Part 8- Party

123K 6.9K 116
                                    

Pagi ini, rumah besar Alvareno sedang sibuk. Para pelayan sibuk memasak untuk disajikan pada tamu nanti malam. Avi sendiri sedang disibukkan untuk mengecek grafik pasiennya minggu ini.

"Avi, makan dulu, Nak." suara lembut Devine membuyarkan fokus Avi. Ia pun meletakan kacamata bacanya dan keluar dari kamarnya. Di anak tangga berdiri Devine dengan segelas susu.

"Kok Mama yang bawa. Avi kan bisa minum di sana," ucap Avi sambil mengambil gelas itu.

"Suka-suka Mama, dong. Kan kamu menantu Mama," balas Devine seraya mencubit gemas hidung Avi.

Avi hanya tertawa dan mencoba susu cokelat itu.

"Bagaimana?"

"Enak kok, Ma, tapi lebih enak buatannya David," goda Avi.

Devine mengerucutkan bibirnya. "Masa, sih? Mama tahu David itu pintar masak, tapi masakan Mama juga nggak kalah enak."

Avi tertawa mendengar nada cemburu Devine. "Tapi masih enakan buatan Mama Avi," jawabnya.

"Iya sudah, yang penting Avi suka sama buatan Mama, oke?"

Avi mengagguk. Mereka pun menuruni anak tangga dan berjalan ke ruang makan. Avi duduk di depan Devine dan ia melihat satu persatu masakan Devine.

"Ini Mama buat sendiri atau gimana?"

"Dibantu Bi Irma," bisik Mama.

"Coba tadi Mama kasih tahu Avi, mungkin bisa Avi bantu."

"Tidak, Sayang. Kamu itu istirahat aja, masa baru pulang bulan madu udah dikasih tugas. Besok aja kamu tugasnya waktu udah lahiran," seru Devine lembut sambil meletakan ayam goreng kesukaan Avi di piringnya.

"Oh iya, Ma. Nanti semuanya harus datang, ya?"

Devine mengangguk. "Mama udah ngundang keluarga kamu juga. Memangnya kenapa, Sayang?"

"Avi ada operasi nanti malam, Ma."

"Loh, kamu nggak cuti?"

Avi menggeleng. Sebenarnya Alena memberinya cuti selama satu minggu, tapi pasien ini benar-benar tidak bisa Avi serahkan ke orang lain, kecuali Adrian. Sayang, ia dan Adrian sedang bermasalah, jadi ia tidak bisa meminta bantuannya lagi.

"Bilang dulu sama David. Kalau dia ngizinin, kamu pergi aja, tapi ingat, jaga kesehatan dan jangan dekat peralatan yang menimbulkan radiasi. Nggak baik buat bayi," ujar Devine mengingatkan.

"Siap, Ma."

***

David pulang cepat hari ini. Pukul empat sore, pria itu sudah berada di rumah. Avi berjalan di belakang David sambil membawa jas hitamnya.

"Kata Mama kamu mau operasi nanti?" tanya David sambil melepaskan dasinya.

Avi mengangguk. "Boleh ya? Pasiennya nggak bisa aku serahin ke dokter lain."

David menoleh ke arah Avi. "Nggak usah pergi, aku cari cara nanti."

"David," rengek Avi.

"Kamu kalau dibilang suami, nurut ya? Nanti kualat, loh."

Avi mengerucutkan bibirnya dan melempar jas David ke ranjang. "Aku tetap pergi, lagipula pasien itu lebih penting. Aku ini dokter dan aku sudah bersumpah bahwa kesehatan pasien yang paling utama," ujarnya sambil mengangkat tangan kirinya, menandakan sinyal sumpahnya.

David memandang tajam ke arah Avi. "Siapa nama pasienmu itu? Aku kirimkan dokter pribadi keluarga Alvareno untuk operasi."

"David!"

You Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang