11

78 3 0
                                    

"Gila! Akting lo bagus banget, Derr," ucap Dellya begitu Derrio baru saja masuk dalam mobil.

Derrio menaikkan kerah bajunya. "siapa dulu, Derrio." Ucapnya bangga sambil menepuk-nepuk dada-nya.

"Ehh jalan yuk." Ajak Dellya

"Kemana?"

"Gue pengen makan es krim. Kangen nih dah lama gak makan si kutub," ucap Dellya sambil membayangi sensasi dinginnya es krim memenuhi mulutnya. Derrio mengangguk meng-iya-kan ajakan Dellya lalu menyuruh supir untuk mengantar mereka.

Hanya menempuh 10 menit mereka sampai di kedai es krim 'Kutub' yang desainnya seperti berada di kutub. Tempatnya yang dingin AC membuat siapa pun yang masuk akan menggigil ditambah lagi pelayan-pelayannya memakai baju hangat dan topi beruang menghiasi kepala mereka. Begitu masuk, mereka disuguhi syal tebal dan jaket berwarna merah agar mereka tidak kedinginan. Dellya langsung memakainya sementara Derrio hanya memakai baju jaket itu saja.

"Mbak, beruang es itu baru dibuat ya?" Tanya Dellya menunjuk bongkahan es yang dibentuk menjadi beruang.

"Iyaa, itu terbuat dari bongkahan es asli dan kalau mau foto juga boleh kok." Jelas waiters itu dengan senyum lebarnya. Dellya mengangguk paham lalu mengucapkan pesananya.

"Derr, kesana yuk," ajak Dellya menunjuk pada beruang es itu. Derrio yang tidak mau karna melihat hanya anak kecil disitu akhirnya ikut juga karna tarikan Dellya.

Dellya emanggil waiters untuk memfoto mereka. Dellya dan Derrio sungguh kaku saat foto. Hanya ada senyum tanpa gaya. Persis seperti foto KTP. Waiters memberi arahan kepada mereka untuk berpose.

Dellya disuruh memeluk beruang es itu tetapi ia tidak mau dengan alasan dingin dan lengket. Akhirnya Derrio lah yang memeluk beruang es itu dan Dellya memeluknya dari belakang dengan satu kaki terangkat menekuk kebelakang.

Dellya menghampiri waiters itu dan melihat fotonya."waaa bagus-bagus. Lagi dong mbak." Ucapnya lalu menghampiri Derrio lagi.

Derrio disuruh menyenderkan tubuhnya di badan beruang es itu diikuti Dellya yang meletakkan sikunya dibahu Derrio dan pandangan ke arah lain alias candid.

Ganti gaya.  Waiters itu mengarahkan Derrio agar duduk bersila dengan tangan dilipat sedangkan Dellya duduk di punggung Derrio dengan tangan dimasukkan ke dalam kantong berlatar belakang beruang es.

Dellya menghampiri waiters itu dan melihat hasil fotonya. Merasa puas, ia mengambil selembar uang lima puluh ribu dari dompet Derrio dan memberikannya kepada waitersitu sebagai tips. Derrio tidak protes dan memilih untuk berjalan menuju meja mereka yang sudah tersedia es krim yang dipesan Dellya tadi.

Ia mengambil es krim vanila 4 scoop  yang diisi buah-buahan dan lelehan coklat sementara Dellya, es krim mint 6 scoop dengan toping kitkat green tea dan buah-buahan serta selai bluberi. Dellya memejamkan mata saat es krim itu memenuhi mulutnya, menikmati es krim itu.

"Btw kak, tour London-Jepang kita kapan?" Tanya Derrio tiba-tiba.

Dellya mengedikkan bahunya lalu merogoh sesuatu dari dalam tas nya. Ia mengeluarkan amplop berwarna putih yang ternyata isinya tiket mereka menuju London dan Jepang.

"Emm... What! Udah lewat?!!" Teriak Dellya membuat pengunjung lainnya melihatnya aneh.

"Eehh sumpah kak?" Teriak Derrio ikutan lalu berdiri di samping Dellya, menunduk sedikit, lalu membaca lembaran kertas itu.

"Shit! Seharusnya kita berangkat 3 hari lalu, pas masih lo dirumah sakit."

"Hooh, kenapa Buya gak ngasi tau kita yaa," ucap Dellya sedih. Matanya berkaca kaca seperti ingin menangis. Ia mengeluarkan hp nya, mencari kontak nomor Buya dan menelfonnya. Saat nada sambungan ketiga, barulah diangkat Buya.

"Assalamualaikum," sapa Buya.

"Waalaikumsalam," jawab Dellya dengan nada serak menahan tangis.

"Gimana liburannya di London? Enak kan?" Ucap Buya membuat tangis Dellya pecah. Dellya sesenggukan dan mengambil tisu untuk mengelap ingusnya.

"Huaa Buyaa..."

Dellya berbicara sambil menangis. Derrio tidak ada niatan untuk menghentikan tangis kakaknya karna sekarangpun hatinya galau gak jadi pergi. Buya panik, terdengar dari suaranya yang panik.

"Ke-kenapa dulu? Kamu gapapakan?"

"Buya~ tiketnya hangus. Hiks-hiks,"

"Ooh hangus, berarti kalian masih di Indonesia kan?" Tanya buya dengan nada tenangnya. Dellya cengi mendengar jawaban dari buya. Ia kira buya akan marah karna kami menghanguskantiket itu.

"I-iya. Buya nggak marah?" Dellya menghentikan tangisnya dan mengelap sisa-sisa air matanya.

"Nggak kok. Napai buya marah, kan memang kamu dari kemarin masih sakit dan baru sehat hari ini. Jadi, lebih penting mana? Kesehatan atau tiket pesawat? Bagi buya sih kesehatan kamu lebih penting."

Dellya tersenyum lebar mendengar ucapan sang kakek. Derrio yang tidak tau apa yang dibicarakan tetapi saat melihat Dellya tersenyum, ia juga ikut tersenyum.

"Makasih ya buya. Dellya janji gak bakal sakit-sakit lagi." Ujarnya tersenyum. Ia juga yakin kalau buya-nya sedang tersenyum sekarang.

"Yaudah, Dellya mat~~" ucapannya terputus saat mendengar batuk berat dari lawan bicaranya.

"Buya, Buya gapapakan?" Tanyanya khawatir. Derrio duduk di sebelah Dellya, khawatir juga saat mendengar nada cemas dari Dellya.

"Buya sehat kok. Yaudah, nanti tiket liburan kalian Buya ganti. Tapi perginya setelah ujian akhir ya?" Kata Buya.

"Yaaayy, Buya emang yang paling oke." Ujar Dellya girang. Sangkin girangnya, ia memeluk Derrio, mengabaikan tatapan-tatapan orang lain.

Buya terkekeh lalu mematikan sambungan telefon setelah mengucapkan salam.

"Apa kata Buya?" Tanya Derrio.

Dellya tersenyum lebar lalu memeluk Derrio lagi, ia tidak perduli dengan tatapan orang-orang yang menganggapnya aneh.

"Kita tetap pergi ke London-Jepang tapi setelah ujian akhir." Jelas Delly dalam pelukan Derrio.

Derrio melepaskan pelukan Dellya lalu menatapny serius, "beneran? Kita bakal tetap pergi?" Tanya Derrio excited. Dellya hanya menganggku sebagai jawaban. Derrio yang senang pun bertingkah seperti Dellya. Ia melupakan tatapan aneh dari orang-orang sekitarnya lalu memeluk Dellya sangat eratnya. Entahlah, kebahagiaan mereka sungguh kentara hingga mengabaikan Buyanya yang sedang tidak dalam keadaan baik. Saat batuk tadi, Buya memgeluarkan darah, namun, ia mengabaikannya dan berkata bahwa ka baik-baik saja agar cucu nya tidak mengkhawatirkannya.

"Oiya. Es krim nya." Dellya berdiri membuat pelukan mereka terlepas. Ia melihat es krimnya yang sudah tidak terbentuk. Ia sedih tetapi tidak akan memesan lagi karna ia sudah janji pad Buya akan menjaga kesehatannya. Ia memanggil waiters dan meminta Bill.

Bill yang diberikan waiters langsung diberikannya pada Derrio yang atinya ia menyuruh Derrio membayar. Derrio hanya mengambil Bill itu dan memutar bola matanya. Setelah melihat angka yang tertera, seketika bola matanya ingin keluar. Derrio bengong sebentar, mengerjabkan matanya, lalu mengeluarkan uang berwarna merah sebanyak 8 lembar dari dompetnya dan memberikan itu kepada waiters yang menunggu lalu keluar dengan menggenggam tangan Dellya.

Sesampainha dimobil, ia berdiam sebentar sebelum menjalankan mobilnya. Ia memegang stir lalu berkata; "gue nyerah bayarin es krim lo."

Behind The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang