48. Aku Mau

845 20 1
                                    

Thio Than hanya tertawa getir, sama sekali tidak berusaha membantah.

Akibatnya Tong Po-gou merasa amat kesal. Biasanya, ketika berkumpul dengan Pui Heng-sau sekalian, kalau ada waktu senggang mereka sering cari keributan sendiri untuk mengusir waktu, tapi setelah bertemu Un Ji di ibukota, meski di mulut ia sering mencari keributan, sesungguhnya secara diam-diam ia selalu berusaha melindungi gadis ini.

Dia tahu, kendatipun Un Ji adalah adik seperguruan So Bong-seng, ada banyak jago Kim-hong-si-yu-lau yang melindungi dirinya, tapi gadis ini masih cetek pengalaman, banyak masalah yang belum ia ketahui, bila orang semacam ini tergencet dalam kemelut antara Kim-hong-si-yu-lau, perkumpulan Lak-hun-poan-tong dan perkumpulan Mi-thian-jit-seng, jelas dia akan banyak menderita kerugian.

Karena pertimbangan inilah, ia lebih suka dimaki-maki Un Ji ketimbang meninggalkan gadis itu seorang diri.

Kali ini gara-gara datang ke rumah makan Sam-hap-lau, ia telah berjumpa dengan Thio Than, yang dalam anggapannya orang ini mirip dengan rekannya Pui Heng-sau, kalau iseng lantas suka cari gara-gara dan keributan, hal ini membuat perasaannya yang sudah masgul jadi cerah kembali, karena waktu bisa dilalui dalam gurauan dan keributan.

Siapa tahu gara-gara urusan Lui Tun, Thio Than jadi kehilangan semangat, gurauannya yang tidak ditanggapi oto¬matis mempengaruhi juga kemasgulan di hatinya.

"Padahal tak ada yang perlu dikenang di kotaraja ini," kata Lui Tun kemudian dengan nada murung, "begitu urusan di sini selesai, aku pun ingin berkumpul bersama saudaraku yang lain di perkampungan Tho-hoa-ceng, betapa nikmatnya setiap hari hanya berpesiar ke sana kemari

"Kalau bisa begitu memang bagus sekalisambung Thio Than.

"Memangnya tak mungkin?" tanya Lui Tun seraya berpaling.

"Ah, tidak, tidak

"Aku rasa perkataanmu tadi belum selesai."

"Aku hanya merasa kau bukan manusia macam begitu," kata Thio Than seraya menggeleng, "kau sangat berbeda dengan para Toaci di perkampungan Tho-hoa-ceng, bagi mereka, mau mengasingkan diri, mau jauh dari keramaian, semuanya bisa dilakukan secara gampang, sebaliknya kau ... kau sangat memasyarakat, kau pun sangat mampu."

"Aku sangat mampu?" Lui Tun tertawa geli, sewaktu tertawa, matanya tinggal satu garis, "padahal bisa hidup sampai sekarang pun-sudah termasuk satu kemukjizatan."
Un Ji yang mendengar dan menyaksikan semua itu segera mengambil kesimpulan, tak heran Lui Tun begitu lembut dan cantik, tubuhnya begitu tipis seakan gampang retak, mungkinkah semua gadis cantik selalu bernasib jelek? Apakah gadis cantik bernasib jelek selalu akan menjadi bibit bencana.

Gadis cantik yang tidak bernasib jelek apakah akan menjadi sumber bencana juga?
Pikir punya pikir, dia seakan lupa bahwa dia sendiri pun termasuk gadis cantik.

Sementara itu Thio Than telah berkata dengan suara keras, "Nona Lui, kau jangan berkata begitu, bisa kungfu atau tidak sebenarnya bukan hal yang penting, aku masih ingat, waktu itu adalah bulan enam tanggal satu, aku hendak pulang ke telaga Ing-tham untuk menjenguk keluarga Lui Tun tertawa, matanya berkilauan bagai bintang timur, senyum riang kembali menghiasi wajahnya, selanya, "Jadi waktu itu Go-ko benar-benar pulang kampung ... pulang untuk melamar gadis pujaanmu?"

Thio Than ikut tertawa, paras mukanya merah padam karena jengah, dasar mukanya hitam hingga membuat semu merah yang menghiasi wajahnya nampak lebih gelap.
Tapi hanya sebentar saja rasa jengah itu segera lenyap dan berganti jadi rasa gusar yang meluap.

"Ketika aku tiba di dusunku, ternyata segala sesuatunya telah berubah.
Berbicara sampai di sini ia tak bicara lagi, mungkin dia memang tak sanggup untuk melanjutkan perkataannya.

Pendekar Sejati : Golok Kelembutan (Wen Rui An)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang