13 - Siapa dia?

132 26 4
                                    

Pagi ini Delia dan Denis sudah terjaga, mereka saling menatap. Mata teduh itu seperti mendekap Delia dengan hangat. Denis siang ini memang ada jadwal kuliah, mata kuliah yang sedang Denis kejar nilainya.

Tidak ada perbincangan, hanya ada tatapan dan genggaman tangan yang sesekali Denis menciumi tangan Delia. Entahlah mereka sedang tidak ingin bercakap. Hanya saja rasanya ada yang cukup berbeda dari raut wajah cemas Denis.

Mungkin dengan saling menatap hati mereka akan semakin tidak terkendali lagi. Membiarkan jantungnya menggebu. Perasaan aneh tak perlulah di gubris, bukan hal apa-apa dan bukan hal yang harus di perhatikan.

"Minggu depan kamu ganti gips kan Sayang? Sekalian cek keadaan kaki kamu?" tanya Denis yang telah memecahkan keheningan.

"Iya Yang, kenapa? Kamu mau pergi?" tanya Delia.

"Nggak kok, tenang aku gak kemana-mana, aku cuma tanya aja. Aku sayang sama kamu. Aku gak akan pernah ninggalin kamu lagi Del." ujar Denis tulus yang langsung mencium kening Delia. Entah tiba-tiba Delia meneteskan air matanya. Dadanya mulai terasa sakit, seperti tertusuk benda tajam. Menatap Denis yang mematung, Delia semakin memecahkan tangisnya. Delia bingung perasaan apa lagi yang menggangunya.

Di ambang pintu ada mata yang menatapnya dengan hati yang sakit, dada yang sesak, pilu yang membuatnya berdiam dengan seribu bahasa. Sepertinya kunjungannya di waktu yang sangat tidak tepat. Merasa sudah terlanjur basah, sekalian saja berenang.

Ia menahan ketidak terimaannya atas apa yang ia lihat. Ia harus kuat-- Ya Renal harus kuat, ia laki-laki. Rasanya cukup tidak nyaman melihat ada orang lain yang menghapus air mata di pelupuk mata Delia. Meskipun kenyataannya, dia adalah orang yang Delia cari selama ini. Ia lah yang harusnya sadar bahwa ia sudah menyakiti diri sendiri dengan perduli kepada gadis yang mempuanyai kekasih.

Mencoba melangkahkan kakinya, seperti tidak bertumpu pada tanah, detak jantungnya begitu cepat, hatinya seperti tertusuk ribuan pisau karatan yang sangat menyakitkan dari pada tertusuk pisau yang tajam.

"Hy.." sapa Renal dengan senyum yang memang sangat ia paksakan. Denis dan Delia menoleh kearah Renal, Delia tersenyum ramah sedangkan Denis hanya tersenyum kikuk. Mungkin yang ada di pikiran Denis saat ini adalah mengapa pria ini rajin sekali membesuk Delia. Tanpa diminta. Dan sejak kapan Delia menjadi biasa saja kepada Renal? Biasanya ia akan merasa risih dan terganggu akan adanya Renal?

"Hy Kak? Apa kabar? Udah 2 minggu kamu gak jenguk aku. Gimana sekolahnya? Duduk sini Kak." titah Delia menepuk-tepuk kasur agar duduk di sebelahnya yang tiba-tiba, membuat Renal kali ini melebarkan senyumnya. Gadis ini sulit di tebak, tiba-tiba manis dan seketika berubah jadi dingin.

"Aku baik, selalu baik. Maaf aku sibuk jadi gak bisa jenguk, udah ada Denis lagian yang jagain. Hehe.." ujar Renal yang sudah tersenyum sambil melirik kearah Denis yang sekarang sedang sibuk menelepon.

"Hmm iya aku ngerti, oh iya buat siapa itu lolipop Kak?" tanya Delia.

"Eh.. Hmm buat kamu, nih." kata Renal yang memberikan 6 lolipop besar berbentuk hati.

"Whaa.. Makasih ya Kak, banyak lagi aku suka," jawab Delia excited karna mendapatkan lolipop sebanyak ini dengan ukuran yang jumbo.

"Aku gak bisa lama, aku langsung pulang ya." ujar Renal yang sudah merasa tubuhnya bergetar. Ia langsung berlalu dan sedikit tersenyum kikuk kepada Denis. Sebenarnya Renal ingin berlama-lama, seperti layaknya seorang pengunjung. "Loh Kak Re?" Delia hanya menatap punggung Renal yang mulai menjauh dengan sedikit berlari.

"Kakak kelas kamu kenapa Sayang? Kok sebentar banget jenguknya? Sampe lari-larian segala?" tanya Denis. Delia menggendikkan bahunya.

"Gak tau ya, lagian dia ke sini cuma mau kasih ini. Lagi ada urusan mungkin. Gak ngerti juga aku," jawab Delia sembari memamerkan lolipop dengan cengiran khasnya.

Lovely DeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang