BAGIAN 39. ARIMBA GUGUR

516 31 0
                                    

Ilustrasi: Arimbi yang sudah berubah berparas cantik menghaturkan sembah kepada Bima.


Perang tanding antara Prabu Arimba dan Bimasena tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan perang tanding sebelumnya. Ketika Prabu Arimba mulai mengetrapkan ajian andalanya yang dapat menyedot tenaga lawan, maka kekuatan Bimasena susut dengan cepat. Tidak hanya itu, selain dapat menyedot tenaga lawan, ajian andalan Prabu Arimba menjadikan kulitnya alot seperti janget, tidak luka oleh segala macam senjata tajam, termasuk juga kuku Pancanaka.


Bima menyadari bahwa lawannya mulai mengetrapkan ajian andalannya, yang dapat mencuri tenaga lawan dengan tidak diketahui dan dirasakan oleh lawannya. Dua kali Bima menjadi korban ajian tersebut, sehingga ia kehabisan tenaga di peperangan. Untunglah, pada saat itu Arimba tidak mengabiskan Bima pada saat Bima tak berdaya. Namun untuk perang tanding yang ke tiga ini, jauh berbeda dengan perang tanding sebelumnya. Prabu Arimba tidak lagi menampakkan sifat kesatrianya, tetapi menonjolkan naluri raksasa yang ganas. Sepak terjangnya tidak lagi tenang dan mantap, tetapi kasar dan nagwur. Maka jika kali ini Bima sampai kehabisan tenaga di peperangan, pastilah Arimba akan melumatkannya.


Bima tidak mau jatuh di peperangan melawan Arimba untuk ke tiga kalinya. Oleh karenanya Bima telah mempelajari bagaimana cara menghadapi ilmu andalan Prabu Arimba, yaitu dengan mengurangi sentuhan langsung dengan badan Arimba. Terlebih pada saat mengeluarkan tenaga besar, karena tenaga yang akan tersedot juga besar.


Selain mengurangi benturan langsung, Bima mengetrapkan ajian Angkusprana, angkus artinya kait dan prana artinya nafas atau angin. Dengan mengetrapkan aji angkusprana, Bima dapat mengkait dan menghimpun kekuatan angin dari Sembilan saudara tunggal bayu termasuk dirinya, yaitu: Dewa Bayu, Dewa Ruci, Anoman, Wil Jajagwreka, Gajah Situbanda, Naga Kuwara, Garuda Mahambira, dan Begawan Mainaka. Sembilan kekuatan angin yang dihimpun menjadi satu, membuat tenaga Bima mampu bertahan dan mengimbangi aji andalan Arimba. Sehingga perang tanding semakin panjang dan rame. Namun satu hal yang menggelisahkan Bima, bahwa Prabu Arimba tidak dapat luka oleh kuku pusaka Bimasena.


Menjelang tengah hari, Prabu Arimba meningkatkan serangannya dan sangat berambisi untuk segera menghabisi Bima. Bima kesulitan membendung serangannya dan mulai terdesak. Hantaman, tendangan dan gigitan acap kali menghampiri tubuh Bima. Hingga pada akhirnya Prabu Arimba berhasil menguasai Bimasena. Pada saat Bima akan dihabisi, tepat matahari bertahta pada puncaknya, Arimbi berteriak nyaring.


"Bima! Tusuk pusarnya!!"


Keduanya sama-sama terkejut. Arimba memandang adiknya dengan ekspresi kemarahan.


"Jahanam Arimbi! engkau bocorkan titik kelemahanku."


Sehabis hatinya mengumpat adiknya, Arimba memandang ke langit, kearah matahari yang persis berada di atas kepalanya. Pada saat itulah, Bima yang berada dalam cengkeramannya memanfaatkan kesempatan. Kuku di tangan Bima modot, muncul keluar dan segeralah ditusukkan di pusar Arimba. Raja raksasa sebesar anak gunung menggerang keras. Bima kemudian menarik kukunya dan menjauhi lawannya.


Pusar Arimba menganga karena luka. Ia berjalan sempoyongan mendekati Arimbi adiknya. Bumi bergetar-getar karena langkahnya yang berat. Arimbi sangat kecemasan. Ia menanti dan pasrah apa yang akan dilakukan kakaknya, untuk menebus kesalahannya. Kunthi juga mencemaskan keselamatan Arimbi dan memberi isyarat kepada Arjuna untuk waspada. Semua mata tertuju kepada Arimba yang semakin gontai mendekati Arimbi.

MAHACINTABRATA III: ARJUNA MENCARI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang