seperti yang telah para manusia itu tunjukkan kepada kita." Kalimat itulah yang selalu berusaha Bozcha tekankan. Ia juga menambahkan bahwa demon itu hanya tiga orang sementara kita berjumlah banyak, agar menambah kepercayaan diri para penduduk. "Sekarang sebaiknya persiapkan tongkat kalian masing-masing!" Perintah Bozcha.

"Aku akui, kalian memiliki nyali yang cukup besar." Kaizen menyapa para peri yang ada di hadapannya dengan kalimat pujiannya. "Aku tidak menyangka, sebuah desa kecil yang berada di antara padang ilalang dengan penduduk yang tidak begitu banyak, berani berdiri di hadapanku secara langsung. Sementara desa peri lain yang aku temui bahkan bisa dibilang desa yang cukup besar; semua penduduknya lari begitu melihat kehadiran dan kekuatan kami. Apakah ini semua karena ..." Kaizen lalu menatap ke arah kami, dan Maria. "Adanya tiga orang manusia dan satu peri asing yang datang ke desa ini?"

Tidak ada satu pun dari kami berempat maupun para peri lain yang bersuara. Kaizen menaikkan alisnya melihat ekspresi kami dan para peri yang terlihat seperti ancaman baginya. "Sudahlah, berhentilah menatapku dengan tatapan seperti itu, itu tidak menyenangkan sama sekali." Lanjutnya. "Lagipula, apakah para peri adalah makhluk yang terlahir pengecut yang baru berani menampakkan diri dan menantang kami setelah ada bantuan datang dan berencana menyerang kami secara bersama-sama?"

Semua peri sontak kesal menahan marah, berusaha untuk tidak bertindak secara gegabah seperti apa yang diperintahkan oleh Bozcha sang pemimpin mereka. Sementara kami berempat menatap satu sama lain seolah mengisyaratkan sesuatu. Apa yang harus kita lakukan? Namun Maria mengisyaratkan agar kami tetap tenang dan menunggu waktu yang tepat.

"Sebenarnya apa tujuan kedatangan kalian kemari? Kami tidak akan menerima tamu yang datang apalagi jika tujuannya adalah berbuat kerusakan di desa ini." Bozcha mulai membuka pembicaraan dengan para demon.

"Tujuan kami? Tujuan kami sangatlah sederhana," Kaizen menatap kami semua dan menjelaskan "Kami hanya ingin agar seluruh dunia tahu bahwa: kami adalah penguasa dari seluruh dunia yang ada di semesta ini. Dan dengan kekuatan kami, kami akan menyatukan seluruh dunia dalam satu kekuasaan tunggal, di bawah kepemimpinanku, Tuan Kaizen Yang Agung."

"Itu sama halnya kami harus menyerahkan dunia kami kepadamu!" Jawab Bozcha. "Kami tidak sudi jika dunia kami harus dipimpin oleh orang-orang jahat seperti kalian!"

"Tenanglah pak tua," jawab Kaizen santai. "Bukankah dengan menyatukan dunia menjadi satu ... tidak ada lagi yang namanya perselisihan? Bukankah kita sering melihat, dalam sejarah setiap bangsa yang ada, selalu saja ada yang namanya peperangan, pembunuhan, ketidakpercayaan, pengkhianatan, apakah itu terasa menyenangkan buat kalian? Bukankah setiap bangsa menginginkan perdamaian? Semua makhluk hidup yang memiliki peradaban selalu saja bodoh. Berulang kali mereka menumpahkan darah hanya karena urusan sepele."

Journey Into Paralel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang