Part 4- Pregnant

135K 8.5K 98
                                    

Dua bulan sudah berlalu sejak kejadian mengerikan itu. Selama dua bulan pula Avi selalu menjaga jarak dari David, karena faktanya hubungan yang terjalin antara David dengan Lavi mengalami kemajuan. Hubungan itu bukannya menjauhkan dirinya dari David, tapi malah mendekatkannya. Avi tidak tahu cara apa yang David lakukan untuk meluluhkan hati Lavi. Apakah caranya sama seperti malam itu? Atau Lavi terlalu munafik untuk tidak terpengaruh dalam pesona seorang David?

Entahlah. Yang jelas, Avi harus menjalani drama yang menyedihkan; berpura-pura bahwa tidak ada hubungan yang terjalin antara dirinya dengan David. Toh sampai sekarang dirinya baik-baik saja.

Hari ini, seperti biasa, Avi berangkat lebih awal ke rumah sakit. Ada operasi besar yang harus ia jalani bersama Adrian. Dan betapa senangnya ia karena Adrian sudah menunggunya di lobi.

"Aku bisa lihat grafik pasiennya?"

Adrian memberikan grafik itu dan Avi membacanya dengan teliti.

"Tumornya sudah menyebar ke saraf matanya dan aku khawatir pengangkatan total akan memiliki efek samping pada matanya." Terdengar nada suara Adrian yang cemas.

"Pengangkatan sel di bagian otak akan selalu memiliki efek samping, Adrian. Ini operasi yang besar, jadi kita harus hati-hati. Sedikit kesalahan saja, semuanya akan kacau."

Akhirnya mereka tiba di ruangan Avi. Avi melepaskan cardigannya dan mengenakan jas dokternya. Saat ia akan keluar dari ruangan, ia merasakan pening yang amat luar biasa sakitnya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Adrian.

Avi mengangguk. "Sepertinya aku terlalu kelelahan."

"Jika kamu tidak kuat, kita bisa---"

Avi menggeleng. "Aku sudah berjanji pada keluarga pasien kalau aku yang akan mengoperasinya hari ini, Ian. Ayo pergi, aku sudah biasa seperti ini."

Adrian pasrah. Percuma bicara dengan Avi. Perempuan itu sangat keras kepala. Ia pun hanya berjalan di sisi Avi dan sesekali memperhatikan bahwa Avi baik-baik saja.

Setelah mencuci tangannya, masuk ke ruangan operasi dan perawat dengan cepat memasangkan sapu tangan beserta yang lainnya pada Avi.

"Aku sudah membuka tengkoraknya," ucap Adrian.

Avi mengerti. Ia pun memulai operasi untuk bagiannya. Dengan hati-hati Avi memulai pengangkatan tumor, tapi penglihatannya tiba-tiba saja buram dan menyebabkan kesalahan kecil. Hal itu menyebabkan pendarahan. Semuanya begitu panik dan beberapa perawat keluar dari ruangan untuk mengambil stock darah.

"Avi ...."

Avi terdiam. Ia melihat banyak darah yang keluar. Seketika saja ia bingung.

"Avi, kita harus menghentikan pendarahannya dulu," ucap Adrian cemas.

Avi tidak merespon. Tangannya gemetar bersamaan dengan keringat yang terus mengalir dari keningnya.

Merasa tidak ada gunanya, Adrian mengambil alih posisi Avi dan melanjutkan mencoba untuk menghentikan pendarahan. Avi merasa takut. Suara mesin yang stabil mulai menenangkannya, sekarang adalah tahap di mana Avi harus mengangkat tumornya.

"Kalau kamu tidak bisa melakukannya, mak---"

"Aku akan menyelesaikannya," sela Avi dan kembali mengambil posisi. Ia menarik napasnya terlebih dulu sebelum mulai.

Operasi berakhir dalam beberapa jam, dan karena kejadian itu, Avi dipanggil Alena ke ruangannya.

"Kamu kenapa, Avi? Tidak biasanya kamu gegabah seperti itu? Jika saja Adrian tidak bergerak, maka pasien akan kehilangan nyawanya."

You Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang