8 - Taxi, a Cup of Tea, & The Incision

1.6K 176 28
                                    

Harry terenggah-enggah sembari memegangi perutnya yang terasa sangat sakit. Namun tentu saja, bukan hanya perutnya yang terasa sakit, semua tubuhnya serasa remuk. Harry meringis kecil menahan rasa sakitnya lalu menoleh kearah Alexia yang membeku di tempat. Pun ia berjalan tertatih-tatih mendekati Alexia yang memandang kosong kedepan.

“Kau tidak apa-apa, Alex? Apakah mereka menyakitimu? Apa kau sungguh-sungguh menelfon polisi?” Tanya Harry tertubi-tubi seraya menahan sakit saat ia berbicara. Alex menoleh ke arah Harry dengan pandangan yang sulit di artikan. Namun terlihat kesenduan di wajah Alexia, Harry bisa melihat itu.

“Tidak, mereka saja yang bodoh.” Ujar Alexia. Harry berpikir sejenak dan ia langsung menarik kesimpulan mambuat bibirnya berkedut dan mencoba tersenyum, namun luka-luka di wajahnya membuat ia kesulitan hanya untuk tersenyum.

“Kau pura-pura menelfon polisi dan sirene itu hanya sebuah mp3 bukan?” Alex hanya mengangguk. Harry benar-benar tepat menilai Alexia sebagai gadis yang cerdas dan cerdik, juga penuh rahasia.

Hening di sana. Harry dan Alex sibuk dengan pikirannya masing-masing. Alex masih merasa lemas mengingat hal yang terjadi padanya itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya ia jika Harry tidak datang menolong dirinya. Pasti akan sangat mengerikan. Ia saja tak bisa membayangkan hal itu. Oh, tidak mau tepatnya.

Alexia mendongak memandang Harry yang sedang menunduk sembari meringis, “Terima kasih.”

Refleks Harry mendongak dan menatap Alexia dengan pandangan tak percaya. Seorang Alexia Wells berterimakasih padanya? Itu mustahil! Pikirnya. Namun kenyataannya memang begitu. Alexia Wells berterimakasih pada Harry Styles. “Kau...?”

Mengerti maksud Harry, Alexia langsung kembali membuka mulutnya. “Aku meminta tolong padamu, dan kau menolongku. Sampai kau seperti ini. Maaf.”

Lagi-lagi Harry tercengang oleh perkataan Alexia. Tadi ia berkata terima kasih dan maaf yang ditajukan pada dirinya? Itu benar-benar suatu keajaiban yang sulit di percaya. Tapi itu memang benar, itu nyata. Harry mencoba tersenyum, “Tak apa, aku akan tetap menolongmu tanpa kau minta.”

“Lebih baik obati dulu lukamu.” Alex mencoba bangkit walaupun sedikit tertatih. Kakinya terasa sangat lemas. Ia berjalan mengambil belanjaannya lalu kembali mendekat ke arah Harry. “Kita ke apartmentku saja.”

Harry hanya mengangguk dan tersenyum—meski sakit. Ia merasa berbunga-bunga karena Alex berbicara padanya dan mengajak dirinya ke apartement Alex sendiri. Itu benar-benar suatu anugerah untuk seorang Harry Styles. Di balik bencana yang datang pada dirinya tadi, ternyata masih ada sesuatu tersembunyi yang membuat Harry hampir saja melupakan rasa sakit yang ia rasakan.

Harry mencoba berdiri, dan Alex membantunya. Untuk kali ketiganya ia terperangah melihat sikap Alex padanya yang tak terlalu dingin seperti biasanya. Harry benar-benar bersyukur ia babak belur seperti ini. Karena jika ia tidak mendapatkan luka lembam seperti sekarang, Alex tidak akan bersikap seperti ini padanya.

“Kita naik taxi saja, ya.” Wajah Alexia terlihat pucat pasi saat Harry mengatakan hal itu. Ia tak bereaksi membiarkan tangannya di genggam Harry masuk ke dalam Taxi yang berhenti di depan mereka.

*

Suara detak jarum jam menemani Harry dan Alexia. Alexia sibuk mengompres luka lembam Harry dan Harry hanya memandangi Alex tanpa melunturkan senyum di wajahnya. Sementara Alexia bergetar saat ia membersihkan darah yang ada di sudut bibir Harry.

Ini terlalu indah untuk menjadi sebuah mimpi, pikir Harry. Ia tidak pernah membayangkan bahwa ia bisa sedekat ini dengan Alexia.

Harry mengaduh sakit membuat Alexia membuka mulutnya, “Tahan saja, memang sedikit sakit.” Harry hanya tersenyum miring mendengarnya. Ia tak ingin melewati momen-momen indah ini. Bahkan jika bisa, ia ingin terus seperti ini.

Blood Addict  ♦ h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang