4 - Who Exactly Alexia Wells?

1.9K 179 9
                                    

“Lalu, untuk apa kau mengoreskan silet disisi pergelangan tanganmu?” Alex terdiam mendengar pertanyaan—yang sebenarnya lebih cocok dibilang pernyataan—Harry. Ia seakan membeku di tempat, memandang wajah Harry yang menatapnya dengan tatapan bingung.

Ia bilang bahwa alasan ia menguratkan sebuah silet di tangannya hanya untuk mencium bau darah yang keluar dari tangannya. Yang benar saja? Itu gila! Dan Alex sangat tidak mungkin mengatakan hal itu. Itu adalah hal bodoh. Dan, sial! Alex bukan gadis bodoh.

Tak ada seorang pun yang tahu bahwa seorang Alexia Wells yang dingin, tak peduli akan sekitar, pendiam, ternyata menyukai bau darah. Tak ada seorang pun, termasuk keluargannya. Karena ia menyukai bau darah sebenarnya setelah keluarganya semua meninggal.

Aku tidak akan menceritakan hal itu, karena Alex pasti tidak akan suka.

Ia tidak akan suka pada siapapun itu yang menyinggung tentang keluarganya. Mengapa ia hidup sendiri di apartment. Ia mendapat uang dari mana hingga dapat kuliah dan menghidupi dirinya padahal ia tidak bekerja. Ia tidak suka jika ada orang yang bertanya padanya tentang hal yang bersangkut paut dengan hal itu.

Dan yang harus kalian tahu, Alex adalah orang yang sangat sensitif.

“Alex?” Suara Harry membuyarkan lamunan Alexia. Ia menatap Harry tajam dan beranjak dari duduknya, sementara Harry mengikuti Alex yang berjalan ke arah pintu keluar.

“Lebih baik kau pulang.” Alex membuka pintu apartmentnya. Harry hendak membuka mulutnya namun segera di sela oleh Alex, “Aku bilang, pulang.”

Harry masih bergeming di tempat. Ia malah tersenyum mendengar Alex yang terus berbicara padanya. Tak apa dimarahi, yang penting Alexia Wells mengeluarkan suaranya hanya untuk seorang Harry Styles.

Alexia berdecak kesal melihat Harry yang masih bergeming di tempatnya dan itu membuatnya sangat jengkel, “Haruskah aku memanggil petugas keamanan?”

Harry mengcerutkan bibirnya lalu berjalan keluar apartment Alex. Namun ia masih di depan pintu seraya memandang Alex, “Kapan-kapan aku bol—“

BRAK!

Pintu ditutup dengan kencang membuat Harry meringis karena suara pintu itu bisa saja merusak gendang telinganya. Gadis itu... penuh misteri.

Sedangkan Alex menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, dan memandang balutan lukanya. Dan menyentuhnya. Tadi, tangannya itu dipegang oleh Harry yang memberikan sensasi aneh pada tubuhnya.

Harry berjalan menuju parkiran tempat ia memarkirkan mobilnya. Di jalan menuju parkiran, ia sama sekali tidak bisa menahan senyum saat mengingat bahwa dirinya terikat sebuah percakapan—kecil dengan seorang Alexia Wells.

Sudah berapa kalimat yang Alex ucapkan kepadanya tadi? Ya tuhan, sungguh Harry benar-benar kelewat bahagia sehingga ia tak menghitung berapa kata yang Alex ucapkan kepadanya dalam waktu  kurang dari satu jam. Yang pasti (mungkin) lebih dari sepuluh kalimat! Ajaib!

Harry benar-benar tak mengecamkan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan aneh. Pemuda itu sepertinya gila? Mungkin itu yang dipikirkan orang-orang yang berlawanan arus dengannya. Menatapnya seakan Harry itu adalah mahkluk yang aneh. Sebuah spesies baru yang hidup di bumi.

Setelah sampai di parkiran—tepat di sebelah mobilnya, Harry langsung membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya. Menghidupkan mesinnya dan langsung menancapkan gas menuju rumahnya.

Walaupun masih banyak pertanyaan yang menuntut jawaban dalam benaknya.

*

Sore itu, pukul lima sore kira-kira. Harry Styels duduk santai di kursinya dan menyeruput teh hangat yang baru saja sahabatnya buatkan untuk dirinya. Sahabatnya itu—Louis Tomlinson menyimpan cangkir teh yang kini hanya berisi tinggal setengah itu di meja antara kursinya dan kursi Harry.

Blood Addict  ♦ h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang