"Manusia ...."
Ingga menoleh ketika mendengar seseorang yang mengatakan sesuatu. Di dalam kegelapan yang tiada batas, tidak ada yang tahu tempat apakah ia berada. Di bawah kakinya, Ia mendapati banyak sekali sulur tanaman yang menjalar ke sana kemari.
"Tempat apa ini? Aneh sekali. Apa aku sedang bermimpi?" gumam Ingga.
"Kau memang sedang bermimpi, manusia." Suara itu menanggapi Ingga meski Ingga mengatakannya dengan sangat pelan.
Ingga kebingungan mengetahui bahwa suara itu terdengar sangat jelas di telinganya. Namun sejauh ia memandang, ia tidak melihat siapa pun. Ia hanya mendapati gelap dan hanya gelap.
"Siapa kau?" teriak Ingga, sambil terus mencari dari mana asal suara itu.
"Kau masih mengingatku bukan?"
Ingga langsung menoleh ke belakang―ke arah dari mana suara itu berasal. Dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati seseorang berdiri di hadapannya. Sosok berambut putih bergelombang yang sudah tidak asing lagi. dan ketika orang itu melangkahkan kakinya ke depan, seketika seluruh tempat itu berubah menjadi terang, putih, dan kosong.
"Anda... D-Dewi Floria?"
"Kau menyerah?" sang dewi hanya bertanya singkat tanpa menunjukkan ekspresi atau gerakan apa pun.
"Maafkan aku ... Dewi, kami tidak tahu harus berbuat ..."
"Aku tanya, APA KAU MENYERAH?!"
Suara sang dewi yang keras itu seketika menimbulkan angin yang entah dari mana asalnya. Mengibarkan rambut Ingga dan pakaiannya yang tadinya tenang. Setelah angin itu berhenti, Dewi Floria maju kemudian mencekik leher Ingga.
"Inikah manusia? Yang mana mereka tercipta dengan akal dan pikiran berada pada mereka, namun mereka menyerah untuk menggunakannya?"
"Inikah manusia, makhluk lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa bergantung pada orang lain?" Lanjut sang dewi, ia lalu menghempaskan Ingga hingga tersungkur dan batuk-batuk.
Ingga berusaha bangun dan mengatur nafasnya kembali. Dilihatnya sang dewi yang berjalan mendekat kepadanya dengan cepat. Refleks Ingga bergerak mundur dan sebisa mungkin menyusun kalimatnya kembali yang buyar dalam pikirannya.
"Aku―kami sudah berusaha sebisa kami ..." Ingga merasa sangat ketakutan. Tatapan sang dewi yang terasa begitu kuat itu akan membuat siapa pun yang melihat matanya menjadi kehilangan nyalinya seketika. Apalagi melihat bentuk matanya yang tidak sama dengan mata manusia.
"Menurutmu ini sudah berakhir? Belum."
"Lalu apa yang bisa kami lakukan sekarang?" desak Ingga. "Anda tahu, kami hanya manusia biasa. Kami tidak memiliki kemampuan berpindah dunia seperti Maria atau Kaizen. Dan sekarang, kami berada di dunia kami tanpa tahu bagaimana cara menyelamatkan Maria."
"Kalian tidak bermaksud untuk mundur bukan?"
"Tentu saja tidak, Dewi. Kami hanya ..."
"Aku tahu, aku terus mengawasi kalian dari posisiku di dalam dunia Yggdrasil. Kau bahkan tidak perlu menjelaskannya lagi," Dewi Floria diam sejenak, ia lalu melanjutkan. "Pertemuanmu denganku kali ini adalah bukti bahwa kau belum sepenuhnya menyerah. Kau terus berusaha memikirkan sebuah cara yang entah bagaimana caranya. Bahkan di dalam ketidakmungkinan pun kau terus berharap. Hingga pada saat gelombang otakmu menurunkan frekuensi dan kesadarannya, kita kembali bertemu."
"Lalu apakah Anda akan memberikan kami jalan keluar melalui pertemuan kita ini?" tanya Ingga. "Anda pasti bisa melakukan sesuatu untuk kami, bukan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/80710967-288-k469081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Into Paralel World
FantasyKeadaan dunia tiba-tiba saja menjadi kacau. Bencana alam di mana-mana. Anomali cuaca terjadi dan tak dapat diprediksi. Bersamaan dengan itu, Ingga, Kiki, dan Reni; tiga orang remaja yang dipertemukan dengan seorang peri dari dunia lain, memutuskan u...