BAGIAN 43. PADA SUATU SAAT ...

749 39 0
                                    

Ilustrasi: Pemuda Rupawan itu (karya : herjaka HS)


Adu kesaktian memanah yang dipamerkan oleh Pemuda Rupawan dan Arjuna benar-benar mencengangkan semua orang yang memenuhi Alun-alun Cempalaradya. Lautan manusia yang semula ingin pulang karena sayembara dianggap sudah selesai mengurungkan niatnya. Malahan mereka terpaku pada tempatnya masing-masing ketika menyaksikan langit Alun-alun Cempalaradya hujan anak panah. Apa yang telah terjadi?


Sebagian besar dari mereka belum tahu bahwa kemenangan Pemuda Rupawan tersebut ditolak Durpadi. Namun Pemuda Rupawan tersebut tidak peduli dengan penolakan Dewi Durpadi. Karena baginya mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kesaktiannya di depan orang dalam jumlah besar sungguh menjadi kebanggaan tersendiri. Oleh karena tanpa beban Pemuda Rupawan tersebut ingin meninggalkan alun-alun Cempalaradya yang sudah tidak menarik lagi setelah keberhasilanan memenangkan sayembara. Tetapi sebelum benar-benar meninggalkan Alun-alun, ia dicegat oleh Arjuna. Bagi Pemuda Rupawan pencegatan Arjuna juga menjadi daya tarik baru, dikarenakan ia kembali mendapat kesempatan untuk memamerkan kesaktiannya.


"Hai Kisanak! Lihatlah pohon Angsana yang telah kehilangan daunnya dalam sekejap. Lakukanlah seperti apa yang saya lakukan. Jika engkau mampu, engkau layak naik derajat menjadi seorang Ksatria," kata Arjuna dengan ketus kepada Pemuda Rupawan.


Pemuda Rupawan tersebut sepertinya tidak menanggapi tantangan Arjuna. Namun tangannya bergerak pelan menarik busur dan melepaskan anak panahnya. Sekejab setelah busur ditarik pelan penuh tenaga, ribuan anak panah lepas dari busurnya, mengarah ke pohon beringin yang berada di tengah Alun-alun. Bagaikan suara ribuan kombang gung yang mendengung memenuhi setiap pasang telinga, gerombolan anak panak itu menerabas pohon beringin. Suara kemerosak disusul dengan jatuhan hampir semua daun pohon beringin tersebut tinggal menyisakan ranting-rantingnya.


Seperti diberi aba-aba, lautan manusia tersebut menghadiahkan tepuk tangan dan teriak kagum kepada Pemuda Rupawan.


Di dasar hati terdalam, Arjuna mengakui bahwa si Pemuda Rupawan tersebut mempunyai kesaktian luar biasa, bisa menandingi kesaktiannya. Arjuna menjadi sangsi, benarkah pemuda rupawan tersebut seorang sudra? Namun di sisi lain sebagai lelaki muda, darah yang mengalir di sekujur tubuh Arjuna mendidih melihat sikap pemuda rupawan yang memandang sebelah mata kepada dirinya.


Melihat gelagat bahwa adu kesaktian memanah mengarah pada perang tanding, maka orang-orang yang berada di Alun-alun dengan sukarela saling memberi aba untuk mundur agar tercipta sebuah ruang lingkar yang leluasa untuk perang tanding antara dua orang sakti tersebut.


Dengan kejadian tersebut titik perhatian beralih dari panggung sayembara ke pinggir Alun-alun. Patih Gandamana yang menjadi penanggungjawab seyembara, naik pitam melihat kejadian demi kejadian yang tidak mengenakan, mulai dari penolakan Dewi Durpadi atas kemenangan Pemuda Rupawan, disusul dengan adu kesaktian antara Pemuda Rupawan dan Arjuna yang mengorbankan ratusan burung Sriti, merontokan daun pohon Angsana dan daun pohon beringin. Sehingga dengan demikian panggung sayembara yang belum selesai sudah tidak diperhatikan lagi. Sesuai sifatnya yang mudah meledak kemarahannya, kejadian-kejadian tersebut sudah sangat cukup untuk dijadikan alasan Gandamana melampiaskan kemarahannya.


Oleh karenanya sebelum Arjuna dan Pemuda Rupawan tersebut melanjutkan pertunjukkan kesaktiannya, Gandamana berteriak lantang dengan menggunakan tenaga dalamnya. Dada setiap orang yang berada di Alun-alun terasa di dodok mendengar suara Gandamana. Suara hiruk pikuk untuk sesaat cep diam, seperti orong-orong kepidak.

MAHACINTABRATA III: ARJUNA MENCARI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang