"Gawat! Aku bisa terlambat!"
Senin, 16 Juli. Sinar matahari begitu terik menyinari kota. Jalanan dan lalu lintas mulai ramai dipadati oleh penduduk dan kendaraan yang berlalu-lalang. Ya, inilah hari Senin. Hari pertama saat tahun ajaran baru dimulai. Aku berlari menuju ke sekolah yang tidak jauh dari rumah. Hari ini aku sedikit kesiangan, dan terpaksa melakukan segala persiapan dengan tergesa-gesa. Bahkan sarapan pagi pun dimasukkan ibuku kedalam kotak nasi untuk kumakan di saat jam istirahat telah tiba. Hari ini adalah hari yang penting, karena hari ini adalah hari di mana aku memulai kembali sekolahku, menempati kelas yang baru, bertemu dengan teman-teman baru. Dan yang paling menggangu benakku saat ini adalah: aku tidak ingin terlambat untuk mengikuti upacara. Aku terengah-engah, kulirik arlojiku saat aku tiba di gerbang sekolah. Untungnya upacaranya belum dimulai. Pukul 07:02. Syukurlah, nyaris saja terlambat.
"Kau sudah melihat pengumuman kelasnya?"
Aku terkejut ketika seseorang menyapaku dari belakang setelah upacara baru selesai dilakukan. Ternyata orang itu adalah Reni, sahabat yang selama dua tahun ini selalu satu kelas denganku.
"Ah Renii ..." Aku tersenyum. "Belum, aku saja hampir terlambat ketika sampai di sini."
"Daripada kau harus berdesakan dengan para murid di papan pengumuman itu, aku punya jawabannya untukmu." Reni tersenyum. Aku curiga dengan senyumannya itu.
"Kalau begitu beritahu aku."
"Tapi kau harus janji."
"Janji apa?"
"Kau harus janji pulang nanti belikan aku es krim."
"Ah kamu, lebih baik aku lihat sendiri di papan pengumuman." Aku menggerutu.
"Kalau begitu, aku tidak punya pilihan lain." Reni menunjukkan jebakan yang ternyata telah ia persiapkan sebelumnya.
"Ah buku diariku! Kok ada di kamu sih? Kembalikan!"
Sialan Reni itu, malah ngajak kucing-kucingan. Kukejar dia sampai keliling ruangan kelas, sampai ke koridor. Hingga jam pelajaran di mulai dan akhirnya aku pun terpaksa kembali ke kelas.
"Hei kalian berdua!"
Suara panggilan seorang murid laki-laki terdengar tidak asing bagi kami berdua, pandangan kami langsung tertuju pada bangku sudut paling depan di ruangan kelas yang kami masuki. kami membalas sapaannya dan langsung mendekati murid yang sedang duduk itu.
"Ingga, kita satu kelas lagi?" tanya Reni. "Bukannya nilaimu selalu bagus? kau tidak dimasukkan ke kelas IPA 1?"
"Bagiku itu tidak penting, IPA 1 atau IPA 2 bukanlah patokan kita pandai atau tidak, itu hanyalah pembagian kelas. Pak guru datang tuh, ayo duduk!"
Para murid kembali ke bangku mereka masing-masing. Aku terpaksa harus menahan kesabaran karena buku diari milikku masih ada di tangan Reni―si bocah usil yang suka minta di traktir dadakan.
***
"Aku sangat menyukai tempat ini. Setiap jam istirahat, kalo nggak ke perpustakaan ya aku main ke sini." Jelas Ingga kepada kami yang mengikuti ajakannya.
"Berada di ketinggian memang menyenangkan, tapi aku kurang suka dengan anginnya yang terlalu kencang. Bisa bikin masuk angin." Ucap Reni ketika melihat sekeliling―di mana sejauh mata memandang hanya atap bangunan kota. Kami bertiga menikmati suasana di atap sekolah untuk mengisi jam istirahat kami.
"Ya kamu jangan sambil buka mulut dong, nanti kembung." Ingga tertawa kecil, setelah itu bertanya. "Jadi Reni, tunjukkan padaku apa yang kamu dapatkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Into Paralel World
FantasíaKeadaan dunia tiba-tiba saja menjadi kacau. Bencana alam di mana-mana. Anomali cuaca terjadi dan tak dapat diprediksi. Bersamaan dengan itu, Ingga, Kiki, dan Reni; tiga orang remaja yang dipertemukan dengan seorang peri dari dunia lain, memutuskan u...