"Aku sempat terkejut, ketika kalian ternyata bisa mengejar kami hingga ke dunia ini." Kaizen menghadap ke arah kami, ia berdiri di atas atap bangunan sehingga posisinya lebih tinggi dari tempat kami berada.
"Tentu saja! Kami tidak akan membiarkan kalian dengan seenaknya pergi dan memporak-porandakan dunia menggunakan kekuatan itu sesuka hati kalian!" Teriak Maria.
"Kami akan terus mengejar kemana pun kalian pergi!" Ingga ikut berteriak.
"HAHAHAHAHA ..." Kaizen tertawa lepas mendengar pernyataan kami. "Kalian bermaksud mencegah tujuanku? Kalian merasa yakin kalian lebih hebat dariku?"
Kaizen turun dari atas atap, berjalan pelan beberapa langkah mendekati kami. "Jika ternyata kalian mampu berpindah dunia seperti yang kami lakukan, aku akui itu adalah kemampuan yang luar biasa." Ia diam sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya dengan berteriak. "TAPI JANGAN BERHARAP KALIAN BISA MENGALAHKAN KAMI KALAU HANYA MEMILIKI KEMAMPUAN SEPERTI ITU!"
"Artinya kau meremehkan kekuatan kami!" Maria mengubah tongkatnya menjadi pedang. "Maju! Jika kau merasa yakin!"
"Akan aku patahkan keempat sayapmu itu supaya kau tidak banyak bicara lagi peri kecil!"
Secara perlahan, sinar mentari yang hangat di pagi hari ini semakin terang menyinari setiap puing bangunan serta mayat yang bergelimpangan di setiap tempat di medan pertempuran ini. Koloni bangunan ini sudah tidak seperti pemukiman lagi. Semuanya hancur dan hampir rata dengan tanah. Terlebih lagi para Troll itu terus saja mengamuk―menghancurkan semuanya hingga tak bersisa. Pepohonan tumbang dan terbakar. Kepulan asap, kobaran api, dan darah menjadi pemandangan mengerikan yang tak terelakkan. Badanku gemetar dan aku berusaha untuk tetap tenang, aku harus bisa mengatasi tubuhku agar aku terbiasa dengan keadaan ini. Pertarungan ini belum selesai, bahkan baru saja di mulai. Bagaimana mungkin aku kalah ketika aku baru saja memasuki medan perang? Lagipula ... aku tidak pernah membayangkan jika keadaan akan menjadi semengerikan ini.
"Aku hampir tidak percaya kau bisa selamat dari racunku yang mematikan. Bahkan sekarang, kau bisa berdiri di hadapanku tanpa luka sedikit pun."
"Janette!" aku membalikkan badanku.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi, bocah."
"Kau mau cari gara-gara lagi denganku?"
"Aku hanya merasa bosan, jadi kurasa itu bukan hal yang buruk." Jawab Janette.
"Artinya kau akan dikalahkan oleh kebosananmu sendiri." Kataku sambil mengangkat pedangku.
"Oh ya? Majulah jika kau masih punya nyali." Janette pun ikut menarik pedangnya.
Dan pertempuran kami pun tidak dapat terelakkan.
Di sisi lain, Ingga kembali berhadapan dengan Laccas.
"Demon Breaker!" Laccas terus berusaha menyerang Ingga dengan tembakan bola energinya yang membara.
"Apa kau sudah tidak punya nyali untuk beradu pedang denganku?"
"Akan lebih baik jika kau menjaga ucapanmu itu, bocah!" Jawab Laccas yang kemudian menarik pedangnya.
"Akan lebih baik jika kau bertarung saja tanpa banyak bicara!" Ingga menyeringai.
***
"Pitcher! Sebaiknya kau tetap bersamaku. Kita lakukan seperti sebelumnya saat di dunia peri, bagaimana?" pinta Reni.
"Aku sih setuju saja, Fairy Flash!" Pitcher mendekat kepada Reni. "Tapi, apakah cara yang sama akan bekerja untuk mereka?"
"Fokus utama dalam perjalanan kami adalah untuk merebut kembali Inti Yggdrasil yang dipegang oleh Kaizen." Jelas Reni. "Jadi, asalkan Inti itu bisa direbut, kami tidak harus membunuh para demon itu. Kami akan langsung menuju ke tempat Yggdrasil untuk me-ngembalikan Inti itu kepada Dewi Floria."
![](https://img.wattpad.com/cover/80710967-288-k469081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Into Paralel World
FantasyKeadaan dunia tiba-tiba saja menjadi kacau. Bencana alam di mana-mana. Anomali cuaca terjadi dan tak dapat diprediksi. Bersamaan dengan itu, Ingga, Kiki, dan Reni; tiga orang remaja yang dipertemukan dengan seorang peri dari dunia lain, memutuskan u...