-Tiga-

289 24 0
                                    

Dont Copy Paste this Amateur Story!!!

Aelke menggerutu pelan. Lama sekali Morgan datang. Ia bahkan tak nafsu melihat makanan hambar yang sejak tadi tersedia. Niatnya mau pergi dan kabur tanpa menunggu Morgan. Namun ternyata kakinya begitu sakit untuk berjalan.

Dengan malas, Aelke menyendok makanan dan berusaha memakannya. Terasa hambar dan Aelke hanya kuat memakannya tiga suap saja.
Aelke menyingkirkan makanannya dan berusaha turun dari ranjang dengan hati-hati. Kakinya terasa ngilu dan terdapat bared disana-sini. Apalagi tangan kirinya yang sedikit robek dengan jahitan itu. Aelke menapakkan kakinya di lantai kamar rawat dan berusaha berjalan. Ia adalah gadis periang.

Selama ini, sepedih apapun hidupnya, semangatnya tidak pernah pudar. Tanpa keluarga pun, Aelke tetap bisa bertahan hidup dengan tekadnya.

"Lo mau kemana?"
Aelke seketika menoleh. Ternyata Morgan sudah datang dengan sekantung plastik yang entah apa isinya.

"Gak kemana-mana." jawab Aelke sambil meringis, sakit sekali tangannya.

"Nih, ganti baju RSJ lo. Kita pulang ke Jakarta." ujar Morgan menyerahkan kantung yang ia bawa. Aelke menerimanya hati-hati dan memandang Morgan seksama.

"Makasih udah nolongin gue. Tapi gue bisa ke Jakarta sendiri, kok." ujar Aelke tak enak hati. Morgan menghela nafas gusar.

"Lo tanggung jawab gue atas nama Ilham. Jadi nurut aja udah!" ucap Morgan sarkastik, dan Aelke buru-buru masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

10 menit kemudian, Aelke keluar sudah mengenakan kaus panjang santai dengan jeans panjang. Morgan melihat Aelke lebih fresh dari pada memakai baju RSJ yang biru muda itu. Kalung bintang hitam dengan satu batu berwarna perak itu terlihat menggantung di leher Aelke. Aelke selalu mengenakan kalung tersebut. Kalung yang menjadi peninggalan keluarga Aelke satu-satunya.Aelke sebenarnya masih bingung. Apa harus ikut Morgan? Dan apa hubungannya dr. Ilham dengan Morgan?

***

Senja itu pasti datang lagi. Rafael kini selalu pulang lebih cepat dari kantornya dan mengusahakan pulang sebelum jam 5 sore. Ia tidak langsung pulang ke apartemen barunya. Tapi seperti kebiasaannya baru-baru ini. Memerhatikan seorang gadis berwajah oriental yang selalu ada tiap senja menghiasi langit Tuhan.

Gadis itu akan berdiri di trotoar, menatap jalanan ramai dengan tatapan hampa. Ia selalu menggenggam kalung hitam yang dikenakannya dengan tatapan kosong ke jalanan. Entah memikirkan apa, dan itu yang menjadikan Rafael betah memerhatikan keanehan gadis itu.
Rafael hanya duduk di mobilnya dengan kaca yang diturunkan. Ia menepikan mobil tak jauh dari tempat gadis itu berdiri. Gadis aneh yang seolah menjadi sahabat senja, lalu bekerja di Cafe malam hari membuat Rafael makin ingin tahu. Mungkin nanti malam, Rafael akan kembali ke Cafe itu. Menikmati minuman sambil memerhatikan gadis itu lagi.

***

Morgan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ia baru sampai ke rumahnya yang ada di Jakarta. Rumah mewah tanpa adanya orang tua karena orang tua Morgan ada di Singkawang. Morgan tidak sendirian, sebenarnya ia tinggal bersama Rafael, dua pembantu dan satu supir. Namun entah kenapa akhir-akhir ini Rafael malah memilih tinggal di apartemen.
Dengan bingung, Aelke hanya berdiri di samping sofa. Tak tahu harus berbuat apa di rumah besar milik Morgan ini. Yang ia inginkan sebenarnya hanya hidup nyaman dengan kemampuannya sendiri, namun Morgan memaksanya ikut atas nama dr. Ilham yang bertanggung jawab atas dirinya.
Morgan mendelik menatap Aelke yang hanya celingukan saja.

"Eh, duduk! Masih berdiri aja!" ketus Morgan, Aelke menatap Morgan kesal. Kasar sekali lelaki itu. Aelke perlahan berjalan dan duduk di sofa samping Morgan. Ia hanya diam tak tentu harus berbuat apa.

DARK STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang