(30)

997 42 0
                                    

"Julian? Kita kemana?" tanya Zira sambil memiringkan sedikit kepalanya agar dapat melihat wajah Julian dari kaca spion. Julian memang sengaja tidak mangantarkan Zira pulang, tetapi ia ingin membawanya ke suatu tempat yang sudah disiapkannya.

"Nanti lo juga bakal tau" Jawab Julian, diselingi senyum tipis. Ia dapat melihat wajah Zira yang terlihat kecut karena memang dari awal ia sudah memaksa gadis itu untuk ikut tanpa tahu tujuannya pergi ke mana.

Julian memakirkan motor dibawah pohon, diikuti pergerakan Zira yang juga turun dari jok belakang dan melepaskan helmnya.

"Ngapain kita kesini?" tanya Zira yang terlihat bingung. Ia memandangi Julian yang sedang merapikan rambutnya menggunakan kedua tangannya.

"Yuk ikut gue" Julian lantas  menarik tangan Zira tanpa aba-aba. Ia membawanya ke hamparan rumput hijau yang tertata rapi seperti lapangan sepakbola tetapi tempat tersebut membentuk seperti bukit kecil. Dari atas terlihat susunan rumah-rumah yang terlihat acak tetapi membentuk suatu keindahan tersendiri saat memandanginya dipuncak bukit. Tidak hanya itu, pepohonan yang tumbuh tersebar pun menjadi objek pemandangan tersendiri.

"Lo suka?" Julian menolehkan kepalanya ke samping, menanyakannya pada Zira saat dirasa gadis itu hanya diam tanpa suara sepanjang perjalanan semenjak naik ke atas bukit.

Zira mendongakkan kepalanya memandang Julian. "Apanya?" kini ia malah balik bertanya, seperti anak kecil yang sedang linglung.

Entah apa yang ada dipikiran Zira sekarang. Apa ia tak suka dengan pemandangan seperti ini? Ataukah Zira masih kesal dengan Julian karna tidak mengatakan yang sebenarnya ke mana mereka akan pergi.

"Ya, lo suka nggak disini?" ucap Julian mengulangi pertanyaannya sebelumnya.

Zira tampak bergumam. Ia melipat kedua tangannya. "Suka sih. Lumayan lah, tempatnya indah" jawabnya kemudian.

Julian mengamati Zira. Dapat dilihatnya Zira yang menutup kedua matanya seiring similir angin yang menerpa wajahnya. Ia menghirupnya dengan mulus dan menghembuskannya perlahan. Sesaat kemudian Zira merentangkan kedua tangannya agar dapat merasakan udara sejuk itu menembus tubuhnya.

"Lo ngapain?" Julian yang memandanginya selama beberapa detik lalu bertanya dengan satu alis terangkat. Julian  berusaha menahan senyumnya yang hampir terbit saat melontarkan kalimat tersebut.

Zira tampak terkejut dengan ucapan Julian lantas langsung menolehkan kepalanya. "Hah?"

Julian tertawa kecil melihat ekspresi Zira saat ini. "Lo lucu"

Zira mengerutkan kedua alisnya. "Apanya yang lucu?" tanyanya kemudian, saat pertanyaan Julian nampak ambigu baginya. "Gue yang lucu? Ah makasih" Zira menunjuk dirinya sendiri dan mengibaskan tangannya dengan ekspresi malu yang dibuat-buat, terlihat sangat percaya diri.

Julian hanya menaikkan satu alisnya kembali menatap Zira. Sebenarnya hatinya kini menghangat melihat tingkah Zira yang semakin menghibur baginya.

"Eh kita ngapain sih ke sini?" tanya Zira kemudian.

Mungkin inilah saatnya.

Julian tersenyum. Ia mengeluarkan sebuah kain berbentuk persegi panjang dari dalam sakunya. "Gue mau lo tutup mata lo pakai ini" Ia melebarkan kain itu untuk memberitahu Zira.

"Buat apa?"

Julian lantas maju selangkah dan menutupi kedua mata Zira dengan kain tersebut. "Pokoknya lo tutup mata dulu. Tenang aja, gue nggak akan ngapa-ngapain lo"

"Ngapain sih" rengeknya. Tetapi kain itu sudah terikat mengelilingi kepalanya.

"Lo jangan gerak. Tetap pada posisi ini" Julian memberi perintah sembari memegang kedua bahu Zira.

The Power Of Girls [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang