-Sembilan-

228 19 0
                                    

Aelke turun sempoyongan dari mobil Morgan. Ia membawa mobil dalam kecepatan diatas rata-rata hanya karena patah hati. Mobil Morgan meliuk-liuk diantara kerumunan kendaraan lain, melesat secepat mungkin dengan tatapan gusar Morgan.

Morgan langsung berjalan menuju kamarnya sendiri tak bicara apapun pada Aelke. Aelke hanya mendengus dan membawa semua belanjaan dari mobil Morgan itu.

Dengan lemas, Aelke mengemasi semua belanjaan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Mulai hari ini, ia akan bekerja pada Morgan. Tidak hanya memasak. Aelke bertekad akan menjadi pekerja layaknya pembantu di rumah Morgan.

"Baru pulang, Neng? Wah, abis jalan-jalan ya?" Aelke menoleh, kamarnya memang tidak dikunci. Bi Rima tersenyum di ambang pintu.

"Wah, bibi udah dateng. Masuk kesini..." ujar Aelke. Bi Rima masuk ke dalam kamar Aelke. Ia memberikan oleh-oleh dodol dari kampungnya.

"Emang bibi asli mana?" tanya Aelke sambil mencicipi dodol dari bi Rima.

"Dari Garut, Neng..."

***

Senja kembali datang. Rafael buru-buru pulang dari kantornya dan langsung bergegas menuju tempat dimana Hime selalu berdiri disana. Rafael tersenyum bahagia, Hime sudah ada disana. Ia berdiri menatap jalanan di hadapannya dengan hampa. Gadis itu hanya memakai kaus panjang dan jeans panjang. Rambutnya dikucir cepol dan kalung hitam dengan bandul bintang selalu menggantung di lehernya.

Jika biasanya Rafael hanya diam menatap Hime dari dalam mobil. Kini ia memberanikan diri mendekati Hime. Rafael berjalan tegap di trotoar dan mendekat.
"Selamat sore, gadis senja..." sapa Rafael. Hime seketika menoleh. Ia tersenyum, tersenyum manis, sampai Rafael merasakan tubuhnya mengawan melihat Hime tersenyum padanya.

"Sore..." ujar Hime. Ia kembali menatap jalanan ramai itu. Rafael berdiri di samping Hime. Ikut menatap jalanan ramai, menemukan titik henti pandangan Hime, namun Rafael tak mengerti sama sekali.

"Kenapa sih selalu asik berdiri disini? Sampe tukang nasi kucing disana aja hafal banget sama elo." ucap Rafael memecah keheningan diantara mereka berdua.

Hime terlihat menyunggingkan senyuman getirnya. "Ada yang pernah hilang disini." tukas Hime tanpa menoleh, namun Rafael yang menoleh, menatap gadis itu dari samping.

"Apa?" tanya Rafael. Hime sangat tahu jika selama ini Rafael selalu membututinya kemana pun.

"Seseorang yang berharga. Gue berharap dia tiba-tiba ada disana. Kembali kesini." ucap Hime, Rafael semakin tidak mengerti mendengarnya.

"17 tahun yang lalu..." Hime membuka suara.

17 tahun yang lalu.
Ny. Lili sudah menyiapkan kado ulang tahun untuk kedua putri kembarnya Hime dan Hima. Hime adalah kakak dari Hima, mereka berdua hanya berjarak 8 menit kelahirannya.
Dua sepeda kecil sudah diberi pita cantik dan tersimpan di depan rumah. Kado untuk putri kembar yang sangat identik. Mereka hanya beda bentuk rambut. Hime berambut lurus kecokelatan, sedangkan Hima berambut ikal bagian ujungnya. Dan itu membuat semua orang mudah membedakan mereka tanpa harus mencari letak tahi lalat atau tanda lahir.

"Kak, sepeda aku?" tanya Hime kecil berusia 5 tahun itu pada kakak lelakinya, Rendi. Rendi yang berusia 8 tahun itu mengangguk.

"Jangan dipake, buat besok. Ulang taunnya kan besok..." sergah Rendi menahan Hime kecil yang akan memakai sepeda barunya. Hime yang selalu tidak menurut itu tak menggubris ucapan Rendi.

"Hima, aku bonceng...!" tukas Hime pada Hima yang baru saja mendekat. Dengan antusias, Hima menaiki sepeda yang memang terdapat bagian belakangnya untuk boncengan.

DARK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang