***
Aku dengan begitu tulus mencintaimu,
berharap kau membawaku melewati saat-saat indah bersama
Namun jika yang kau tawarkan adalah kepedihan,
tanpa ragu, aku meraih tanganmu,
sekali lagi memberimu cinta tanpa syarat
***
Janji?
Flashback on
"Sica-ya, jika aku sekarat dan tak mungkin bertahan hidup, aku ingin kau yang mengakhiri hidupku, janji?" Kris melingkarkan tangannya diperut Jessica lebih erat, membuat gadis yang berdiri memunggunginya itu tidak berbalik menatapnya
Jessica mengangguk "kau juga harus lakukan hal yang sama jika aku yang mengalaminya" Gadis itu tersenyum getir
Kini Kris yang mengangguk "aku tidak akan membiarkanmu ke alam sana sendirian, aku janji" katanya dengan penuh keyakinan.
Flashback off
"aku juga, tidak bisa melihatmu seperti ini. Kris, benarkah ini saatnya? Padahal rasanya baru kemarin kita menjadi sepasang kekasih" Jessica berkata dengan lembut, berharap Kris akan terbuai dengan kelembutannya lalu terbangun dan memeluknya. Namun tubuh itu belum juga merespon ucapannya.
Matanya kembali menerawang pada tangan kiri Kris yang diborgol. Pergelangan tangannya membentuk goresan merah, tanda bahwa ia sedikit memberontak ketika dibawa polisi. Jessica mengusap goresan luka itu dengan lembut, lalu tangannya merogoh saku celananya. Sebuah kawat besi tipis yang biasa ia gunakan untuk membobol pintu, ia gunakan dengan lihai untuk membuka borgol yang terpasang dengan ranjang. Ia tersenyum pilu saat tangan kiri pria itu berhasil ia bebaskan. Diciuminya tangan kekasihnya, berharap luka gores yang membekas itu bisa memudar. Sekali lagi ia merogoh saku celananya, lalu mengambil plester bergambar peri dan menempelkannya di luka itu.
"aku sudah tahu buku apa yang selama ini kau baca. Mian karena aku diam-diam membacanya. Peri? Kau benar-benar konyol, Kris. Bagaimana bisa aku begitu mencintaimu?" Jessica tertawa miris, lalu kembali mencium punggung tangan Kris. Namun, tiba-tiba dengan kurang ajarnya pintu kamar rawat dibuka, menampilkan dua sosok polisi yang tadi berjaga diluar, menandakan bahwa waktu menjenguknya telah usai
Seorang polisi mencekal tangannya, sebagai respon atas tindakannya membebaskan tangan Kris dari borgol yang menahannya. Polisi yang satu lagi mencoba memasang kembali borgol yang terlepas, membuat Jessica berontak dan berteriak frustasi
"kenapa kalian masih memborgolnya? Kalian tidak lihat kalau dia sedang sekarat? Bahkan membuka matanya saja dia tidak mampu!"
Polisi itu nampaknya tuli, ia masih saja memborgol tangan kekasihnya. Jessica menangis tersedu-sedu, ditatapnya wajah Kris yang masih enggan membuka mata. Ia mencium kening pria itu cukup lama, lalu dengan pasrah diseret keluar oleh dua polisi tadi.
Tidak, Jessica tidak bisa membiarkan kekasihnya begitu menderita. Ia tidak sanggup lagi melihatnya. Bayangan akan wajah Kris begitu jelas di pikirannya, membuatnya terus-terusan menangis tanpa henti. Ia masih ingat janji itu, janji yang mereka berdua buat setelah mereka mengikrarkan diri menjadi sepasang kekasih, bahwa suatu hari hal itu akan terjadi. Hanya saja, benarkah ini saatnya? Ia bahkan baru saja mendengar bahwa Kris akan segera menghentikan pekerjaannya dan memulai hidup baru bersamanya, menjadi sepasang kekasih yang bahagia layaknya pasangan lainnya.
***
Setelah kunjungannya itu, Jessica tidak banyak bicara, sehingga Suho harus bertanya terlebih dulu " Kau sudah bertemu dengan Kris?" pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan singkat
"bagaimana keadaannya, apakah dia baik-baik saja?" Suho tidak menyerah, Ia sangat ingin tahu kabar dongsaengnya
"kau pikir bagaimana?" Jessica menatapnya tajam, hal yang belum pernah gadis itu lakukan sebelumnya sehingga membuat Suho sangat terkejut. Ia jadi banyak menduga-duga, apakah keadaan Kris begitu buruk?
"apa terjadi sesuatu padanya, Sica-ya?" Suho kini merasa takut dan khawatir, namun Jessica justru tidak menjawabnya, gadis itu malah sibuk mengisi pistolnya dengan peluru, lalu menembakkannya di tempat sasaran tembak.
"jawab aku, bagaimana keadaannya?" Suho harus menarik tangannya baru Jessica mau memberinya perhatian, tatapan gadis itu menyiratkan kekecewaan, seolah Ia yang bersalah disini
"dia tidak baik, oppa. Aku pikir dia –" Jessica tidak bisa melanjutkannya, hatinya kembali hancur saat mengingat bagaimana terakhir kali Ia melihat Kris. Pria itu begitu kuat selama ini, namun yang dilihatnya kemarin begitu jauh berbeda.
Itu mungkin bukan Kris. Kris mungkin sedang bersembunyi entah dimana, lalu malam ini, atau malam besok, atau besoknya lagi, Ia akan datang, lalu berkata bahwa Ia baik-baik saja, pikirnya.
Suho kini mengerti, ucapan 'tidak baik' dari Jessica berarti semuanya. Ia lalu meninggalkan Jessica dengan langkah gontai, tidak berani bertanya lebih jauh, mungkin saja Ia bisa mengupayakan hal lain untuk membebaskan Kris dari penjara.
***
Dua hari berlalu, namun keadaan sama sekali tidak membaik. Jessica tidak makan sedikitpun, dan hanya meminum kopi untuk menjaga agar tidak tertidur. Suho dan Baekhyun sudah berkali-kali menyuruhnya makan dan melakukan aktifitas lain selain duduk diam di sofa dan berlatih menembak, tapi gadis keras kepala itu tidak menanggapi.
"nuna, kalau kau terus begini, itu tidak akan berdampak bagus pada Kris hyung" Baekhyun kembali membujuknya, namun Jessica hanya tersenyum miris
"tenang saja, Baekhyun-ah, sebentar lagi akan berakhir" ucapan Jessica membuat tanda tanya besar di benak Baekhyun
"apanya yang berakhir?" Baekhyun tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran atas ucapan aneh Jessica itu, namun lagi-lagi nunanya itu justru membuatnya semakin bingung
"segalanya"
Jessica tampak ragu, namun kembali melanjutkan "Baekhyun-ah, setelah segalanya berakhir, kau harus hidup dengan baik, ya?" sebuah pertanyaan yang terdengar menuntut dari mulut Jessica membuat Baekhyun bergidik, Ia bahkan tidak tahu kemana arah pembicaraan ini, tapi Ia mencoba menjawab sebisanya
"tentu saja, nuna, Kris hyung bilang kita berempat akan tinggal bersama disini, dan memulai hidup baru seperti keluarga"
"itu bagus" Jessica menanggapi dengan singkat, lalu kembali melanjutkan kegiatannya memasukkan satu demi satu peluru kedalam lubang pistolnya.
***
Jessica duduk di sisi ranjang di kamar pribadi Kris, Ia cukup lama berdiam diri disana tanpa melakukan apapun, hingga sepasang matanya menangkap sosok yang sedang tersenyum tipis dalam sebuah bingkai foto, lalu Ia mengambilnya. Jessica mengusap wajah dalam foto itu, lalu tersenyum miris "ini pertama kalinya aku melihatmu berfoto, tapi kau bahkan tidak tampak senang"
Ia kembali bermonolog, "ah, kita bahkan belum pernah foto bersama, kenapa aku tidak pernah mendesakmu melakukannya?"
dan sekali lagi, "apa aku sudah terlambat?" Jessica mendekap erat foto itu, seolah rasa rindunya bisa sedikit berkurang. Untuk pertama kali dalam hidupnya Ia mencintai seseorang dengan begitu tulus, dan Ia harus membayarnya dengan rasa sakit bertumpuk-tumpuk demi mempertahankannya. Benarkah ini yang disebut cinta sejati?
***
Malam ini, Jessica telah mempersiapkan segala yang dibutuhkannya. Sebuah tali tambang yang dirasanya cukup kuat, juga pistol yang pertama kali digunakannya untuk membunuh seseorang telah ia isi penuh dengan peluru. Dengan pistol itu Ia membuat kesalahan fatal, hingga membawanya pada takdir yang jauh melebihi angan-angannya. Ia bahkan tidak lupa menulis surat, yang lebih terkesan seperti memo karena isinya yang terlampau pendek.
Ia menggenggam surat itu erat, lalu sejurus kemudian, meletakkannya di atas meja makan. Ia tersenyum, namun air matanya malah jatuh tertumpah satu demi satu.
"selamat tinggal" dengan langkah tergesa, Jessica meninggalkan tempat itu, menuju kasihnya.
***
To Be Continued.

KAMU SEDANG MEMBACA
Till Death Do Us Part
Fanfiction"Sica-ya, jika aku sekarat dan tak mungkin bertahan hidup, aku ingin kau yang mengakhiri hidupku, janji?"Kris melingkarkan tangannya diperut Jessica lebih erat, membuat gadis yang berdiri memunggunginya itu tidak berbalik menatapnya. Kata-kata itu s...