-Sepuluh-

214 19 0
                                    

Jalanan Bandung begitu ramai. Rangga bersama Dewi menuju Jakarta. Dewi memang sudah lama tinggal di Jakarta setelah lulus kuliah bersama Rangga dan Aelke. Tentu saja Ny. Gina dan Oxcel tidak tahu kepergian mereka. Jika tahu, semuanya akan kacau.

"Ngga, bisa ya nyokap lo sadis banget. Padahal bokap lo gak begitu..." ujar Dewi memecah keheningan ditengah keramaian jalanan menuju Jakarta. Mereka masih di jalanan Bandung.

"Gak tau, gue gak ngerti sama mereka." jawab Rangga tanpa senyuman. Ia masih sangat lesu tak bisa sekedar tenang karena Aelke. Jari manisnya masih memakai cincin pertunangan mereka.

"Weekend sih, macet! Pasti mau pada hang out ke Bandung deh..." Dewi menyandarkan kepalanya di jok mobil.

Perjalanan masih jauh.
Rangga termenung, bunyi kendaraan bising tetap membuatnya terdiam. Teringat kejadian dulu, dulu sekali.
Rangga kecil masih berusia 7 tahun. Bocah itu tertawa riang sambil berlari-lari bersama teman-teman panti asuhan. Ia berlari dan bersembunyi di bagian luar rumah dari temannya yang menjadi 'Kucing' dalam permainan petak umpat.

Rangga bersembunyi di balik pagar panti asuhan. Temannya tak juga keluar menemukannya. Langit malam di atas sana memperlihatkan banyak bintang indah. Karena kesal, Rangga memilih berhenti bersembunyi dan melangkahkan kakinya. Baru selangkah, Rangga mengurungkan niatnya dan kembali ke balik pagar tadi karena remang-remang melihat hal yang aneh.

"Hah? Mayat!" pekik Rangga ketakutan melihat sosok gadis kecil tergeletak tak berdaya dengan darah mengalir disana-sini. Rangga kecil itu berlari ke dalam dan memberitahu ibu panti serta ayahnya. Disitulah pertemuan ia dan Aelke pertama kalinya.

"Rangga! Jalaaaaan..." Dewi membuyarkan lamunan Rangga, belum lagi suara klakson mobil di belakangnya memekik keras berkali-kali. Rangga dengan gusar langsung menjalankan mobilnya lagi.
Terdiam sebentar saja, ia pasti memikirkan Aelke. Selalu Aelke.

***

Aelke dan bi Rima asik membersihkan kolam ikan yang Morgan miliki. Ikannya lumayan banyak dan semuanya ikan hias dengan corak unik dan lucu-lucu.

"Bi, udah dapet alamat kontrakan buat aku?" tanya Aelke. Bi Rima menghentikan aktifitasnya sejenak.

"Nanti kalo kamu ngontrak, bibi sendirian lagi, Neng..." tukas bi Rima sedikit sedih. Aelke tersenyum simpul lalu mengangkat gayung yang berisi anak-anak ikan itu sedikit menjauh. Ia kembali membersihkan kolam ikan.

"Iya, sih... Eh iya bi. Morgan punya kakak atau adik, gak?" tanya Aelke.

"Punya. Tapi semuanya di Singkawang. Ada sepupunya yang disini."

"Siapa?"

"Tn. Rafael. Biasanya dulu tinggal disini sama Morgan. Gak tau sekarang kenapa gak pernah tinggal disini lagi." jelas bi Rima. Aelke mengangguk saja.
Ikan-ikan itu akhirnya dikembalikan ke dalam kolam yang sudah dibersihkan. Pokoknya, Aelke bekerja di rumah Morgan. Apapun yang biasanya dikerjakan oleh bi Rima sendirian, akan ia kerjakan juga. Ia dibayar, maka ia harus bekerja.

"Gimana ceritanya bisa disuruh tinggal disini sama Tn. Morgan sih, Neng? Bibi penasaran..." bi Rima memasang wajah amat penasarannya. Aelke terkekeh lalu berjalan mengambil makanan ikan yang ada di dekat sana.

"Berapa kali bibi nanyain itu? Haha..."

"Ya abis, gak diceritain detailnya dari dulu..."

"Oke, ceritanya gini..."

***

Rafael sudah duduk di ruangan Morgan dengan berkas-berkas menumpuk di depannya. Laptop menyala, secangkir kopi tersedia disana. Pintu terbuka, Rafael menoleh dan mendapati Morgan memasuki ruangan.

DARK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang