(2)

4.1K 125 3
                                    

Oktober 2015

Zira memasukkan baju- baju serta perlengkapan lainnnya satu persatu kedalam koper.

Tangannya berhenti bergerak ketika dilihatnya sebuah pigura kecil yang sedang dipegang. Bermotifkan ukiran bunga disekeliling bingkai foto berwarna coklat terang tersebut.

Zira memandangi satu persatu wajah yang tergambar disana. Terlihat seorang ibu dengan senyum mengembang yang menampilkan deretan gigi putihnya bersama anak-anaknya yang sedang memeluknya dengan latar belakang candi Borobudur.

Setetes cairan berwarna putih tiba-tiba saja melewati pipi Zira hingga jatuh membasahi foto itu. Ia terisak-isak sambil mengelus setiap mimik wajah yang terpancar disana dengan kaca terang sebagai penutupnya. berharap ibunya mendengarkan setiap kalimat yang ia ucapkan.

Hm, nggak terasa udah 4 tahun ya ibu ninggalin kita.

pasti ibu sudah tenang ya disana.

Oh ya bu sekarang anak-anak ibu sudah tumbuh dewasa.

Banyak banget ya kenangan dirumah ini. Mulai dari ibu yang tiap hari bacain dongeng tiap mau tidur sampai ngajarin kami segala hal tentang musik.

Ibu yang selalu sabar dan tenang dalam mendidik kami, ngasih nasehat, nggak pernah marah bila kami nggak bisa dapatkan apa yang ibu mau.

Tapi ibu selalu bilang "nggak papa, yang penting kamu udah usaha, udah berikan yang terbaik. Apapun hasilnya, kamu itu udah yang terbaik dihati ibu."

Zira menyenderkan tubuh ke pinggir tempat tidur dan mendekapkan foto itu dalam pelukannya erat. Berharap serangkaian kalimatnya tadi didengar oleh ibunya.

Zira terisak hingga bahunya naik turun. Suara tangisannya halus, tetapi dadanya begitu sakit ketika merasakannya. Akhirnya kegoncangannya akan kehilangan sosok seorang ibu memuncak kembali setelah kejadian empat tahun silam.

Zira menekan dadanya untuk meredam tangisan. Tapi nihil, air mata itu dengan mudah lolos begitu saja dari matanya.

Pintu kamar kemudian diketuk oleh seseorang. Zira menengok sesaat ke arah daun pintu berwarna putih itu. Dengan cepat ia mengapus air mata yang masih berbekas dipipi dan beralih berjalan ke depan cermin untuk menyakinkan dirinya tidak terjadi apa-apa saat bertemu orang lain.

Zira membuka pintu dan melihat seorang perempuan memakai t-shirt berwarna abu dengan jaket denimnya. Wajahnya menampilkan keheranan kala adiknya itu dengan santai masih berada didalam kamar.

"De cepatan ayah udah nunggu tuh dibawah" Tara menunjuk dengan dagunya menuju arah halaman depan.

"Iya ka, bentar napa"

Tara mendengus pelan.
Kemudian ia berbalik hendak turun tetapi suatu tarikan dilengannya membuat Tara kembali menatap lawan bicaranya.

"Eehh kaa. Bantu in napa bawain koper aku ke bawah. Yaaa plisss." Zira memasang muka memelas dan menyatukan kedua telapak tangannya didepan dada. Trik seperti ini biasanya Zira gunakan kepada kakaknya kala ada sesuatu terselubung yang diinginkannya.

"Eh nggak usah pake tampang kayagitu, jelek"

"Tapi aslinya cantik kann.. iya kann" Zira tak pernah bosan berargumen dengan Tara.

"Udah deh ka ayo bantuin" Zira menarik lengan Tara dengan senyum mengembang masuk ke dalam kamarnya. Memperlihatkan ruangan yang telah tidak berpenghuni kala Zira tahu mulai hari ini juga keluarganya akan pindah rumah.

Sementara yang ditarik hanya pasrah mengikuti apa kata adiknya. Mengambil satu koper dan beberapa tas kecil keperluan Zira.

Awas ya kali ini lo menang. Batin Tara.

The Power Of Girls [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang