Chapter 19: Dia datang

16 1 0
                                    

Pagi yang terik―sepertinya mulai memasuki siang hari. Kami menjalani latihan seperti yang kami lakukan tiga hari sebelumnya di tempat ini―di padang rumput yang tidak jauh dari koloni pemukiman bangsa Elf tempat Komandan Fei tinggal. Hari ini adalah hari keempat kami menjalani latihan sambil menunggu Maria tersadar dari komanya; yang jika dihitung sejak perang berakhir, artinya hampir lima hari Maria tidak sadarkan diri. Kemudian aku mulai mengingat-ingat kembali waktu yang telah banyak kami lalui. Aku pun menyadari bahwa kami sudah berada di dunia ini selama enam hari dan hari ini adalah hari ke tujuh dihitung sejak kami tiba di dunia bangsa Elf. Benar-benar waktu yang panjang dan aku merasa di dunia elf inilah tempat kami singgah paling lama, karena di dunia Peri kami hanya singgah selama dua hari satu malam. Aku berusaha sebaik mungkin untuk mengingat waktu karena aku tidak mau menjadi gila gara-gara tidak ada waktu yang bisa kami jadikan acuan. Aku sengaja tidak memutar jam tanganku; membiarkannya berputar sendiri sejak dari kami bertiga meninggalkan rumah. Tidak kusangka kalau kami bertiga sudah meninggalkan rumah selama sembilan hari dari waktu yang sejauh ini bisa aku perkirakan. Anggap saja begitu karena selama berada di dalam kereta antar dunia dan di dunia Yggdrasil, waktu yang berlaku terhadap kami berhenti, jadi aku memilih untuk tidak menghitungnya.

"Kiki ..." Reni menghampiriku, gilirannya untuk berlatih bersama dengan Fei sudah berakhir.

"Ada apa denganmu? Kau baik-baik saja?"

"Aku lelah, aku tidak suka pekerjaan ini, tapi aku tidak punya pilihan." Reni duduk di sampingku sambil mengelap keringatnya.

"Aku tahu perasaanmu," aku melihat wajahnya yang kelelahan. "Kau, aku, dan Ingga memang bukan dari kelas ksatria. Kita hanya murid SMA biasa. Aku yakin Ingga juga tidak menyukai pertarungan. Lagipula, aku juga sudah mengatakan padamu bahwa ..."

"Bahwa anggap saja ini seperti latihan menari, benar kan?" sahutnya.

"Tuh tahu," aku tersenyum padanya. "Artinya ini hanya untuk sementara, jangan menganggapnya sebagai beban, semua ini hanya untuk perjalanan ini, setelah itu, selesai."

"Beri aku tempat untuk tidur." Reni mendesak, berbaring di atas pangkuanku dan memejamkan mata. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang seperti itu.

"Elf Slash!"

Perhatianku tercuri ketika melihat sekelebat cahaya yang timbul dari jurus yang dilancarkan oleh Komandan Fei. Beliau sedang melatih sihir Slash-nya bersama dengan Wiil. Mereka berdua sekilas terlihat seperti bersaing. Nampaknya sembari memberi kami waktu untuk beristirahat, Tuan Fei memanfaatkan waktunya dengan baik untuk melatih dirinya.

"Wiil, sejauh mana perkembanganmu?" tanya Fei.

"Sejauh ini kemampuan Slashku sudah mampu untuk memotong ... setidaknya dua atau tiga batang pohon besar sekaligus." Jawabnya.

"Baiklah, aku tidak ingin kalah darimu, ELF SLASH!" Fei melancarkan serangan Slash-nya yang terlihat cukup besar ke arah batang besi besar yang sengaja sudah dipersiapkan sebelumnya untuk latihan. Suara benturan keras lalu menggetarkan udara.

"Sial! Masih kurang kuat!" Keluh Fei.

"Secara besi itu terpotong Tuan, meski belum sepenuhnya, serangan Anda sudah sama kuatnya dengan serangan saya."

"Belum!" Bentak Fei. "Kau ingat dengan yang dilakukan oleh Maria dan Kaizen? Mereka mampu mencapai tingkat serangan supermassive dari teknik yang mereka miliki. Artinya untuk teknik kita ini harusnya juga ada tingkatan supermassive."

"Jika Anda berpikir begitu Tuan, artinya kita harus mencari tahu caranya."

"Itulah tugas kita dalam latihan ini, sambil berpikir, aku harap kau juga tidak melupakan tugasmu untuk membangun pasukan. Aku akan kembali berlatih dengan tiga anak manusia itu."

Journey Into Paralel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang