33. Tolong

758 22 0
                                    

Entah apa yang terjadi, tahu-tahu empat bilah pedang itu patah jadi dua.

Sepintas tampaknya keempat bilah pedang itu patah pada saat yang bersamaan, sesungguhnya tidak. Liu Cong-seng sekaligus telah melancarkan empat buah serangan, keempat buah serangan itu semuanya menggunakan gerakan empat buah jari tangan, ketika disentilkan pada jarak tiga inci dari ujung mata pedang lawan, seketika itu juga ujung pedang patah jadi dua.

Posisi tiga inci dari ujung pedang memang merupakan bagian terlemah dari sebilah pedang, sama seperti bagian tujuh inci dari tubuh ular yang menjadi titik kematian, ternyata semua serangan yang dilancarkan Liu Cong-seng ditujukan ke arah situ.
Berhasil menghajar keempat bilah pedang tadi, kembali dia melanjutkan langkahnya mendekati Lui Tun.

Tong Po-gou segera menyusul dari belakang, tampaknya dia hendak melancarkan serangan ke punggung lawan.

Liu Cong-seng sama sekali tidak bereaksi, dia tetap melanjutkan langkahnya, seakan dia memang sedang menunggu hingga Tong Po-gou melancarkan serangannya terlebih dahulu.

Siapa tahu ketika Tong Po-gou mengejar hingga tiga langkah di belakang punggungnya, tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, ternyata sewaktu berlarian tadi ia dapat merasakan goncangan keras yang timbul di lantai ruangan itu, dia kuatir lantai loteng itu ambruk, maka selain menghentikan pengejaran, dengan sendirinya dia pun tak sanggup melancarkan serangan.

Waktu itu sebenarnya Liu Cong-seng sudah meningkatkan kewaspadaannya dengan menghimpun seluruh kekuatannya, dia sudah siap menahan gempuran dari Tong Po-gou dengan punggungnya.

Siapa tahu serangan tidak jadi dilancarkan lawan, ini membuat tenaganya yang terhimpun jadi sia-sia, ketika ditunggu sekejap lagi serangan tetap tak muncul, dengan penuh kegusaran ia membalikkan tubuh.

Tapi sebelum sempat mengucapkan sesuatu, Tong Po-gou sudah berseru duluan, "Kau sudah kalah."

Sekali lagi Liu Cong-seng tertegun, agaknya ia tak mengerti apa yang dimaksud.

"Kau sudah kalah secara mengenaskan, sedemikian mengenaskan sampai aku tak tega untuk melancarkan serangan lagi terhadapmu," kata Tong Po-gou lagi sambil menggeleng kepala.

Liu Cong-seng merupakan seorang jago yang tak pandai bicara, dia pun segan banyak bicara, namun setelah mendengar ejekan itu, tak urung teriaknya juga, "Apa kau bilang?"

"Habis sudah, ternyata sampai suaramu pun ikut jadi parau."

"Kau merah padam wajah Liu Cong-seng, dengan penuh amarah ia menyilangkan tangannya di depan dada siap melancarkan serangan lagi.

"Ah, betul, bukankah ilmu yang kau latih adalah Cong-seng-ci (tusukan rakyat) sedang ilmu andalan Jin Kui-sin adalah bacokan setan?"

Liu Cong-seng melengak, tapi segera mengangguk, dia benar-benar curiga bercampur tak habis mengerti, padahal kepandaian yang mereka latih merupakan kepandaian khusus yang jarang diketahui umat persilatan, darimana bocah itu bisa mengetahuinya?

Terdengar Tong Po-gou berkata lagi sehabis menghela napas, "Ai, ternyata ilmu yang kalian berdua pelajari benar-benar merupakan ilmu pukulan sakti yang mempunyai daya penghancur luar biasa ....... tapi tahukah kalian apa sebabnya banyak jago berbakat dalam dunia persilatan yang gagal mempelajari ilmu duri rakyat dan bacokan setan?"

Sebenarnya Liu Cong-seng enggan memberikan tanggapan, tapi ucapan Tong Po-gou yang terakhir terasa sangat menggelitik rasa ingin tahunya sehingga tanpa sadar ia bertanya, "Kenapa?"

"Nah, itulah dia, jadi kau belum tahu? Di sinilah letak kesalahanmu," kata Tong Po-gou sambil berlagak serius, "kau tahu, apa sebabnya ilmu pukulan Cong-sin-ci gagal mencapai puncak kesempurnaan? Ini disebabkan Jin-meh serta Tok-meh di tubuhmu belum tembus jadi satu, apalagi bila tidak memiliki bakat alam yang bagus, salah-salah kau bisa Cau-hwe-jip-mo (jalan api menuju neraka), paling enteng kau kehabisan tenaga, kalau sampai parah bisa gila jadinya. Coba bayangkan sendiri betapa hebatnya Si-hun-to, si Golok pelenyap sukma Tiau Siau-hong serta si Harimau bermuka senyum Thio Seng-cong, mereka adalah jago sangat tangguh di kolong langit, tapi akhirnya ... mereka semua jadi orang idiot!"

Pendekar Sejati : Golok Kelembutan (Wen Rui An)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang