-Dua-

299 29 1
                                    

American Cafe.

Ting!

Lonceng di atas pintu masuk berdering nyaring saat Rafael dan Bisma memasuki Cafe ternama itu. Mereka berdua langsung menuju bar dan memesan kopi dengan harga selangit dan kualitas terbaik. Lumayan ramai malam ini. Rafael tersenyum simpul, melihat gadis yang selalu ia amati tengah melayani pelanggan. Bisma sudah memesan segelas kopi dan beralih duduk di salah satu kursi.

"Maaf, Anda harus membayar pesanannya dulu, Tuan!" ucap gadis itu.

"Tuan! Hallo... Anda akan mendapatkan pesanan Anda setelah membayar." ucap gadis itu sekali lagi. Rafael tersadar dan menunjukkan deretan gigi putihnya kikuk. Sempat-sempatnya ia melamun.

"Ah, iya! Caramel Macchlato!" ujar Rafael memesan dan mengeluarkan selembar uang seratus ribuan. Gadis itu dengan sigap membuatkan pesanan Rafael dan menghitung pembayaran. Setelah selesai, ia menyerahkan pesanan Rafael dan memberikan beberapa lembar kembalian lengkap dengan struknya.

"Silahkan dinikmati." ujarnya singkat tanpa senyuman. Rafael malah tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ia beralih menuju kursi dekat Bisma. Sejujurnya masih terpana dan menyimpan banyak penasaran di benaknya tentang gadis itu.

"Raf, cewek cakep tuh!" tukas Bisma menunjuk segerombolan perempuan dengan pakaian minim mereka tengah berbincang asik. Rafael mendelik, "Itu sih bukan cakep, Bis." timpal Rafael.

"Terus apaan?" tanya Bisma menahan tawa, "Cabe-cabean! Haha..." Rafael tertawa renyah diikuti gelak tawa Bisma. Mereka asik dalam perbincangan malam. Cafe yang klasik itu memang selalu jadi tempat favorit Bisma juga Rafael. Terlebih, Rafael selalu memerhatikan gadis pekerja itu. Dia punya magnet yang tarikannya tinggi. Rafael tertarik pada gadis misterius itu.

***

"Urusan lo tanggung jawab gue. Jangan pernah ke Bandung lagi!" ucap Ilham. Aelke mengangguk mengerti.

"Naik mobil bus dari perempatan sana. Itu langsung ke Jakarta. Nyampe Jakarta, lo wajib sewa kontrakan atau apapun sejenisnya. Ini buat lo!" Ilham memberikan berlembar-lembar uang ratusan pada Aelke.

Aelke menatap uang di tangannya dengan nafas tertahan, "Dok, ini berlebihan. Saya bisa bekerja nanti." tolak Aelke tak enak hati.

"Terima aja. Cepet pergi, sebelum ada yang tahu!" sergah Ilham membuka pintu ujung RSJ yang sepi. Aelke dengan berat hati menerima kebaikan Ilham guna hidupnya esok hari. Ia bertekad akan mengganti semuanya jika sukses nanti.

Dengan hati-hati, Aelke berjalan keluar RSJ lewat pintu paling ujung yang sepi. Pemandangan taman luas seperti hutan membentang di hadapannya. Dengan bingung, Aelke terus berjalan ke depan. Mengikuti perintah Ilham yang menunjukkan ada jalan setapak beberapa meter dari sana dan Aelke tinggal berjalan ke perempatan.

Dingin, Bandung amat dingin di luar seperti ini. Aelke yang masih memakai baju pasien RSJ dengan jaket yang diberikan Ilham berjalan terus mencari titik terang.

Landai jalanan setapak begitu licin, Aelke sudah melihat jalan raya di ujung sana, tapi masih harus berjalan terus untuk sampai kesana karena jarak lumayan jauh. Aelke hati-hati berjalan, rintik hujan tadi membuat jalanan begitu becek. Ia takut ada orang-orang jahat, ia jadi teringat pernah disekap sekawanan penculik suruhan Ny. Gina yang merupakan calon mertuanya sendiri.

Aelke terus berjalan sambil merekatkan jaketnya. Dingin makin menusuk tulang. Saat cahaya lampu jalan raya terlihat makin dekat, Aelke berbinar bola matanya. Ia mempercepat langkah kakinya tak sabar menuju halte bus yang Ilham tujukan. Dengan segenap rasa senang, Aelke makin bersemangat berjalan.
Morgan mengendarai mobilnya santai. Malam sudah semakin dingin terasa karena hujan baru saja reda. Sepulang dari RSJ, Morgan hanya ingin tidur di kasur empuknya malam ini. Makannya ia tak mengiyakan ajakan Bisma dan Rafael untuk nongkrong di Cafe. Apalagi jarak Bandung-Jakarta lumayan membuat pegal. Dan sekarang, perjalanan masih lumayan jauh. Ia baru selesai makan malam dan baru menjalankan mobilnya beberapa ratus meter.
Aelke sudah hampir sampai di ujung bentangan taman. Ia memegang sebuah pohon dan melihat ke bawah. Ia salah jalan. Harusnya tetap mengikuti jalan setapak dan sampai di aspal jalan raya.

DARK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang