Part 6- Honeymoon

117K 6.8K 167
                                    

Avi merasa lelah. Kaki mungilnya sudah pegal karena terus berdiri di pelaminan. Ini sudah tiga jam lamanya ia berdiri menyambut tamu David dan keluarganya yang tidak berhenti datang.

"Kamu capek?" Nada David yang lembut membuat Avi tersentak. "Kita pulang, ya? Nggak baik buat kamu dan bayinya."

Oh Tuhan, haruskah Avi mendapatkan perhatian seperti ini karena bayi yang dikandungnya? Bayi yang akan menjadi pewaris dari Alpa Group?

"Perhatian kamu buat aku risih, David."

David menghela napasnya kasar. "Aku suamimu, jadi aku wajib kasih perhatian lebih ke kamu. Kita udah janji mau mulai dari awal, kan?"

Tiba-tiba saja Avi mengangkat sudut bibirnya sedikit. Percuma saja memulai dari awal jika David belum bisa melupakan sosok kembarannya, Lavi. Tanpa David sadari, Avi memantaunya yang terus-menerus melirik Lavi diam-diam, dan itu tentu saja sukses membuat hati Avi sakit.

"Aku masih nunggu Adrian, nanti aja kalau tamu udah pulang. Nggak sopan, tau." Avi terus saja mencari sosok Adrian. Ia sudah mencoba menghubungi sepupunya itu, tapi yang ia dengar hanya suara operator.

Ia menghela napas kesal. Adrian seperti ditelan bumi saat ia menceritakan bahwa dirinya akan menikah. Pria itu sebelumnya tidak pernah seperti ini. Adrian seperti berusaha menjauhinya. Memangnya apa kesalahannya?

"Kamu nanti capek, Avi. Kalau terjadi sesuatu sama kamu dan anak aku, yang repot siapa?"

Avi mendesis dan menatap David dengan kesal. "Kandungan aku masih muda, jadi kamu nggak usah khawatir gitu. Lagipula aku cuma berdiri, nggak lari kayak dikejar setan."

David hanya terdiam. Percuma bicara dengan wanita hamil. Untung David mendapatkan saran yang berguna dari ibunya mengenai wanita hamil.

"Kalau capek kasih tahu Mama, ya? Aku ke toilet dulu."

Avi mengangguk, tapi ia tetap tidak melepaskan pandangannya untuk mencari sosok Adrian.

"Lo cari Adrian?"

Avi menoleh ke sumber suara dan mata cokelatnya langsung bertemu dengan mata cokelat milik Lavi. Seketika saja Avi benar-benar melihat wajahnya sendiri. Namun, kali ini sangat berbeda. Seperti ada perbedaan besar yang berada di antara mereka.

"Adrian nggak datang, kata Bibi dia masih ada operasi," jawabnya sendiri.

Avi mengangguk pelan dan terlihat kecewa. Ia pikir Adrian bisa melihatnya bahagia di sini. Ia sedikit kecewa karena lelaki itu tak datang.

"Lo bahagia?"

"Hm?"

"Lo pasti bahagia, bisa jadi istri dari David Alvareno."

Avi menyipitkan mata mendengar nada bicara Lavi. Kembarannya itu seperti terluka.

"Kak ...."

"Kenapa lo nggak bilang kalau lo kenal sama dia?"

"Aku nggak terlalu kenal David, Kak," jawab Avi lembut.

Lavi tersenyum sinis dan Avi merasa bahwa kembarannya ini benar-benar berubah saat ini juga.

"Lo cinta sama David?"

Avi diam. Jika ia menjawab 'iya', ia takut akan salah bicara dan membuat masalah semakin besar.

"Kak Lavi sendiri, apa nggak cinta sama David?" Avi memberanikan diri mempertanyakan pertanyaan itu.

Lavi tidak menjawab dan hanya melangkah ke depan. Ia memegang pundak Avi dan mendekatkan bibirnya ke telinga Avi. "Awalnya gue nggak cinta David, Vi. Tapi gue berubah pikiran, dan lo tahu? Gue sudah nerima lamarannya dua hari sebelum dia ke rumah."

You Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang