Sesampainya Delia dirumah, keadaan rumah sunyi seperti tak berpenghuni. Delia meneliti setiap tempat yang coba Ia lewati, sepi tidak ada tanda-tanda adanya kehidupan. Kuburan berbentuk istana sepertinya. Delia kadang merindukan ramainya sebuah rumah jika sudah seperti saat ini, Ia juga sebenarnya menginginkan seorang adik untuk menemaninya dirumah dikala Mama dan Papanya sibuk mencari uang.
"Kok sepi banget ini, Ma? Pa? Kalian dimana? Delia pulang." suara Delia setengah berteriak memanggil kedua orangtuanya.
Suaranya sedikit bergema, karena rumah sebesar itu sangat hening bagai gedung tua. Memang rumahnya hanya ditinggali oleh 6 orang saja. Itupun hanya ia, Mama, Papa, dan kedua pembantunya yang kerja inap dan seorang supir yang memang merantau sehingga ia harus menetap di rumah Delia. Bayangkan rumah megah berpenghuni minimalis. Apakah setan tidak main petak umpat dalam setiap ruangan? Seperti rumah ini akan menjadi tempat favorit makhluk tak kasat mata. Sepertinya.
"Ah mungkin Mama sama Papa udah tidur. Tidur ajalah, besok MOS." jelasnya lagi sembari berlalu dengan langkah yang agak sedikit tertatih-tatih. Yah maklum baru selesai dipijat, masih ada sensasi linu tak terkira. Linu aja gak pake banget.
💔💔💔💔💔💔
Sedangkan di tempat lain, kedua orang tuanya ternyata mendengar ke pulangannya kerumah. Yang kini kedua orang tuanya lakukan adalah pertengkaran lagi. "Delia sudah pulang, sudahlah Dau. Saya capek, jangan buat saya kesal dengan semua tangisan kamu itu, percuma." tungkas Demian. Sembari mencoba merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang empuk dengan tidur menyamping membelakangi Daurel.
"Kamu capek Mas?! Saya lebih capek! Kamu main perempuan, kamu tidak hargai saya disini, apa saya tidak capek Mas?! Seharusnya kamu sadar. Saya hanya ingin kamu tinggalkan wanita jalang tidak tahu diri itu bukannya malah seperti ini!" Nadanya bergetar, selalu saja dibuat napasnya tersengal-sengal karena pertengkaran. Daurel harus bagaimana lagi menghadapi semuanya? Semuanya memang sudah berada diluar batasan yang wajar. Kepedihannya bukan lagi sebuah rasa sementara, rasanya sudah menjadi gumpalan daging di hatinya.
"Kamu sudah punya anak sebesar Delia! Apa kamu siap dibenci anakmu jika nanti Delia tau kelakuan kamu Mas?!" isaknya semakin menjadi, tiap hari ia meneteskan air matanya. Sudah menjadi makanannya sehari-hari.
Lelah dengan segala keadaan, bertahan memilukan pergipun sulit untuk dilakukan. Apalagi semua yang ia perjuangkan adalah kebahagiaan Delia. Ia tidak ingin anaknya menjadi berantakan karena ke egoisan kedua orangtuanya.
Perilaku Demian sangat keterlaluan kepadanya. Sangat! Namun sekuat tenaga, Daurel tetap tersenyum. Sebisa mungkin ia bertahan demi keluarganya kembali baik-baik saja.
"Saya tidak mungkin meninggalkan Sara!" jelas Demian. Tak kalah dengan suaranya mulai berdengung delapan oktaf.
"Oh jadi wanita jalang itu bernama Sara! Sudah berani kamu Mas menyebutkan nama wanita itu di depan saya?! Setelah setahun lamanya kamu baru menyebutkan namanya? Saya cari perempuan itu Mas!" tegas Daurel mengancam, siapapun akan merasakan sakit yang sama jika berani menanam penyakit. Sudah cukup mungkin rasanya ia merasakan ketidakadilan ini.
"Berhenti kamu Dau, memanggil dia jalang!" suara itu semakin meninggi, membuat Daurel sedikit tercekat. Nyalinya semakin dibuat ciut oleh nada suara meninggi milik yang tercinta. Entah sejak kapan Demian sekasar ini Daurel tidak menyadarinya. "Cukup! Kamu tidak perlu mempermalukan diri kamu sendiri seperti itu! Sampai kapanpun saya tidak akan mencintai kamu lagi." jelas Demian yang sangat menohok hatinya. Benarkah? Sungguh Demian tak mencintai Daurel lagi? Secepat itu? Semudah itu? Setelah bertahun-tahun bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Delia
Teen Fiction[Proses REVISI] Apa menunggu selama 2 tahun ini, aku baik-baik saja? Bayangkan, betapa sulitnya meneguhkan hati untuk setia ketika sebuah lembaran baru menjanjikan kebahagiaan. -Delia- Aku mencari selama 2 tahun ini, tapi aku malah mendapat pengkhia...