12

71 4 1
                                    

Hari ini papa tidak ada lagi. Mama pun tampak lebih murung daripada semalam. Matanya hitam seperti habis menangis, tetapi ia tetap tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Sebulir air matanya jatuh tanpa disadarinya.

"Mom, are you okay?" Tanya Derrio yang khawatir akan keadaan mamanya. Dellya memperhatikan dengan tatapan prihatin. Ia yakin mamanya seperti ini pasti ada hubungannya dengan papa yang tidak ada.

"Eh-eh gapapa kok, mama cuma kemasukan debu," jawabnya dengan nada lembut lalu menghapus air matanya. Ia mengangkat piringnya yang masih belum disentuh ke pencucian piring lalu ia naik ke kamarnya. Dellya dan Derrio berpandangan heran. Tumben mamanya membuang-buang makanan? Biasanya mama selalu marah jika makanan dibuang karna diluar sana banyak yang ingin kelaparan.

"Mending kita cabut yuk," ajak Derrio yang langsung disetujui Dellya. Mereka naik ke kamarnya sebentar mengambil hoodie.

"Mau kemana?" Tanya Derrio saat mereka sudah dimobil. Dellya melipat tangannya, berpikir.

"Emm, ke mall aja gimana?" Usul Dellya.

"Yaudah, tapi jangan makan mahal lagi yaa, gue lagi gadak duit."

"Huh dasar kere," ketus Dellya, padahal duit Derrio habis karna Dellya yang selalu mengambil uang dari dompetnya tampa sepengetahuan Derrio.

"Gue tau dompet lo lagi kosong, tapi... ATM lo, hemm" ucap Dellya membuat Derrio manyun. Dellya selalu tau dimana letak duit Derrio. Mereka singgah sebentar ke ATM lalu lanjut ke salah satu mall terbesar di Jakarta.

Pertama, mereka akan nonton terlebih dahulu karna katanya ada film enak tapi horor yang lagi booming. Saat mengantri tiket, Dellya ke toilet sebentar sementara Derrio mengantri tiket.

Saat di toilet, Dellya memperhatikan cewe memakai baju mini dan make up yang tebal. Dellya memperhatikan cewe itu yang sedang memoleskan lipstiknya.
Merasa diperhatikan, cewe itu melihat Dellya dengan alis naik sebelah.

"Kenapa ya?" Tanya cewe itu.
"Ehh nggak, tante cantik." Puji Dellya setengah hati.

"Yaa gue tau gue cantik, tapi cukup panggil kakak aja jangan tante. Gue masih 20 an kok." Ujarnya lalu membereskan barangnya dan keluar dari toilet.

Dellya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mencuci tangannya dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Setelah dirasanha sedikit rapi, ia keluar dan menemui Derrio yang menunggunya dengan sebucket popcorn sweet dan 2 gelas coke yang dimasukkan dalam plastik. Dellya langsung merebut popcornnya lalu berjalan mendahului Derrio.

Film yang mereka tonton adalah film bergenre horor. Saat film diputar, Dellya tidaklah seperti cewe kebanyakan yang teriak lalu memeluk pasangannya. Dellya hanya santai memakan popcornya lalu tertawa saat dirasanya ia mulai ketakutan. Berbanding terbalik dengan Derrio yang saat ini memakai headset dengan volume kencang agar tidak ketakutan. Derrio berusaha untuk tidak memeluk kakaknya saat ini.

Saat film habis, Derrio menghela nafas lega sekaligus kesenangan karna bisa menghabiskan film tanpa memeluk kakaknya. Menurutnya ini adalah kemajuan besar untuk dirinya yang selalu parno hantu.

Dellya menarik Derrio masuk ke salah satu restoran mahal. Ia memesan makanan yang menurutnya enak sementara Derrio hanya mengikuti pesanannya saja.

Menunggu makanan datang, Dellya ke toilet dulu. Ia kebelet buang air kecil, setelah buang air kecil ia mencuci tangannya dan merapikan rambutnya. Saat melihat pantulan kaca, ia melihat tante menor yang tadi ditemuinya saat di toilet juga. Tante menor itu masuk ke salah satu bilik, Dellya tidak terlalu memperdulikannya dan langsung menjumpai Derrio.

Dellya duduk dan belum ada makanan yang datang. Ia memilih memainkan handphone nya. Lama ia main hp, makanan pun belum datang sementara lehernya sudah pegal. Ia memiringkan kepalanya ke kanan dan kekiri lalu menoleh ke kanan dan ke kiri. Saat menoleh ke kiri, ia melihat papanya yang sedang bergandengan dengan tante menor yang tadi dijumpainya di toilet.

Penasaran, Dellya langsung menghampiri orang yang mirip papanya dengan berlari-lari. Teriakan Derrio pun diabaikannya. Ia hanya berusaha menyakinkan diri kalau yang dilihatnya bukanlah papanya melainkan orang lain. Namun, keyakinan itu sirna melihat papanya yang sedang bermesraan dengan wanita lain.

Ia mendekati papanya. Papa tampak kaget dengan kehadiran Dellya. Ia langsung melepaskan pegangan tangannya.

"Ehh Dellya kamu bolos?" Tanya Papanya yang dibalas fake smile Dellya.

"Hai Om. Apa kabarnya? Ooh nggak kok, aku gak bolos. Cuma lagi ngeliat pemandangan aja sama adik aku. Oh ini siapa? ISTRI baru Om yaa? Waah SELAMAT yaa kalu gitu," ucap Dellya sambil menahan air matanya keluar. Ia merasakan sesak di dadanya.

Dellya langsung berlari saat mengucapkan kata-kata itu. Ia tidak dapat membendung lagi air matanya. Ia menuju toilet untuk mencuci wajahnya agar tidak seperti sehabis menangis. Ia tidak mau Derrio ikut sedih.

Sesampai restoran ia langsung duduk tanpa mengucapkan sepatah katapun. Derrio keheranan melihat perubahan sikap kakaknya namun ia memilih cuek dan memakan makanannya.

"Mau kemana lagi?" Tanya Derrio saat sudah membayar bill. Ia masih sedikit syok dengan nominal bill nya. Tetapi ia memilih diam dan membiasakan diri karna jika pergi bersama kakaknya pasti menghabiskan uang banyak.

"Gue pengen ke puncak."

"Eh? O-oke."

Selama perjalanan, Dellya hanya diam memandangi jalanan membuat Derrio semakin penasaran apa yang terjadi.

"Der, kalau ada sesuatu yang terjadi. Kita harus tetap bareng yaa, menghadapi masalah itu sama-sama.," ucap Dellya saat mereka sudah sampai puncak. Dellya hanya mengenakan baju tipis karna tidak ada rencana untuk kesini awalnya.

"Ehh, kenapa lo ngawur gini sih? Yaa tentulah semua kita hadapi bersama. Kita kan saudara."

Mendengar ucapan Derrio ntah kenapa memicu tangis Dellya. Ia menangis tersedu-sedu dibahu Derrio membuat Derrio kebingungan. Setelah tangisnya reda, barulah Derrio bertanya.

"Lo kenapa kak?" Tanya Derrio.

Dellya menceritakan semua yang terjadi. Awalnya Derrio tidak percaya, tetapi melihat reaksi kakaknya akhirnya ia percaya juga. Derrio meluapkan kemarahannya pada batu yang yak bersalah. Dia menendang apa saja yang dihadapannya. Bahkan pohon saja dipukulnya hingga tangannya mengeluarkan darah.

Dellya berlari ke mobil dan mengambil kotak obat yang selalu disediakan di mobil. Dellya membersihkannya dengan air minum yang sempat mereka beli dijalan dan mengobatinya dengan betadine lalu diperban dengan rapi.

Saat pikiran mereka sudah mulai tenang, Dellya mengajak Derrio untuk pulang saja karna takut kemalaman. Sebelum sampai rumah, mereka singgah makan sebentar. Kali ini Derrio lah yang lebih banyak diam. Dari raut wajahnya kelihatan kalau Derrio sedang kecewa dan Dellya memaklumi itu karna beberapa jam sebelumnya dialah yang ada di posisi Derrio.

Saat di restoran, Dellya mengajak supirnya untuk ikut makan. Mereka mentraktir supir itu dan memberi beberapa uang agar supir itu tutup mulut.

Selesai makan, kali ini Dellya lah yang membayar tagihan makan mereka. Dellya mengeluarkan uang yang sesuai dengan nominal, barulah mereka pulang.

Behind The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang