-Lima-

231 25 0
                                    

Don't Copy Paste this Amateur Story!

Pagi yang cerah. Aelke menghirup udara pagi dengan bahagia sambil memandang ibu kota yang terlihat ramai dari jendela kanan kamarnya. Ia bergegas mandi, memakai baju yang Morgan berikan, dan dengan riang menuruni anak tangga. Aelke langsung menuju dapur, membantu bi Rima menyiapkan makanan. Aelke yang ceria, ia sejak lahir selalu berusaha ceria sepahit apapun hidupnya tanpa sosok ayah dan bunda.

Aelke mengernyitkan dahinya melihat secarik Memo di depan lemari es. Sepertinya tulisan Morgan.
'Gue udah berangkat kerja. Bi Rima lagi cuti 3 hari di kampung. Jadi, kalo laper lo bisa masak dan makan sendiri. Bahan makanan lengkap di kulkas. Jangan kemana-mana sampai gue pulang kantor.

Tertanda, Pemuda Tampan. Suer, gak boong!'

"Huek, lebay amat dia!" tukas Aelke memasang wajah jijik membaca Tertanda bagian akhir Memo. Aelke membuka kulkas, memikirkan sarapan enak yang bisa ia makan. Banyak sekali pilihan bahan makanan. Berdiri, memantau, berjongkok dan memilih bahan makanan. Aelke jadi bingung sendiri.
Melihat ada maccaroni, Aelke langsung berinisiatif memasak sup maccaroni untuk dirinya sendiri.

"Pasti yummy, deh!" ujar Aelke tersenyum dan mulai aksi memasaknya.

***

Hime mengeringkan rambut panjang kecokelatannya menggunakan handuk. Setelah selesai, ia menjemur handuknya di luar rumah. Ada segerombolan anak kecil lewat membawa layangan, Hime tersenyum melihatnya.

"Mau main layangan bareng, kak Hime?" tanya seorang bocah yang memang sudah mengenal Hime. Hime tersenyum senang. Ide bagus bermain layang-layang siang seperti ini. Senja masih lama. Hime akhirnya mengikuti anak-anak itu menuju lapangan terdekat.
Hime memegang benang sambil menengadah ke atas, panas terik tak jadi masalah karena angin kencang saat itu menerbangkan layang-layang berbentuk kupu-kupunya dengan sempurna.
Ponsel Hime bergetar, ia memang sempat mengantongi ponselnya tadi.

"De, pegangin dulu!" titah Hime pada seorang bocah kecil, bocah itu langsung beralih mengendalikan layang-layang yang dibentangkan Hime.

"Halo, Ren. Kenapa?" tanya Hime menerima telepon dari kakaknya, Rendi.

"Ngapain, sih? Gue lagi main!" tukas Hime.

"Ish, oke, oke. Gue pulang!" ucap Hime sambil memutuskan sambungan telepon dengan Rendi dan berpamitan pada semua anak kecil yang tengah asik bermain layang-layang.

Dengan berjalan kaki melewati gang-gang yang tadi ia lewati, Hime akhirnya harus pulang ke kontrakannya padahal, ia sedang asik bermain layang-layang. Di depan kontrakan, Rendi sudah berdiri menunggu Hime. Hime mendekat, memerhatikan Rendi dari atas sampai bawah. Rendi membawa kotak kue.

"Happy 22nd birthday my twin sister..." ucapnya tersenyum manis, Hime sontak tersenyum, kakak satu-satunya itu selalu ingat hari ulang tahunnya. Hime memeluk kakaknya sekilas.

"Thanks for everything my handsome brother!" tukas Hime, Rendi dan Hime langsung masuk ke dalam rumah. Rendi membawa cup cake berukuran sedang dengan bentuk beruang kecil. Hime menyukai boneka beruang, dan Rendi selalu tahu apa kesukaan Hime.

"Make a wish, the best wish..." Hime mengangguk dan memejamkan matanya sejenak, berharap selalu bahagia dalam keadaan apapun, dan tentunya berharap bisa bertemu dengan Hima, apalagi ini adalah hari kelahiran mereka berdua.

"Wush..."

"Yeay..!!!" Rendi bersorak kecil saat lilin warna merah itu ditiup sampai padam. Ia beralih memeluk Hime, adik kesayangannya.

"Papa titip salam. Beliau ke Jepang dan minta maaf gak bisa ada dihari spesial lo. Kata papa, lo harus bisa jadi anak baik. Dan ini kadonya, buat lo sama Hima." ucap Rendi menjelaskan sambil memberikan sekotak kado yang lumayan besar. Hime langsung berkaca-kaca mendengar Rendi menyebut nama Hima. Dia merindukan Hima.

DARK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang