34. Karena Lapar

722 18 0
                                    

Thio Than tak punya pilihan lain.

Mau tak mau dia harus berteriak minta tolong.

Ketika bertarung untuk pertama kalinya melawan Jin Kui-sin tadi, dia masih percaya penuh dengan kemampuan yang dimilikinya, tapi setelah Jin Kui-sin melancarkan pukulannya yang ketiga, Thio Than mulai putus asa, rasa percaya dirinya mulai goyah.
Ketika Jin Kui-sin mulai melepaskan pukulannya yang kelima, rasa percaya diri yang dimiliki Thio Than sudah hancur berantakan tak keruan.

Kehilangan rasa percaya diri bukan berarti dia bisa lepas tangan dan mundur dari arena pertarungan.

Ada sementara orang kerap kali lantaran nasib, lingkungan, keadaan atau karena sebab musabab lain yang tak bisa ditanggulangi, menyebabkan rasa percaya dirinya goyah, tapi asal mereka mendapat kesempatan untuk beristirahat sejenak, biasanya rasa percaya dirinya akan pulih kembali.

Siapa pun di dunia ini pasti ada saatnya kehilangan rasa percaya diri, terutama dalam kondisi ditimpa berbagai kemalangan dan kegagalan.

Rasa percaya diri mirip dengan sebatang lilin, ketika bertemu angin kencang yang meniupnya, bibit api terkadang meredup seolah hendak padam, tapi seringkah dia akan menyala dan menjadi terang kembali.

Terkadang ada hal-hal yang tetap harus dikerjakan, sekalipun telah kehilangan rasa percaya diri.

Thio Than adalah manusia macam begini, dia seringkali harus melakukan pekerjaan seperti ini.

Setelah menerima lima buah pukulan dari Jin Kui-sin secara beruntun, bukan saja tubuhnya terdesak mundur dengan sempoyongan, paras mukanya juga telah berubah pucat pias, padahal paras muka hitamnya jarang sekali berganti warna.

Begitu melihat musuhnya sudah dibuat tercecar, Jin Kui-sin tidak mempedulikan Thio Than lagi, dia seakan sudah tak sudi memandang lawannya itu, dengan langkah cepat dia menghampiri Lui Tun.

"Berhenti!" bentak Thio Than setelah menarik napas panjang.

Jin Kui-sin mendengus dingin, ia sama sekali tak menggubris, langkahnya dilanjutkan menuju ke hadapan si nona.

"Berhenti, monyet!" sekali lagi Thio Than membentak gu¬sar.

"Hmmm, panglima yang sudah kalah bertarung masih berani melarang aku untuk melangkah?"

"He, panglima yang kalah perang, aku melarang kau maju selangkah lagi!"

Tiba-tiba Jin Kui-sin membalikkan badan, topi caping bambunya nampak bergetar keras, teriaknya penuh amarah, "Apa kau bilang?"

"Coba lihat, apakah benda ini milikmu?" ejek Thio Than sambil memperlihatkan sebuah lencana yang terbuat dari bambu.

Hanya sekilas pandang, Jin Kui-sin sudah dapat mengenali lencana itu sebagai leng-pay dari Sengcu perkumpulan Mi-thian-jit-seng, lekas dia memeriksa sakunya, ternyata benda yang semula tersimpan rapi di situ, kini sudah hilang.

"Bagaimana?" ejek Thio Than lagi sambil tertawa dingin, "kehilangan barang pusaka bukan?

Nah, itulah keampuhan jurus tangan kosong penggeledah saku, jangan lupa, aku menguasai ilmu pencuri sakti, jadi kalau aku ingin mencomot nyawamu, kau bakal segera kehilangan nyawamu."

Pada mulanya Jin Kui-sin sama sekali tidak memandang sebelah mata terhadap kemampuan Thio Than, tapi setelah bertarung beberapa gebrakan dan kenyataannya dua kali dia harus kehilangan barang, pertama kancing bajunya kena dicomot dan kali ini leng-pay perkumpulannya diambil tanpa dia sadari, diam-diam peluh dingin mulai membasahi tubuhnya.

"Bocah keparat," serunya kemudian, "tak kusangka kau begitu hebat, siapa namamu?"

"Aku she Thio," sahut Thio Than sambil tertawa, "kau pun boleh menyebut aku sebagai Thio Tay-ki-hiap."

Pendekar Sejati : Golok Kelembutan (Wen Rui An)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang