14

135 10 3
                                    

Dellya menatap malas pada Yaya yang sedari tadi asik membicarakan Putra. Ia memilih menghabiskan jus jeruknya dibandingkan mendengarkan segala ocehan Yaya.

Sadar tidak diperhatikan, Yaya melambaikan tangannya di depan wajah Dellya. "Lo dengarin gue gak sih?"

"Nggak." Jawab Dellya cepat, membuat Yaya geram dan menggigit tangan Dellya hingga berbekas.

"Aww, apaan sih Yaa. Sakit tau!" Dellya mengelus-elus tangannya yang bekas gigitan Yaya. Yaya bagaikan tak berdosa, hanya mengedikkan bahunya tanda tak peduli lalu dengan bibir mengerucut ia memainkan handphone nya.

"Eh-eh itu pacar lo kan? Kayaknya mau kesini deh." Ucap Yaya. Dan benar saja, saat Dellya menengadahkan kepalanya, ia langsung menatap mata Derrio yang sedang berjalan ke arahnya. Dellya membuang wajahnya dan bersikap acuh.

Derrio merebut jus jeruk Dellya dan menghabiskannya lalu menatap Dellya marah.

"Udah berap gelas yang lo minum?"
Tanya Derrio dengan nada dinginnya. Dellya memgacuhkannya dan tidak menggubris pertanyaan Derrio.

"Jawab, atau...." Derrio menggantungkan ucapannya. Dellya mulai tertarik dengan percakapan ini. Jelas sekali jika Derrio sedang bingung ingin mengancam Dellya dengan apa.

"Atau apa?" Tantang Dellya dengan senyuman menantangnya.

"atau gue bakal keluar dari rumah dan gue gak akan peduli lagi dengan lo yang merepotkan." Ucapan Derrio sungguh membuat hati Dellya sakit. Sebegitu merepotkannya kah dia sampai-sampai Derrio seperti ini?

"Tiga. Puas? Oke gue kan merepotkan. Mulai detik ini gue, Dellya Putri Kusuma, tidak akan lagi merepotkan seorang Derrio Adriwinata Wijaya. Oiya tambahan, lo gak perlu keluar dari rumah karna gue yang bakal keluar dari rumah itu."

Dellya menyelesaikan kata-katanya lalu pergi dari hadapan Derrio agar ia tidak melihat air matanya yang menyucur. Derrio hanya diam saja melihat kepergian kakaknya. Jujur, ia hanya kesal dengan kakaknya yang tidak pernah menjaga kesehatannya. Kata-kata itu spontan keluar dari mulutnya. Dellya tidak pernah merepotkannya, bahkan ia sungguh menyukai sikap Dellya yang bergantung padanya. Tetapi, Dellya tidak dapat selamanya bergantung pada Derrio. Karna Derrio pasti tidak selalu ada di samping Dellya disaat Dellya memanggil namanya.

Memang, berbicara tanpa otak itu bagaikan pedang yang dihunuskan tepat di dada. Rasanya sakit tak berbekas!

***

Yaya berlari mengejar Dellya yang sudah gak kelihatan lagi. Mendengar kata-kata Derrio membuat hatinya panas padahal kata-kata itu tidak ditujukan padanya. Disaat Derrio melontarkan kata-kata itu, rasanya ia sangat ingin menampar mulut Derrio hingga berdarah lalu memasukkan cabe rawit sebanyak-banyaknya agar Derrio tau rasanya sakit hati akibat mulutnya.

Yaya mendengar tangisan saat melewati toilet. Pelan-pelan ia mengintip siapa yang menangis dan berharap itu bukanlah Dellya karna suara tangisan itu membuat siapapun yang mendengarnya merasakan apa yang dirasakannya.

Ketika pintu terbuka lebar, tampaklah Dellya yang menangis tersedu-sedu duduk di lantai dan bersandar di dinding penuh kuman dengan rambut acak-acakan dan wajah sembab.

Air mata Yaya ikut jatuh melihat keadaan mengenaskan sahabat barunya. Ia memeluk Dellya dan menenangkannya.

"Udah Dell, jangan nangis. Cowok seperti dia gak pantas lo tangisin."
Yaya dapat merasakan kepala Dellya yang menggeleng dalam pelukannya.

"Lo gak tau dia siapa Ya. Dia adik gue, adik kandung gue. Gue sama dia udah bareng sejak kecil. Gue sayang sama dia, dan dia merasa gue merepotkan dia. Itu sama aja dia gak sayang sama gue Ya. Gue benci kata-kataitu seakan-akan gue gak berguna di dia Ya." Jelas Dellya membeberkan fakta baru bagi Yaya.

Yaya tidak percaya dengan apa yang diucapkan Dellya. Ia tidak percaya jika mereka kakak-adik. Melihat dari wajah tidak ada kesamaan sedikitpun kecuali mata mereka yang sama-sama coklat terang. Tapi, warna mata orang Indonesia memang banyak yang coklat kan? Bahkan warna mata Yaya juga coklat tetapi gelap.

Yaya memaksa Dellya untuk menatap matanya. "Liat mata gue."

Dellya menurut apa yang diminta Yaya. "Lo gak ingat kita pernah jumpa sebelumnya?"

Dellya menggeleng, Yaya menghela nafas berat. "Pas gue masih kecil, gue suka main ayunan ditaman, trus ada anak laki-laki gendut datang dan buat gue nangis. Lalu disitu ada anak cewe seusia gue ngusir tuh bocah lalu bilang ke gue 'mawar cantik gak boleh nangis hanya karna seekor lebah.' "

"Jangan-jangan..."

"Yap, gue, Rara dan anak perempuan itu adalah lo."

Yaya yang memiliki nama panggilan Rara saat kecil sudah pernah bertemu Dellya saat kecil. Mereka berpisah karna Yaya yang harus pindah mengikuti ayahnya yang pindah kerja. Awalnya Yaya tidak mengenal Dellya saat pertama kali
masuk, namun kemarin saat ia disuruh membantu ibunya membereskan gudang, tak sengaja ia melihat album foto saat dia masih kecil dan disitu ia melihat foto dirinya sedang merangkul cewe seusianya. Setelah itu, saat ia sedang sibuk meng-stalk instagram Dellya, ia melihat foto Dellya saat masih kecil dan sangat mirip dengan anak perempuan yang dirangkulnya.

Dellya tiba-tiba saja tertawa padahal tidak ada yang lucu. Yaya heran, tetapi saat melihat keadaan sahabat barunya sudah membaik membuatnya tersenyum.

"Gue inget, Rara si cengeng, yang ngeliat lebah aja bisa lari sambil nangis kayak dikejar anjing." Yaya cemberut mendengar ejekan Dellya.  Dulu, ia memang takut sama yang namanya lebah, karna lebah mengingatkannya pada anak laki-laki yang mengganggunya. Kata-kata Dellya terbawa padanya hingga sekarang. Melihat anak cowo yang mengganggu cewe membuatnya mengingat pada lebah yang kejam.

"Gak usah diingetin juga kali. Tapi bener yaa, gue sampe sekarang mgeliat anak cowo ngebuat cewe nangis rasanya pengen banget ngelempari tuh anak pake insektisida biar mati sekalian."

Dellya tertawa lalu merubah wajahnya menjadi murung lagi. Yaya cemas dengan Dellya yang cepat sekali berubah mood.

"Jangan. Jangan lempar Derrio pake insektisida. Nanti dia mati." Ujar Dellya pelan namun masih bisa di dengar. Yaya yang mendengarnya hanya tertawa ringan lalu menepuk pundak Dellya dan membantunya berdiri. Yaya menyuruh Dellya membilas wajahnya lalu merapikan rambutnya barulah mereka keluar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behind The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang